Chp 112. Tolong Bantu Aku, Mentor

ACCORDING TO THE JUDGEMENT OF ⭐THE ORATRICE MECANIQUE D'ANALYSE CARDINALE⭐ Kalian dinyatakan bersalah karena tidak memberi LIKE dulu sebelum mulai membaca. ༎ຶ ͜ʖ ༎ຶ

Perkataan Haedal berhasil memicu atmosfer dingin di ruang latihan. Ketika dua orang sepakat menunjuk Eugeum sebagai vokalis utama, Haedal memiliki pandangan berbeda.

Maehwa menatap Haedal tertarik. Apa yang membuatnya berpikir suaranya lebih bagus daripada Eugeum? Sepertinya dia tipe yang menilai dari kemampuan, bukan status.

Kyo rim memperhatikan anggota timnya yang canggung. Dingin sekali di sini. Kyo rim butuh mantel. Haruskah dia turun tangan?

Eugeum bersedekap. Ekspresinya tembok, namun dia mendengarkan pendapat timnya. "Kenapa kau berpikir demikian? Kuharap kau sadar, jika keyakinan tidak lagi berguna untuk bertahan di acara ini. Kau membutuhkan keterampilan yang pasti dan kau harus bisa, tidak, wajib bisa melakukannya."

Haedal tersenyum, tidak terintimidasi dengan aura Eugeum—anak itu memang punya kepribadian dingin sejak awal dan hanya berbicara saat-saat penting saja.

Tapi bukan berarti dia karakter troll seperti Daejung dan Hangang. Eugeum ingin debut, jadi dia akan melakukan yang terbaik tak peduli jika dia dipanggil berhati kejam.

"Dengarkan aku dulu. Vokalmu memang tidak diragukan lagi. Suaramu menembus udara dan menyegarkan seperti kola. Kau mempunyai ciri khasmu sendiri. Tapi vokal Maehwa berbeda. Vokalnya jernih seperti auman paus di kedalaman laut dan itu membuat siapa pun yang mendengarnya merasa terbuai.

"Nah, elemen pada lagu ini membutuhkan teknik vokal yang hangat berirama cahaya seperti suara milik Maehwa. Jika vokalmu melambangkan musim panas yang identik dengan kesegaran, maka vokal Maehwa melambangkan musim dingin dan kelembutan.

"Makanya menurutku dia cocok jadi vokalis utama. Jangan tersinggung ya, Eugeum. Aku hanya menyampaikan saranku agar kita bisa membuat panggung mengagumkan dengan mengutamakan solidaritas. Semakin erat kerjasama tim, hasilnya akan memuaskan!"

Lengang sejenak. Diskusi ini buntu.

'Begitu perspektifnya terhadap suaraku?' Maehwa membatin, sedikit malu dikritik terang-terangan seperti itu.

Eugeum mengelus dagu, mengangguk. "Kau benar. Kita harus memikirkan elemen utama pada lagu. Baiklah, aku akan jadi sub vokalis."

Maehwa ternganga. Eh? Disetujui semudah itu? Ternyata Eugeum punya jiwa kooperatif.

Kyo rim menepuk tangan, mengambil alih percakapan. "Kalau begitu aku sub vokalis kedua deh. Bagaimana dengan kalian, Bang Wool, Jiyan, dan Haedal sendiri?"

"Aku mau jadi rapper utama sih, tapi..." Haedal tersenyum menatap Jiyan yang terlihat ragu bersuara. "Aku yakin ada seseorang yang menginginkan posisi itu."

"T-tidak apa jika kau mau jadi rapper utama. Kemampuanku tidak sejago itu..."

"Hei, hei, kenapa pesimis begitu? Aku tidak keberatan jadi sub rapper kok. Kalau kau menginginkan sesuatu, maka berusahalah untuk mendapatkannya ketika kau telah menerima peluang. Jangan sia-siakan kebaikan orang. Kita manusia tidak bisa..."

Haedal malah ceramah. Semua orang terpaksa mendengarkan, termasuk Eugeum. Dia bersedekap dengan ekspresi kalem.

Maehwa bergumam dalam hati. Dain benar. Tidak semua peserta pelatihan berwatak brengsek. Baguslah jika diteruskan seperti ini...

"Selanjutnya, siapa yang mau jadi Center?!"

Semua orang mengangkat tangan.

Maehwa tarik ucapannya barusan. Iya, ya. Bagaimanapun ini adalah kompetensi. Mengalah soal bagian boleh, tapi soal menjadi center grup, adalah cerita yang berbeda.

***

Malam hari, di gedung khusus instruktur dan kru produksi, terlihatlah Ise keluar dari kamar Gallagher dengan muka cemberut.

