29* Natural Converse
Aku masih ingat betul Kartu Kekuatan yang kupilih. Mini bilang aku sungguh beruntung mendapatkan kekuatan Natural Converse, kemampuan berbicara dengan alam sekitar. Entah itu makhluk hidup ataupun benda mati.
Ternyata hoki setahunku ada dua, ya. Pertama terpakai datang ke dunia ini. Kedua terpakai untuk mendapatkan kekuatan OP. Lucky me!
Aku berani bertaruh, gubuk reyot ini adalah bengkel Kahina sama seperti pondoknya Kala. Mereka membangun bengkel yang jauh dari markas masing-masing. Kala melakukannya dengan alasan tak mau ketahuan, sementara Kahina? Aku sedang mencari jawaban.
Sepertinya Kahina merupakan penyihir alkimia karena sejauh aku mengitari gubuk suram ini, hanya ada cairan aneh yang tersusun rapi di lemari dengan bentuk botol berbeda, tempayan, kuali, dan macam-macam perkakas lainnya. Sumpek banget sumpah.
Syukurlah aku terdampar di Klan Peri, bukan di Klan Penyihir. Nilai kimiaku sangat jelek.
"Wah! Boneka Nona Vidi hidup!" Aku mendengar celotehan buku dan... pena bulu? Sebentar, siapa yang mereka sebut 'Vidi'?
"Tentu saja. Jangan remehkan Nona Kahina!"
Aku menghadap mereka. "Vidi itu siapa?"
"Ehh?!! Kau bisa mendengar obrolan kami? Nona Vidi itu temannya Nona Kahina. Dia datang malam tadi dan membuatkan boneka, yaitu kau." Pena bulu sukarela memberitahu. Mungkin mereka pikir aku hanya boneka ajaib yang bisa berbicara normal seperti mereka.
Jadi itu nama Voodoo Doll, ya? Sudah kuduga mereka berdua melakukan kolaborasi skill. Memangnya ini pertandingan adu bakat apa.
Itu berarti Blackfuror akan mundur karena tujuan mereka—memindahkanku ke tubuh boneka rentan celaka—sudah tercapai dan kemungkinan dalam perjalanan kemari.
Tak boleh jadi nih. Aku harus pergi dari sini.
Ketika manik mataku bermain mencari cara untuk keluar dari bengkel sihir Kahina, tak sengaja aku menoleh ke meja eksperimen. Ada sebuah buku tebal dengan halaman sobek-sobek dalam keadaan terbuka.
Menarik perhatianku untuk membacanya.
*
Agak susah untuk memanjat ke meja karena badanku kecil saat ini. Belum lagi sukar mencari tumbuhan yang bisa kugunakan sebagai pijakan. Aku menemukannya setelah 10 menit mondar-mandir di gubuk itu.
"Coba kita lihat..." Menggunakan segenap tenaga, aku membalikkan sampul buku. Kedua alisku langsung bertemu. 'Legenda Sayap Malaikat'. Itulah judul buku tua itu.
"Eh, ada seseorang yang datang ke sini! 80 meter!" Kursi berseru mengingatkanku.
Sial! Aku membuang waktu! Mereka datang!
Entah apa yang dipikirkan otak kecilku, aku justru mengantongi buku itu menggunakan Swift Growers. Aku melompat gagah dari meja, bergegas keluar sesuai arahan Jendela.
Napasku terhenti melihat Hayno dan Kahina masuk ke gubuk dengan tergesa-gesa. I-itu Hayno! Aku harus cepat pergi dari sini!
"Aku tak percaya mantranya berhasil. Nasib baik Tuan Adair tidak memperhatikan."
"Ayo! Swift Growers pasti berusaha kabur!"
Aku keluar dari celah kecil di sudut ruangan, dibuat dan dikikis oleh tikus—aku baru tahu hewan seperti tikus ada di Asfalis. Mungkin rupanya tidak lazim dengan tikus di bumi.
"Bonekanya menghilang!" Teriakan Kahina sukses membuat jantungku hampir copot.
Mereka akan keburu menemukanku kalau aku kabur sambil menenteng buku besar dan berat. Baiklah. Tak putus ide, aku menggali tanah. Menumbuhkan bunga mawar dan tanaman lengket guna menyembunyikannya.
"Selesai—lho?" Aku tiba-tiba kehilangan tenaga untuk berdiri. Kulihat tubuhku bercahaya.
Mungkinkah aku sudah...
*
"Verdandi!" Suara Sina menusuk rumah keong di telingaku. Dia memelukku. "Syukurlah kau masih hidup. Syukurlah... Aku benar-benar takut, Verdandi. Kukira kau takkan pernah bangun lagi. Terima kasih sudah bertahan."
