42* After That Stories
Aku duduk termenung di kamarku.
Tadi di lapangan, setelah Tuan Alkaran menceritakan kisah masa lalunya dengan Amaras, tidak ada satu pun yang membuka mulut. Lebih tepatnya berat untuk bertanya. Parnox pun membubarkan barisan. Meski tampak tegar, aku tahu dia juga terpukul.
Amaras berambisi naik ke Sabaism untuk meminta pada Sang Dewa menciptakan Klan Malaikat. Tujuan yang terdengar gendeng, namun Amaras serius dengan misinya itu.
Persahabatan yang hancur karena salah paham. Yang satu berniat meredakan emosi, yang satu lagi keras kepala mau menuntaskan misi apa pun yang terjadi. Amarah memang sebuah petaka nan melahirkan racun berbisa.
Lalu... Aku beranjak bangkit, menatap Pohon Neraida yang hanya tersisa batang dan ranting, beralih menatap telapak tangan.
"Tuan Putri Stella, kandidat kuat pemimpin Klan Peri. Sosok yang membuatkan Pohon Neraida. Sisa-sisa kekuatannya tertinggal di portal lalu merasuki tubuhku. Membuat Swift Growers kekuatan mitos menjadi nyata..."
Aku menghela napas pendek. Entah harus bersyukur telah mendapat kekuatan ini atau harus merutuki nasib karena menjadi harapan Subklan Fairyda untuk menyelamatkan Pohon Neraida. Perasaanku bercampur aduk.
TOK! TOK! TOK!
Berhenti gundah gulana, aku membukakan pintu. Ternyata teman-temanku. Aku menaikkan satu alis ke atas. Kenapa mereka memandangku seperti itu? Tatapan khawatir.
"Kenapa?" Aku bertanya kikuk, gugup dengan cara Sebille dan Rissa memandangiku.
"Kau baik-baik saja, Dandi? Kami cemas kau tertekan setelah mendengar cerita barusan. Tadinya aku ingin meminjam kekuatanmu dan membantu meringankan bebanmu, namun Parnox bilang, hanya Swift Growers asli yang harus menumbuhkan Pohon Neraida."
Sina melangkah masuk ke dalam kamar, merangkul bahuku. "Dandi temanku sayang, kalau kau merasa stres oleh tanggung jawab, jangan sungkan membaginya. Jangan dipendam. Kami siap menjadi bahu untukmu."
"Terima kasih. Aku baik-baik saja, jangan khawatir." Mereka benar-benar kumpulan peri baik. Aku harus membulatkan tekad.
Aku harus bisa memperbaiki Pohon Neraida setelah perang besar selesai. Harus.
*
Meski setengah pertanyaan di kepalaku sudah terjawab oleh cerita Tuan Alkaran, tetap saja masih ada yang mengganjal. Aku pergi ke perpustakaan untuk mendinginkan kepala, namun tertahan mendengar suara Rinvi dan Parnox yang bercakap-cakap serius.
Jarang-jarang aku melihat mereka berdua. Sepertinya mereka membicarakan sesuatu yang penting. Aku menempelkan telinga.
"Kala tidak memberitahumu? Aku pikir kalian berteman," tekan Parnox bersedekap.
Oh? Tentang Kala rupanya.
"Dia selalu sensitif ketika kutanya alasan dia pergi dari klannya. Terus terang Ketua, aku dan Kala tidak sedekat yang Anda pikirkan. Lagi pula sapunya kan sudah bilang kalau Kala ingin menyelamatkan muridnya, Ascal."
"Kau mempercayainya semudah itu?"
Areee. Aku pikir Parnox sudah menerima Kala sepenuhnya di Subklan Fairyda, tapi, ternyata dia masih curiga dengan latar belakang Kala. Benar juga, ya. Aku memaklumi sifat Parnox yang waswas. Untuk apa penyihir sehebat Kala mau berpihak pada wilayah kecil ini.
"Aku tidak mau membocorkannya, tapi sepertinya Kala akan baik-baik saja untuk satu ini. Dia bilang dia mencari seseorang. Orang ini bisa membantunya menolong Ash."