Gallagher bercerita, lebih tepatnya memamerkan jika suaminya juga menyukai trainee favorit Gallagher yakninya Choi Kangsan dan membeli banyak clover untuk anak itu. Sungguh menyenangkan rasanya menikah dengan sosok yang satu frekuensi.

Sementara suami Ise, pria itu langsung memakai jurus menghilang kala Ise mulai membicarakan hal-hal berbau kpop atau tentang pekerjaannya di Scarlett. Pria itu alergi terhadap pemuda berondong yang memakai pakaian ketat untuk mencuri hati wanita. Eww, itu tidak sesuai seleranya.

"Cih! Dia tidak tahu betapa menyenangkan melihat anak-anak muda tumbuh meraih mimpinya!" omel Ise selagi menyusuri lorong sambil memeluk kedua lengan.

Udara malam terasa dingin dan Ise hanya memakai gaun tipis selutut. Seharusnya Ise menolak ajakan minum teh Gallagher kalau dia tahu siasat wanita itu.

"Sial, dingin sekali. Aku harus cepat-cepat masuk ke selimut..." Kalimat Ise menguap demi melihat satu penampakan misterius mondar-mandir di depan kamarnya.

Astaga, astaga. Siapa itu? Maling? Apa yang dilakukan para keamanan sih, membiarkan orang luar menyusup ke gedung ini.

Tidak masalah! Suami Ise adalah seorang polisi dan dia diajarkan satu dua teknik bertarung. Kebetulan, sosok misterius itu belum menyadari kehadiran Ise. Langsung kunci pergerakannya dan panggil keamanan...

Angin kencang tiba-tiba bertiup mengembus keduanya. Tudung hoodie sosok itu terbuka, menampilkan surai biru yang menawan.

Ise cegukan. "M-Maehwa...?" Sial. Sampo apa yang dia pakai? Wangi sekali.

"Ah, anda di sini, Mentor."

Ise berdeham, menyalakan mode profesional padahal dalam hati sedang mengutuk karena penampilannya tidak ciamik sama sekali di depan trainee kesukaannya. Gaun tidur dan harnet berantakan. Dia malu banget!

"Apa yang kau lakukan di sini, Maehwa? Kurasa kau sudah melihat papan batasan asrama trainee dan asrama instruktur. Peserta pelatihan dilarang datang kemari."

"Maaf mengganggu anda malam-malam, tapi saya butuh bantuan anda, Mentor."

Cahaya bulan menyinari kolam kecil di lapangan dan pantulannya menembak ke arah wajah Maehwa membuat mata merahnya terlihat bersinar seperti permata.

'Mati aku. Kenapa dia semanis ini sih? Anak ini makan apa sampai jadi semanis ini? Dan kadar kemanisannya sungguh mematikan.'

Profesional! Harus profesional! Ise berusaha memasang wajah serius, mengusap-usap lengan untuk memunculkan sensasi hangat. "Bantuan seperti apa yang kau butuhkan?"

"Sebelum itu..." Maehwa melepaskan jaketnya menyisakan hoodie hitam polos, menyelimuti Ise yang tersentak kaget. "Malam ini dingin. Anda bisa masuk angin kalau pakai baju setipis itu. Perhatikan kesehatan anda."

"Kau pengertian juga, huh," kata Ise cuek bebek. Kontras dengan hati dan logikanya yang sedang tarik tambang supaya tali kewarasannya tidak hilang. Ingatlah, Ise sudah punya suami dan dua anak di rumah.

"Saya ingin minta bimbingan mentor. Saya mengalami kesulitan karena vokal saya tidak mau berkembang," kata Maehwa pelan.

Ya, dia memutuskan akan meningkatkan nyanyiannya tanpa bantuan sistem (untuk saat ini) karena Maehwa pikir, mendapatkan tanda tangan Song Ina akan sangat sulit dan kompleks tantangannya. Jadi dia berinisiatif belajar dengan sungguh-sungguh.

"Tentu aku menyadari itu. Untuk apa lagi kau mendatangiku malam-malam begini kalau bukan demi pelajaran vokal tambahan?" Ise merapikan anak rambutnya ke telinga. "Baiklah, mumpung moodku lagi bagus, aku akan memberi les vokal private kepadamu. Kau beruntung karena aku tidak pernah sebaik ini pada peserta pelatihan. Ayo masuk."

Mana mungkin Ise mengabaikan anak kucing malang menggemaskan seperti Maehwa?! Ditambah dia meminta tolong baik-baik. Ditambah dia sangat sangat sopan.

"Terima kasih, Mentor," kata Maehwa. Dia diam-diam mengepalkan tangan senang.

Misi membujuk mentor vokal sukses.

Tidak sia-sia Maehwa bermain Game Otome di masa lalu sampai frustasi dan begadang. Sekarang ada manfaatnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top