Chp 124. Tuan Kucing yang Tampan
Sore itu cuaca kurang bersahabat.
Memang tidak ada tanda-tanda akan turun hujan, tapi angin bertiup kencang dari siang. Matahari hanya mengintip dari balik awan, tidak berniat menampakkan diri.
Akan tetapi...! Cuaca berangin tidak menyurutkan suasana studio TSP1. Halaman studio sesak oleh penggemar yang entah kenapa ada campuran orang asing.
Salah satunya gadis berambut putih yang kebingungan di depan loket tiket itu.
"Kak Sang-Hee tidak bisa datang kali ini," kata Yeosu sambil menatap layar ponsel, menghela napas. "Dia punya dinas ke luar negeri dan meratapi nasib tidak bisa menonton Evaluasi Konsep secara live. Dengar, dia memberiku vn suara isakan. Kak Sang-Hee pasti sangat ingin menonton bersama kita. Kasihan dia hikss!"
Ya ampun, kenapa mereka berdua lebay sekali? Lagi pula pertunjukan hari ini akan ditampilkan di episode sebelas.
Narae bersyukur dirinya fans yang normal. Dia ingin menyukai Maehwa secara normal, tidak gila seperti kawannya.
"Tapi sebagai gantinya dia akan membeli tiga pack clover kuning untuk Tuan Wintermoon kita!" seru Yeosu lagi. "Kita juga harus membantu Maehwa, Narae. Tanpa kita, Maehwa tidak bisa mencapai puncak. Kita bagaikan tangga untuknya!"
"Aku tahu. Aku membelinya tadi malam."
Tak ada percakapan lagi. Mereka membaur dengan antrian. Pemeriksaan tiket masuk.
"Ngomong-ngomong kau sudah baikan dengan ayahmu?" tanya Narae.
Bukan karena apa. Yeosu menumpang di rumahnya tiga hari terakhir karena bertengkar hebat dengan sang ayah. Tidak bermaksud mengusir, Narae hanya khawatir pada ibu dan kakak Yeosu yang terus menanyakan kabarnya.
"Ayahku itu... aku benar-benar tidak mengerti pola pikirnya. Perjodohan muda antar dua keluarga? Ayolah! Kita sudah hidup di zaman modern. Dan aku tidak mau kebebasanku direnggut. Aku masih mau bermain denganmu, menikmati masa-masa remaja serta kehidupan sekolah, dan pergi menonton Maehwa seperti saat ini."
"Misalkan kalau calon tunanganmu adalah Maehwa, apa kau masih menol—"
"Aku akan menikahinya detik itu juga," sela Yeosu, memasang wajah serius.
Narae hampir saja kelepasan mengumpat 'anak setan' kalau saja mereka tidak mendengar obrolan di konter pembelian tiket. Tampak seorang cewek rambut putih sebaya dengan mereka kesusahan memahami perkataan penjual tiket.
"Hmm?" Yeosu mempertajam telinga. "Bahasa Jepang? Hei, sepertinya dia fans dari Jepang. Kita samperin yuk! Mana tahu dia juga Wintermoon seperti kita."
Narae menoleh ke gerbang yang masih tertutup, mengangguk setuju. Mereka berdua mendekati si cewek Jepang itu.
"Permisi, apa ada masalah?"
Mata Narae terbelalak, menatap Yeosu kaget. Eh, hei, dia bisa berbahasa Jepang?! Walau gila dan maniak Maehwa, Yeosu tergolong murid pintar di jelas.
Itulah mengapa dia dijodohkan. Gadis berpendidikan dan pria berwibawa. Hmm, kombinasi yang cocok. Tapi mau bagaimana lagi? Yeosu tidak tertarik pada pria mana pun kecuali dia sekelas Maehwa.
Pecinta kpop akan susah mencari pasangan hidup karena selera mereka ketinggian.
"Kami tidak punya translator bahasa Jepang. Apa anda mau membantu kami, Gadis Muda?" tanya si pegawai.
Yeosu tersenyum. "Serahkan padaku." Dia menoleh ke cewek rambut putih. "Kau ingin membeli tiket masuk? Pertama-tama kau harus menukar mata uangmu ke won."
Narae menunggu Yeosu selesai menolong gadis malang itu, menatap jam tangan. Lima menit lagi gerbangnya akan dibuka.
