51* Flying Ceremony
Kemarin, Tuan Alkaran merendahkan dirinya sekali lagi padaku untuk membangun Pohon Neraida baru sebelum Gejala Kelumpuhan Sayap datang dan menyakiti peri-peri Fairyda lagi. Aku mengibaskan tangan merasa tidak enak, bilang beliau tak perlu risau karena itu sudah menjadi tugasku pemilik Swift Growers.
Akan diadakan festival meriah bernama Upacara Terbang besar-besaran dimana seluruh peri Fairyda dan Blackfuror... Oke, karena mereka sudah tobat habis 50 jam dikhobathin sama Madam Tethys, eks musuh kami merubah namanya menjadi Fairyas.
Baiklah, sampai di mana penjelasanku tadi? Oh! Upacara Terbang. Ekhem! Begini, untuk merayakan pemilihan Pohon Neraida baru apalagi sudah bukan duplikat lagi, kami akan terbang ke langit setinggi 100 meter lalu menaburkan ratusan bunga warna-warni yang segar habis dipetik dari kebun. Itu pasti indah.
Ah, benar juga. Bukan kami, tapi mereka.
"Eh, Sina. Kalau aku membuatkan Pohon Neraida yang asli, itu berarti kita sudah bisa terbang ke mana pun, kan? Apakah kita juga bisa mencapai Sabaism?" tanyaku saat aku, Sina dan Sebille memetik bunga di taman.
"Tidak segampang itu, Dandi. Selain berapa jauh istana megah itu, Sabaism juga memiliki penghalang. Hanya orang-orang penting dan mereka yang punya khas identik Sang Dewa saja nan mampu menembus selaput pelindung Sabaism. Itulah kegunaan Sayap Malaikat." Sebille yang menjelaskan karena Sina fokus ke sekitar, tolah-toleh mencari seseorang.
"Kau kenapa sih, Sina?"
"Oho!" Sebille menunjuknya dengan ekspresi cemooh. "Kau tahu, Dandi? Sina sudah menunjukkan gelagat jatuh cinta. Dia selalu salah tingkah ketika nama Liev tak sengaja disebut. Ufu, manisnya. Dari benci jadi cinta."
"Duh, bukan begitu. Aku sedang... cari Rinvi tahu! Tadi dia nitip pesan padaku ingin bicara denganmu, Dandi. Siapa juga yang tertarik sama Liev. Dia itu cowok menyebalkan. Yah, tak semenyebalkan orang yang kau suka."
"Semakin kau mengelak, semakin benar fakta itu. Dan jangan bawa-bawa Parnox deh."
Tanganku berhenti mengotes bunga demi bunga. Rinvi mencariku? Setelah perang besar berakhir, aku tidak punya kesempatan berbicara empat mata dengannya karena dia sibuk membuat Segel Druid pada peri Fairyas.
"Kalau begitu aku pergi dulu."
*
Tidak sulit menemukan Rinvi. Dia pastilah berada di perpustakaan. Gee keluar dari sana, habis membicarakan sesuatu dengan Rinvi. Kami saling melempar senyum sebelum aku masuk ke dalam. "Hai, Keturunan Klan Druid!"
"Dandi, jangan menggodaku deh. Rinvi saja."
Aku menyengir. Rinvi terkenal di Fairyda dan Fairyas berkat kemampuan segelnya.
Aku pun duduk di salah satu kursi. "Jadi, kenapa? Kudengar kau mencariku. Apakah ini ucapan terima kasih aku telah menolongmu perihal perang besar? Santai saja, Rinvi. Kau temanku. Tentu saja aku harus membantumu."
"Itu satu. Dan," Rinvi menatapku murung. "Tentang sayapmu. Aku turut sedih, Dandi. Bagaimanapun kau seorang peri... Semua orang merasa bersalah karena kau berkor—"
"Sssttt! Aku sudah banyak mendengar kalimat itu dua minggu terakhir. Tidak apa, tidak masalah. Toh, aku tidak mengecil. Aku sehat, aku baik-baik saja. Masih ada Ondina. Aku bisa terbang bersamanya." Lagi pula usai menumbuhkan Pohon Neraida baru, aku takkan berada di sini lagi. Aku akan pulang ke duniaku, Bumi. Tidak ada yang patut disesali.
Obrolan kami diinterupsi oleh suara Tanny. Tampak Tanny menyusuri lorong koridor dengan Kala. Sepertinya mereka ingin ke sini.
Aku menopang dagu, menggerutu. "Mereka sebenarnya punya hubungan apa sih? Deket banget. Tanny tak tahu apa, Cleon suka dia. Padahal peri yang menemukannya Cleon."
"Jangan cemburu, Dandi."