Baik telingaku dan Parnox, sama-sama tegak mendengar informasi baru itu. Kala sedang mencari seseorang? Siapa? Jangan-jangan inilah 'tujuan baru' yang dia bilang padaku? Tapi Rinvi sudah tahu, berarti itu misi lama.
"Siapa?" Parnox mewakiliku.
"Entah." Rinvi menggeleng tidak tahu. Kala tidak memberitahu siapa orang yang dia cari.
Sialan. Si Kala itu menyembunyikan rahasia apa lagi sih? Greget! Aku kan jadi penasaran tingkat tinggi! Kalau kutanya ke orangnya, mana sudi si laki-laki dingin itu menjawabku.
"Lho, Dandi? Sedang apa?" Linda menegur.
Aku menutup mulutnya. "Tidak ada apa-apa! Aku pergi dulu!" pamitku langsung tancap gas ke koridor. Bisa gawat kalau ketahuan oleh Parnox ada peri nakal yang ikut menguping.
*
Inilah mengapa tidak boleh sering-sering memikirkan seseorang yang mencolok di kehidupan kita. Aku mengunjungi alang-alang dan melihat Kala tertidur di rerumputan dengan buku tebal. Sepertinya novel Lady Joy.
Aku duduk hati-hati di samping Kala. Dia terlihat nyenyak. Buku bacaannya diletakkan ke atas dada sementara lengan kanannya menutupi arena mata dari kilau matahari.
Puh! Aku benar-benar iri dengan ketenangan yang dimilikinya. Maksudku, dalam hitungan hari Fairyda dan Blackfuror akan terlibat perang besar yang terakhir. Hatiku khawatir, tidak mau berhenti berprasangka buruk.
Tadinya aku tak ingin menjahilinya, tapi batal. Aku memetik setangkai ilalang, mulai iseng menggelitik wajah Kala. Berhasil. Cowok itu mengibaskan benda yang mengusik tidurnya.
Aku tersenyum geli. Lanjut mengusili Kala. Tapi, eh? Aku terkesiap melihat sesuatu dari dahinya bercahaya. Lagi-lagi cahaya aqua ini.
Kala, kau ini sebenarnya apa?
"Jangan ganggu aku, Dandi," cetus Kala membalikkan badan. Menyambung tidur.
Aku melotot, refleks beringsut mundur. Jantungku sedang DJ dan mengeluarkan bunyi jedag-jedug yang kencang. "K-kok tahu?"
"Baumu. Wangi bunga," sahutnya.
Wajahku memerah seperti kepiting rebus. Sial, harusnya tidak usah kuganggu dia tadi. Tapi hasrat ingin mengisenginya tidak bisa kukendalikan. Aaa!! Aku seperti gadis mesum!
Terdengar dengkuran halus. Kala sudah tidur kembali. Secepat itu dia tidur? Aku buru-buru merangkak ke arahnya, menarik-narik pelan jubahnya. "Kala, Kala, pinjam sapumu dong."
Haah... Kala membuka mata. Dia menatapku yang mengulurkan kedua telapak tangan dengan tatapan memelas. Lelaki itu beranjak bangun. Surai aqua miliknya berantakan. Dia mengucek kedua mata. "Untuk apa?"
"Ya buat terbang lah." Apakah efek dari kubangunkan membuatnya loading lama?
Wajah Kala sedikit tertekuk. "Ke mana? Ingin ke <Zona yang Telah Ditentukan> lagi?" Aku mengangguk. Di sana bisa melihat Sabaism lebih jelas. "Apa kau mau bertemu pemuda bernama Hal itu lagi?" Nah, pertanyaan ini aku tak menduga bisa keluar dari mulutnya.
"Aku sangat ingin menang, Kala. Aku tidak mau Fairyda kalah dari Blackfuror. Aku ingin menyadarkan Amaras bahwa ambisinya itu tidak bisa dikejar seorang diri, harus bersama-sama. Persahabatan adalah kekuatan terhebat yang takkan pernah padam cahayanya. Seperti yang kubilang, Hal kemungkinan bisa membuat peluang menang kita bertambah jika kita tahu siapa dan hubungan dia dengan Sabaism. Mau, ya?"
Kala diam sejenak, lalu berdiri. "Aku akan mengizinkan jika aku ikut denganmu."