Ahh... Aku mengerjap bengong. Rupanya aku kembali ke tubuhku, di markas Fairyda. Fiuh!
Rissa tersenyum getir. "Syukurlah, Dandi..."
"Kala benar-benar luar biasa," cetus Mamoru. Terdapat denting kagum di kalimatnya.
Aku menatapnya intens. "Kala?"
"Benar." Houri mengangguk. Dia berdiri bersisian dengan Rinvi dan Alia—mereka langsung datang setelah mendengar aku siuman. "Kala sampai merelakan tongkatnya demi menyembuhkanmu, Verdandi."
Merelakan tongkat... Apa maksudnya?! Aku beranjak bangkit. "Di mana Kala sekarang?"
"Dirawat oleh Master Syochi."
Demi mengembalikan jiwaku yang dipindahkan Kahina ke boneka buatan Vidi, Kala harus mematahkan tongkat sihirnya—namanya Golden Astrolab—untuk merapalkan sihir tingkat tinggi. Setelah pelepasan mantra, Kala terluka parah karena memaksakan diri. Mana-nya habis total.
Jangan tanya lagi bagaimana perasaanku sekarang. Bersalah? Sudah pasti. Khawatir? Sudah jelas. Ini terjadi karena aku tidak segera pergi dari bengkelnya Kahina! Semoga Kala baik-baik saja. Semoga tak terjadi apa-apa.
"Jangan buka!" cegah pintu saat aku memegang kenopnya. "Atau kau menyesal."
"Ini bukan waktunya untuk..." Mataku membulat karena bersikukuh membuka pintu.
Dari ganggang sekecil itu, aku dapat melihat Tanny sedang menyuapkan obat herbal pada Kala yang duduk sembari meringis.
"Sudah kubilang kau akan menyesal."
Aku tak mendengar perkataan si pintu, batal menjenguk Kala. Dia sudah ada perawat pribadi. Kalau aku masuk, aku hanya akan merusak suasana. Jadilah aku pergi ke Patung Kekuatan. Menenangkan diri dengan Mini...
Sayangnya di sana sudah ada penghuni.
Parnox menempelkan telunjuknya ke bibir. Sebille tertidur di pangkuannya. "Kau sudah bangun, Swift Growers. Kala berhasil."
"Ngapain... Apa yang kalian lakukan di sini?"
Aku mengambil alih Sebille darinya. Mata gadis itu sembab. Pasti habis menangis.
"Dia tidak mau berhenti menangis semenjak kau diserang Kahina," sahutnya memperbaiki jubah yang tidak singset. "Sudah bertemu Kala? Dia sangat mencemaskanmu."
"Umm dia sedang istirahat," ucapku bohong. Kejadian di kamar kesehatan terlintas membuatku menggelengkan kepala. "Jangan khawatir, Ketua. Aku akan menjaga Sebille."
"Baiklah." Tubuh Parnox menghilang.
Aku tersenyum melihat Sebille tidur nyenyak. Apa di bumi aku pernah ya punya teman yang sangat peduli padaku? Aku senang sekali datang ke sini dan bertemu semuanya.
Mini muncul tanpa peringatan, menatap serius ke Sabaism yang mengambang tenang jauh di atas langit sana. "Tekanan ini..."
"Kenapa, Mini?" Gelagatnya aneh.
"Ah, Verdandi. Kau sudah baik-baik saja. Yah, karena itu Kala-La, aku takkan terkejut. Dia terkenal di Klan Penyihir." Mini terbang ke arahku yang hanya diam saja. "Sepertinya dia tidak suka dengan pemberianku," katanya menunjuk Sebille. "Aku merasa bersalah."
"Makanya, Mini, apa kau tak bisa menukar kekuatan Sebille? Dia benar-benar sangat ingin menolong Fairyda." Aku melipat tangan. "Lagian, barusan kau ngapain coba? Menatap Sabaism seperti melihat hantu saja."
"Kau pikir menukar bakat semudah melempar kacang polong, heh? Tidak sesimpel itu." Mini bersungut-sungut, sekali lagi menatap Sabaism. "Aku hanya pecahan istana Sang Dewa, Verdandi. Aku tidak bisa semuanya. Tapi... Oke, aku akan coba apa yang kubisa."
Aku tidak berbicara lagi, ikut memperhatikan Sabaism yang enggan untuk bergerak.
Aku ingin melindungi Fairyda. Tapi aku lemah. Yang Mulia Luca, apa yang harus aku lakukan? Tolong berikan Fairyda berkahmu.
Eh, sebentar. Aku memutar kepala ke arah Parnox pergi, menelan ludah. B-bukannya Sebille menangis bersamanya? Lalu kenapa aku tidak melihat wajah cowok itu sembab?
Mungkinkah kekuatan keduanya...?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top