"Arigatou, aku tertolong."
"Tidak apa-apa," sahut Yeosu menyengir. "Kau ingin menonton siapa?"
Dia menangkup wajahnya menggunakan rambut, malu-malu. "A-aku penggemar Han Maehwa," gumamnya nyaris berbisik.
Narae langsung mendengus karena Yeosu mengeluarkan api semangat perjuangan. Dia selalu bersikap hiperbola ketika bertemu sesama fans Maehwa.
"Selamat datang di partai Wintermoon! Perkenalkan, nama saya Kim Yeosu. Ketua fansite Maehwa. Dia adalah wakilku, Park Narae." Yeosu mengulurkan tangan. Tampangnya seperti orang kantoran sedang mempresentasikan kerjaannya.
Narae hanya tersenyum tipis.
"Siapa namamu, wahai Wintermoon baru?"
"Namaku Verdandi. Salam kenal."
Yeosu mengernyit. "Verdandi? Tunggu..." Dia ingat sekarang. "Kau fanatik yang menyepam tiap postingan yang membahas Maehwa?! Ternyata kau orang Jepang heh!"
"Kenapa kau tahu... Jangan-jangan kau pengguna 'myflowermaehwa'?! Apa maksudmu mengklaim Maehwa milikmu, hah?! Dia itu suamiku di masa depan!"
"Jangan ngaco ya anda! Akulah istrinya!"
Narae mendesah, tersenyum pasrah. Dia pikir dia akan bertemu penggemar yang normal, ternyata kembaran Yeosu.
Narae pun melangkah ke studio begitu gerbangnya terbuka, meninggalkan Yeosu dan Verdandi yang senantiasa berdebat.
.
.
Maehwa masih di asrama Scarlett. Jun-oh dan Geonwoo sudah berjuang sekuat tenaga untuk membangunkannya, namun dia tidur seperti orang koma. Jadilah mereka menyerah dan berangkat ke studio lebih dulu. Tim mereka mendapat giliran nomor dua terakhir. Banyak waktu tersisa.
Danyi pun terpaksa turun tangan.
Maehwa keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah, menatap masam layar pop-up di udara. "Cih, masih di sini rupanya. Biasanya kau sok sibuk." Dia dendam pada Danyi yang menyiramnya pakai air dingin di tengah-tengah enaknya bermimpi dapat item game legendaris.
[Saya khawatir anda tidur lagi. Mau jadi idol macam apa anda? Idol kerbau?]
Maehwa mencibiri Danyi, beralih menatap pengering rambut di meja Jun-oh. Dia menoleh ke kamar yang kosong.
"Jun-oh! Aku pinjam hairdryer-mu ya! Iya, ambil saja. Jangan sungkan. Oke, makasih!"
Suara mesin pengering rambut menemani Maehwa yang sendirian di kamar. Semua rekan timnya telah pergi ke studio.
"Tapi Danyi, aku penasaran. Sampo apa yang kau berikan padaku? Baunya harum sekali," tanya Maehwa mengusir hening.
[Ekstra sari bunga maehwa. Kalau ada yang penasaran produk yang anda pakai, takkan ada yang menjualnya di sini karena kami menambahkan beberapa minyak yang hanya dijual belikan di dunia kami.]
"Memang bunga maehwa seharum ini?" Pria itu menyentuh rambutnya, lalu mengendus tangannya. Tuh kan! Wangi!
[Begitulah. Ngomong-ngomong Maehwa, ada yang ingin saya katakan...]
"Hmm? Ada apa?"
[Ah, tidak jadi. Cepatlah ke studio!]
Ya, mungkin Danyi salah lihat waktu itu. Tidak mungkin Im Rae masih hidup. Kan dia sudah menjadi Maehwa di sini.
*
Apa yang paling Maehwa sesalkan dalam hidupnya? Yaitu membuka pintu ruang hias dan melihat anggotanya tengah setengah telanjang. Mereka melirik Maehwa sekilas, sebelum lanjut mengganti pakaian.
"Akhirnya kau datang juga, Maehwa. Kau tidur atau berlatih mati suri sih? Susah banget dibangunin," omel Jun-oh melangkah ke tempat Maehwa yang menutup mata. "Hei, kenapa denganmu?"
