Chp 144. Aku Benci Olahraga

"Lihat teman-teman! Lagi-lagi Im Rae jatuh!"

"Hahaha! Itu yang kelima ya?"

Beberapa anak yang sudah sampai di garis finish tertawa terpingkal melihat Rae sekali lagi jatuh ke tanah lapangan. Berbeda dengan mereka yang 'bersih', tubuh Rae sudah kotor oleh debu karena terus-terusan terjatuh.

Setiap minggu di Panti Mujigae selalu dilaksanakan olahraga bersama untuk meningkatan kebugaran tubuh anak-anak. Yang membuat semangat mereka naik adalah pemenang akan diberi hadiah. Apa pun yang diminta akan dikabulkan.

Nona Kimi memandang Rae yang berusaha duduk dengan tatapan khawatir. "Kenapa Rae selalu begini...? Padahal pola makannya sama seperti anak-anak lainnya. Ini juga bukan gejala asthenia. Jadi apa penyebabnya?"

"Kurasa ini faktor keturunan, Kimi."

Dia menoleh ke temannya. "Maksudmu?"

"Bisa jadi, kan? Ada banyak anak di dunia ini mengikuti gen orangtuanya. Mungkin saja Rae termasuk. Ibu kandungnya punya tubuh lemah. Itu menurun ke Rae."

Nona Kimi diam, bergelut dalam pikirannya.

"Nah, aku punya teori liar. Bagaimana kalau ibunya Rae meninggal saat melahirkan—"

"Hus! Kau tidak boleh membuat kesimpulan seperti itu!" Wanita itu memotong tegas, menutup obrolan yang tidak menyenangkan. Dia melangkah maju ke lapangan, mendekati Rae yang enggan melanjutkan maratonnya.

"Baik-baik saja, Rae?"

Rae menatap Nona Kimi yang tersenyum teduh padanya, menunduk. "Kenapa aku tidak kuat kayak anak-anak lain? Aku benci diriku. Aku kan juga mau kuat kayak mereka..."

"Tidak semua anak itu kuat, Rae. Setiap anak punya potensi dan keterampilan berbeda. Kamu lemah di olahraga karena mungkin itu bukan bidangmu. Siapa tahu suatu saat nanti, simsalabim!, semua bakatmu keluar."

Dia membantu Rae berdiri, menepuk-nepuk bajunya yang kotor. "Senyum dong. Aku mau lihat senyuman Rae. Nanti kukasih es krim."

"Benarkah?? Aku mau, Nona Kimi!"

*

Pukul delapan malam di kantin asrama.

"K-kau kelaparan, Maehwa?" Kyo Rim dan Haedal menatap ngeri Maehwa yang sudah menghabiskan tiga mangkok nasi.

Sial! Untung dia tidak jadi mati. Nasi ternyata masih enak. Apalagi kimchi-kimchi pedas ini. Maehwa bersyukur masih bernapas.

"Aku ingin makan sepuas-puasnya karena besok bisa saja aku merenggang nyawa."

"Kalau kau mati, cerita ini bisa tamat."

"Kak Maehwa, kakak terlalu berlebihan. Itu kan hanya kompetensi olahraga. Paling kita hanya disuruh bermain seputar olahraga."

Biasanya karakter di webtoon akan mendapatkan kekuatan tambahan saat terjadinya flashback, tapi itu tidak berlaku pada Maehwa. Dia masih Maehwa yang biasa.

Maehwa meletakkan sendoknya.

"Aku mau bicara serius."

"Kenapa? Kau mau tambah? Maaf, Maehwa, aku juga lapar. Belum makan seminggu."

Do-Woo menyikut lengan Kyo Rim, menyuruhnya diam. Sepertinya Maehwa benar-benar ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa, Maehwa?" tanya Haedal hati-hati.

"Aku benci olahraga. Maksudku, aku punya tubuh lemah. Ah, tidak. Kalau begitu mana bisa aku jadi idol. Sebentar... biar aku pikirkan alasan yang masuk akal dulu."

Mereka berempat saling tatap. Mereka tahu Maehwa itu random otaknya. Lihatlah, bahkan mau berbohong pun minta izin dulu. Entah pergi ke mana pria bulan musim dingin.