Yes! Aku mengepal tangan senang. Ternyata Kala juga menginginkan kemenangan.
*
Sia-sia saja aku dan Kala datang ke sana.
Tidak ada orang sejauh mata memandang, hanya ada kami berdua. Sepertinya Hal takkan datang lagi ke tempat itu. Jingles!
Ya sudahlah. Aku memandangi Sabaism yang enggan untuk bergerak. "Kala, menurutmu ada di mana Sang Dewa saat ini?"
"Di mana saja. Jauh dari enam bangsa."
Kalau begitu Sang Dewa takkan pernah datang ke Fairyda. Dia sibuk bersembunyi.
Aku tersenyum miris. "Aku diberitahu alasan yang membuat-Nya melakukan penghancuran tak lain tak bukan ulah Enam Pemimpin Region yang mencari masalah. Betapa ironis."
"Begitulah," kata Kala ikut menatap Sabaism.
"Kudengar dari Rinvi kau datang ke Klan Peri untuk mencari seseorang? Siapa?" Aku bertanya dengan nada lurus dengan tatapan masih tertuju pada istana dewa di langit.
"Ada lah." Sudah kuduga dia tak mau bilang.
Apa sih yang kuharapkan? Ckckck.
"Kau pertama yang akan tahu nanti."
"Kapan?" tanyaku spontan. Apa, apa, Kala berubah pikiran dan ingin memberitahuku secuil tentang latar belakangnya di klannya—
"Kapan-kapan. Ayo kembali."
Aku harus ekstra sabar sama laki-laki ini.
*
Bagus, bagus. Parnox dan Rinvi sudah keluar dari pustaka. Gee menggantikan posisi Rinvi sebagai peri perpustakaan. "Hei, Gee!"
"Ah, Kak Dandi." Gee tersenyum ramah.
"Aku mau pinjam buku List of All Potencia dong." Rutinitas harianku selain memastikan temanku baik-baik saja, tentu membaca buku daftar kekuatan. Aku tak mau ketinggalan updatean terbaru. Cukup bego di bumi saja. Tak perlu ditambahi di dunia lain juga.
Gee mengangguk, menyerahkan buku yang kuinginkan. "Akun habis membacanya. Aku belum meletakkannya ke rak semula."
"Akun sering kemari?"
"Tidak juga. Dia datang ke sini hanya untuk mencariku," kata Gee yang entah kenapa terdengar malu-malu. Berdeham. "Mungkin karena aku peri penanggung jawabnya dan butuh pengarahan untuk perang besar. Aku menyarankannya ke tim Peri Pendukung."
Aku mengangguk setuju dengan pilihan Gee. Dengan kekuatan Akun, dia bisa mengetahui kelemahan peri-peri prajurit Blackfuror dan memberitahu pada tim Peri Garis Depan.
Membiarkan Gee kembali bekerja, aku langsung membuka halaman 'Kekuatan Baru Ditemukan'. Daftarnya telah diperbaharui.
"Un-Touched?" gumamku mengeja tulisan. Kemampuan yang dapat membuat serangan memantul kembali ke si penyerang. Astaga! Hebat sekali kekuatan satu ini! "Bisa membagi efeknya pada orang yang diinginkan..."
TES! TES! TES!
Hmm? Aku menoleh, melotot kaget melihat darah mengalir dari hidung Gee. "Astaga, Gee! Kau baik-baik saja? Ada apa dengan—"
"K-Kak Dandi... Kau juga mimisan..."
Aku mengusap darah hangat di hidungku. Apa yang terjadi? Tak mungkin kami mimisan massal tanpa sebab... Ukh! Baik aku dan Gee, kami sama-sama meringis kesakitan.
"Sayapku..." Sial! Ini sakit banget.
"S-sepertinya... dampak tidak adanya Pohon Neraida muncul lebih cepat," ucap Gee menahan rasa sakit di punggungnya. "Jika kita terlalu lama tidak terbang, sayap kita akan rusak selamanya. Tak bisa berfungsi lagi. Tidak bisa digunakan lagi. Ini bencana..."
Apa yang harus kulakukan? Apakah kami bisa menang melawan Blackfuror? Sialan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top