"Melindungi kesucian mataku."
Sial, Maehwa iri melihat badan Jun-oh yang kekar dan berisi. Tidak hanya dia, badan anggota tim APONA yang lain juga sama bagusnya. Ruangan itu seperti diisi oleh roti sobek membuat Maehwa kenyang.
Look at them. Look at their sturdy bodies!
Then there me? I have nothing!
Maehwa menepuk perutnya yang tepos, ingin kabur dari sana tapi dia harus menghadapi realita yang menyakitkan. Oh Tuhan! Ini siksaan batin sesama pria.
[Kenapa anda iri? Bukankah anda sendiri yang merancang tubuh Han Maehwa mungil seperti itu? Terima lah kenyataannya.]
"Ya mana aku tahu kalau keren melihatnya secara langsung. Mending kau enyah deh."
Salah paham. Ucapan Maehwa itu tertuju pada Danyi, namun Jun-oh terlanjur mendengar. Emot telinga anjing keluar dari kepalanya, menunduk murung. "Begitu ya? Maehwa, kau tidak nyaman aku di dekatmu? Ya sudah deh, aku izin pamit dulu..."
"Tunggu, Jun-oh! Aku tidak sedang membicarakanmu!" jelas Maehwa panik. Dia duduk di kursi. "Lupakan itu. Benda ini dari tadi menarik atensiku!"
Jun-oh menatap benda yang ditunjuk Maehwa. "Oh, kita akan mengenakannya."
Ekspresi Maehwa berubah horor. "Hah? Apa? Kita akan memakai kalung choker?"
"Yaps. Kan kau yang mengusulkan konsepnya. Kita akan menjadi Tuan Kucing yang Tampan. Dan kau, Maehwa, kau akan memakai kalung yang ada loncengnya mengingat kau adalah center tim."
"Jangan bercanda! Aku bukan kucing!"
***TBC***
Magic Idol Cafe
Maehwa memasuki ruang temu antara MC dengan sang author. Dia tersentak menatap Kafu tengah minum teh bersama seseorang. Itu kakaknya, Watson Dan!
"Kau terlalu lama bermain di sini. Kapan kau akan melanjutkan kasusku?"
Kafu menopang dagu. "Entahlah, Wat. Sejak aku menulis Misteri Hermesate, aku mencurahkan seluruh kemampuan otakku hingga aku tidak bisa menulis misteri yang berat-berat lagi. Kamu bersabar yah?"
Watson menghela napas panjang. "Seharusnya kau tidak membuat kasus pembunuhan berantai. Lihat, sakit kepala kan jadinya. Ya sudah, aku pergi dulu. Ng?"
Watson bersitatap dengan Maehwa.
"H-halo, Kak," sapa Maehwa kikuk.
Dia hanya melirik Maehwa lewat ekor mata. "Ya," balasnya dingin sekali, lantas pergi meninggalkan tempat itu. Meninggalkan Maehwa yang mematung syok.
"ANJIR?! Dingin banget dia?! Aku jauh lebih tua darinya!" gerutu Maehwa.
"Dia memang begitu," kata Kafu santai.
"Sombong banget sih!"
"Sabar, Maehwa. Watson kakakmu memang punya karakter dingin. Meski begitu dia super genius. Kalau dia mau, dia bisa menemukan pelaku pembunuhan dirimu."
"Aku sudah tahu motifnya," celetuk Watson ternyata belum pergi. "Masalahnya sangat sederhana. Im Rae, kau dibunuh karena—"
Kafu melempar sesuatu hingga pintu tertutup. "Jangan spoiler kau."
"Dia benar-benar genius?"
"Yep. Hukum, polisi, medis, detektif, forensik, psikologi, semuanya, dia punya berbagai pengetahuan di kepalanya. Anyways, kita teralihkan. Kalo kau datang ke sini, pasti ada yang ingin kau tanyakan."
"Tumben double up."
Kafu menghabiskan baksonya. "Ada perasaan janggal saat aku menulis bagian Im Rae. Yah, susah dijelaskan."
"Kau gak berencana membuatku menderita lagi, kan?" Maehwa memicing.
"Bahkan masalah yang akan kau hadapi di Evaluasi Debut lebih parah dan dark."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top