"Jadi begini, entah bagaimana aku tidak berjodoh dengan olahraga. Sejak kecil, aku selalu nyaris sekarat kalau berolahraga berat. Aku selalu dihantui nasib buruk setiap berolahraga. Jadi yah... aku akan menjadi beban besok. Aku takkan menutup-nutupinya."

Meja itu lengang sejenak.

Kyo Rim berdeham. "Kau tahu, Maehwa. Aku suka orang jujur. Tapi kejujuranmu barusan adalah tanda-tanda musibah bagi tim kita."

Maehwa mengangguk menyetujui.

Tapi perlombaan ini, bukan sesuatu yang bisa Maehwa hindari apa pun alasannya.

.

.

Pagi telah tiba. Halaman belakang gedung Scarlett ramai oleh kru produksi, berbagai alat peraga, lintasan lari, dan para trainee yang asyik bercengkerama sambil pemanasan.

Obrolan mereka terhenti begitu Yihyun dan Ise memasuki lapangan dengan baju olahraga yang serasi. Tadinya Chan-Ri yang akan mengisi posisi itu, namun dia baru bisa datang siang. Jadilah Ise menggantikan.

Hal pertama yang Ise cari tentu saja Maehwa. Dia tersenyum melihat Maehwa berdiri di belakang Kyo Rim sambil... cemberut?

Kenapa Maehwa terlihat tidak semangat?

"Selamat pagi, calon bintang! Kalian terlihat segar pagi ini. Apa kalian sangat antusias untuk kompetensi olahraganya?"

Apakah Yihyun buta? Apakah dia tidak melihat ada satu orang yang keberatan di antara barisan trainee? Maehwa menghela napas. Ini bukan waktunya mengumpat.

"Sepertinya ada beberapa orang yang sudah menebak jenis perlombaannya."

"Apakah itu lomba lari estafet?"

Yihyun menyeringai, menjentikkan jari. "Bingo! Ronde pertama adalah lomba estafet! Kalian sebaiknya menaruh pemain terbaik kalian di nomor yang bijak untuk mencapai finish."

Muka Maehwa semakin bete. Ronde katanya? Ternyata gamenya lebih dari satu.

Seluruh trainee seketika sibuk memilih para pemainnya, tak terkecuali tim Maehwa.

"Yang perlu kita perhatikan di sini adalah timnya Jinyoung dan Kangsan mengingat anggota mereka cenderung atletis."

Lantern mengangkat tangan. "Apa aku boleh pelari pertama? Aku tidak janji bisa menang, tapi aku akan berusaha."

Haedal menggangguk. "Kalau begitu pelari yang kedua Do-Woo, ketiga aku, keempat Song Kyo. Lalu terakhir Maehwa."

"Tunggu, apa? Kenapa aku yang terakhir?" Bisa-bisanya mereka memutuskannya seperti itu; memberi beban pada Maehwa.

"Lihat lawan kita, Maehwa. Mereka meletakkan semua pemain berbakat di nomor satu dua dan tiga. Kau tak perlu harus memenangkan lomba ini. Kau hanya perlu mengerahkan semua yang kau punya. Itu baru setimpal."

Sisa percakapan berlangsung cepat. Trainee bersiap di tempatnya masing-masing, saling tersenyum percaya diri. Jinyoung lebih-lebih, mengajak Kangsan untuk berduel. Kangsan mengangguk, tidak berniat kalah.

"Kalian siap? Bersedia... MULAI!"

Lima pelari awal meninggalkan garis start dengan cepat. Maehwa berseru takjub melihat Lantern berhasil mengeimbangi Jinyoung dan Kangsan, duo monster berotot itu. Padahal dia tidak berpostur tubuh atletis.

Jangan-jangan dia seorang PMK  (pecundang yang menyembunyikan kekuatannya) lagi.

Tongkat sudah berpindah ke pelari kedua.

Maehwa menoleh ke Ha-yoon di sebelahnya. Pria itu bukannya melihat anggota timnya, malah sibuk memperhatikan sekeliling. Apa yang dia cari? Ada seseorang di sini?