Beberapa detik setelah aku mengatakan itu, kepalaku tertoleh menatap Rinvi ingin tahu. "Ada satu hal yang membuatku penasaran. Siapa yang menemukan Kala? Bagaimanapun dia harus pura-pura jadi peri pemula untuk menyembunyikan identitas aslinya."
Rinvi mengulum senyum. "Ketua Parnox."
Tawa kami meledak. Itu informasi baru yang lucu. Apa, apa, Parnox peri penanggung jawab Kala? Itu tak pernah terbayangkan olehku.
Maksudku, mereka ini sama-sama orang kuat lho. Tidak mungkin orang kuat bertanggung jawab dengan orang kuat pula. Apalagi watak mereka berdua tak cocok sama sekali. Parnox yang sinisan dan Kala es krim minim emosi. Mereka perwujudan Tom-Jerry versi peri dan penyihir. Aku tidak bisa berhenti ngakak.
"Apa yang lucu?" Kala bersedekap, menatap datar. Dia dan Tanny berpisah di pintu masuk karena Tanny ingin kembali ke kamarnya.
"Tidak ada," jawab Rinvi berhenti tertawa.
Aku memparodikan meme wajah Sigma. Lihat Rinvi, begitu hormat pada penyelamatnya.
"Verdandi! Verdandi! Ke Aula Putih sekarang!"
Aku menoleh ke jendela. Suara ini... Mini?
*
Mini melipat tangan ke dada. "Jadi kau mengorbankan sayapmu agar tidak ada peri asli yang kehilangan sayap. Kau membuat pilihan mulia, Dandi. Aku tak menyangka."
Aku mengerucutkan bibir. "Kau kesekian yang mengatakan itu. Ayolah, masih ada topik lain. Tidak harus soal sayapku yang hilang. Aku mencoba move on. Jangan ungkit lagi dong."
"Bagaimana perasaanmu akhir-akhir ini?"
"Yah, damai. Alam sekitar tak lagi berbicara padaku. Eh, Mini, Gelembung Gnosia sudah pecah kan. Kenapa kekuatan keduaku tidak kembali? Jangan-jangan ikut hilang dengan sayapku. Natural Converse sangat berguna."
"Itu mungkin karena Amaras sendiri yang langsung mengendalikan Gnosia untuk menyerap kemampuanmu. Natural Converse terkunci di Nimbus Ring-nya. Kalau dia sudah dapat pencerahan nanti, dia pasti akan memulangkan apa yang menjadi milikmu. Lagi pula dia takkan tahu cara memakainya."
"Kalau begitu dia tahu dong kalau aku..."
"Tenang saja. Serahkan padaku. Aku akan sedikit mengotak-atik ingatannya. Takkan ada yang tahu kau seorang Double Power."
Aula Putih diam sejenak. Sampai akhir Mini tetap enggan mengumumkan kehadirannya.
"Menurutmu apakah Amaras bisa sadar?"
"Entahlah. Amaras hanya ingin seseorang mengerti tentang tujuannya, namun Tuan Alkaran tidak ingin mengkhianati Klan Peri. Akan butuh waktu cukup lama bagi mereka berdua untuk berbaikan seperti sedia kala."
*
Finally, hari yang ditunggu-tunggu oleh Fairyda dan Fairyas datang juga. Hari dimana mereka akan kembali terbang bebas ke mana pun mengelilingi dunia. Ini hari yang spesial.
"Semua pak bunga sudah selesai, kan?"
"Sudah, Madam Shayla!" Sebille hormat.
Wakil Siofra melirik Parnox yang baru saja sampai. "Kau bisa membuat pengumuman sekarang, Parnox. Kumpulkan seluruh peri di depan Pohon Neraida. Acara akan dimulai."
Parnox mengangguk. Tubuhnya menghilang.
"Semangat, Verdandi!" seru Sina dan Rissa.
"Kami bergantung padamu," ucap temanku yang lain. Mengirim selusin semangat padaku.
Ajaib! Dalam waktu sepuluh menit, lapangan hijau seketika sumpek oleh peri yang ratusan jumlahnya. Malahan mereka lebih dulu tiba di sana sebelum Parnox mengumumkan perintah dari Wakil Siofra saking tidak sabarnya.
Aku izin sebentar ke kamar untuk mengambil karet gelang. Saat ingin menguncir rambut panjang yang merepotkan, Mini muncul mencegahku. "Tidak usah diikat, Dandi. Kau lebih cocok dengan rambut tergerai. Aku yakin bukan aku saja yang berpikir demikian."
"Terima kasih," kataku sedikit tersipu.
Aku membuka pintu kamar. Terlihat Kala parkir di depan rumahku sama sapunya, berdiri sembari bersedekap. Satu alisku naik. Ngapain dia di sini? Apa dia menungguku?
Kala menatapku. "Butuh tumpangan?"
Aku mengerjap, tersenyum, mengangguk.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top