Tongkat sudah berpindah ke pelari tiga.

Maehwa ikut menolehkan kepala. Tidak ada siapa-siapa yang menyusup ke sini. Kecuali dia nekat melawan si penjaga beruang itu.

Tongkat sudah berpindah ke pelari keempat.

Tidak! Ini bukan waktunya memikirkan hal ini. Giliran Maehwa hampir dekat. Para pelari kelima juga sudah siap untuk berlari.

Di zaman Im Rae sekolah dulu—SUDAH CUKUP! Tidak usah pakai flashback lagi!

"Maehwa, kuserahkan sisanya padamu!" seru Kyo Rim dengan napas tersengal, menyerahkan tongkat kuning itu ke Maehwa.

Maehwa mulai menyusul beberapa pelari yang sudah menerima tongkatnya lebih dulu. Dia tidak percaya diri karena tidak pernah menang setiap mengikuti olimpiade olahraga antar sekolah, tapi dia akan berusaha. Setidaknya agar Maehwa tidak terlihat pasrah selagi teman-temannya sudah berjuang.

"Ayo, Maehwa! Semangat!"

Jinyoung menyikut lengan Jun-oh. "Kenapa kakak malah dukung tim lain sih?"

Jun-oh menyeringai. "Tak ada salahnya, kan?"

Sial! Baru setengah jalan, Maehwa sudah mulai kelelahan. Ayolah! Dia bahkan belum berhasil menyusul Ha-yoon. Anak itu cepat sekali larinya, mungkin karena efek stres. Orang-orang kalau sedang tertekan, yang bisa meredakan hal itu adalah waktu, berteriak, atau berlari sekencang-kencangnya.

Tidak. Maehwa takkan menyerah. Walau jantungnya mulai terasa panas hendak meledak dan kakinya kesakitan, dia akan menang! Kapan lagi bisa menang lomba lari.

Ise mengepalkan tangan. "Ayo, Maehwa!"

Yihyun menatapnya sinis. "Hei, kau harus adil ke seluruh trainee. Jangan pilih kasih."

Do Woo tersenyum lebar. "Lihat! Kak Maehwa berhasil menyusul Kak Ha-yoon!"

Tanpa perlu diberitahu Haedal, Kyo Rim, dan Lantern juga melihatnya. Sepertinya Maehwa bertekad untuk menang.

Garis finish tepat di depan mata. Jarak saat ini; Maehwa dan Ha-yoon bersebelahan.

Tinggal sedikit lagi... Ayolah!

Ha-yoon tersentak. Maehwa mendahuluinya. Dia ikut menambah kecepatan. Dua tangan terjulur menyentuh garis putih membentang.

Tapi ada yang lebih cepat.

"Jangan lupakan kontingen yang lain ya~"

Pemenangnya bukan Ha-yoon ataupun Maehwa, melainkan tim tiga. Mereka benar-benar lupa kalau tidak hanya mereka yang ikut kompetensi ini karena terlalu fokus.

Ha-yoon melongo. Maehwa lebih melongo.

Setelah sadar dirinya kalah, Maehwa pun rebah ke lapangan berdebu.

Haedal mendekati Maehwa. "Kau tidak apa-apa, Maehwa? Itu nyaris saja. Kau sudah berusaha sekuat yang kau bisa."

"Sepertinya... aku sudah tidak lama lagi..."

"KAK MAEHWA! JANGAN BERKATA BEGITU!"

Maehwa menatap wajah rekan timnya yang memandangnya khawatir. "Kuharap... kalian bisa menang dan debut tanpaku..."

Dan Maehwa pun pingsan.

"TIDAK! MAEHWA! BANGUN! JANGAN PINGSAN DI SINI! KAMI YANG MALU DILIHATIN!"

Jun-oh menghela napas, menghampiri tim empat yang mendramatisir keadaan. Dia mengeluarkan sebuah konsol game lantas mendekatkan benda itu ke hidung Maehwa.

Maehwa melek. "GAME?! Berikan padaku!"

Lengang sejenak.

"Aku boleh mukul dia nggak sih?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top