25* Jealous? How Funny!
Aku selonjoran santai di halaman rumput, memeluk kedua kaki sambil menggerundel dalam hati. Kala melayang bersama Sinyi yang kembali berubah bentuk jadi sapu terbang. Dia hendak menambahkan efek pengaturan temperatur ke kubah pelindung. Aku iya-iya saja karena tidak mengerti kata-katanya.
Tapi, malam ini memang dingin sekali. Kulihat peri-peri di sekelilingku menghangatkan diri menggunakan kain, selimut, dan sebagainya. Master Wodah ada benarnya. Kami beruntung penyihir sehebat Kala berpihak ke Fairyda. Walau sifatnya menjengkelkan (dingin) sih.
Aku beberapa kali hampir kelepasan ingin mengusap rambut Kala. Aku tuh sangat suka anak-anak. Dan Kala versi kecil sangat lah menggemaskan. Tahan dirimu, Verdandi!
Di atas sana, Kala mengacungkan tongkatnya. "Hmm..." Dia mengingat-ingat mantra yang berguna untuk mengatasi suhu dalam kubah.
"Tarmature Modifa. Penguncian Wilayah: Sangat Luas." Huh? Kenapa dia tampak ragu?
Awalnya baik-baik saja. Kala melafalkan mantra dengan baik. Tetapi, ketika mantra itu keluar dari sumbu tongkatnya, bukannya melenting ke atas, malah meleset dan melompat-lompat dengan kasar seperti pinball. Mengenai tenda peri yang bersiap tidur, mengenai benteng batu yang sedang Cleon bangun, melantun ke sana-sini kemari.
"Hei, hati-hati dong!" Cleon berdecak kesal.
Aku refleks menundukkan kepala ketika mantra itu melesat ke arahku. Astaga! Apa yang terjadi? Mantranya tak terkendali!
Tanny muncul entah dari mana. Dia menepuk tangan. Mantra tersebut langsung lenyap.
Aku yakin mulutku ternganga saat ini. Hah? Cuman sekali tepukan, mantra Kala menghilang? Apa-apaan kekuatan gadis itu!
"Dia Tanny," celetuk Rinvi tahu-tahu sudah duduk di sebelahku. "Yah, mungkin kau sudah tahu dia saat perang. Kudengar kekuatannya adalah Tamer Things, bisa menjinakkan semua hal. Dia berguna di medan tarung."
Yah, tidak sepertiku yang kabur bagai pengecut ke Bumi. Haha, benar-benar beban.
"Kesalahan lagi, Kala?" Tanny bersedekap.
Kala turun ke tanah, menggaruk kepala. "Aku yakin mantranya benar," ucapnya bingung.
Poff! Sinyi merubah dirinya lagi. "Itu karena tongkatmu, idiot! Sudah berbusa mulutku menyuruhmu agar segera ganti tongkat! Itu tongkat untuk Penyihir Astrologi. Tak cocok dipakai olehmu. Ckck, dasar kepala batu es."
Tanny tertawa kecil melihat interaksi Kala dengan sapunya. "Lain kali hati-hati, ya. Kulihat Cleon kesal bentengnya roboh. Kau harus minta maaf lho nanti ke orangnya."
"Oke," ucap Kala sekenanya.
"Oh iya, Kala! Ketua Parnox memanggilmu." Mataku melotot melihat Tanny dengan super berani mendekatkan mukanya ke Kala yang anehnya hanya diam saja, bisik-bisik.
Dih? Apa-apaan itu! Kala selalu bersikap dingin padaku, tetapi Tanny, dia bergeming?!
"Baik." Kala mengangguk. Mereka pun pergi.
Cuih! Sudah kuduga, Kala itu seleranya tinggi. Omongan teman-temanku bullshit semua. Tidak ada yang benar! Kala akan tetap menjadi Kala yang dingin. Puh! Kesal! Lihat diferensial perlakuannya padaku dan Tanny.
"Kau khawatir, ya?" tanya Rinvi.
"Khawatir? Dalam rangka?" Aku tidak mengerti ke mana arah pertanyaannya.
"Ada saingan?" Rinvi mengedikkan bahu. "Kekuatan Tanny memiliki efek pasif yang membuatnya bisa memikat lawan jenis. Terbukti dari Cleon yang tertarik padanya. Kau harus waspada, Dandi. Kala incarannya."
"Lucu sekali, Rinvi." Aku tertawa datar. "Daripada mengurus urusan orang lain, lebih baik kau fokus pada Linda sana. Gadis itu sepertinya kau pelet sampai kesemsem."
"Aku tahu. Dia sudah mengutarakannya."
Kepalaku spontan tertoleh. Seketika aku lupa dengan kejengkelanku. "Benarkah?"
"Yeah..." Rinvi menggaruk-garuk pipi. Aku mengulum senyum melihat pipinya bersemu merah. "Dia yang paling menolak proposal kepulanganku ke Klan Druid sampai mau menantang duel dengan Master Wodah. Untungnya beliau tidak menanggapi serius."
"Lalu?" Aku semangat menunggu.
"Aku lumayan suka dengan kepribadiannya."
*
Kalau melihat dari bintang-bintang, aku yakin sekarang sudah jam dua pagi. Tapi aku tidak bisa tidur sementara tenda-tenda di halaman sudah mati lampunya, menandakan para penghuninya telah terlelap nyenyak.
"Mini, aku sendiri. Kau bisa keluar."
Bulan sabit pada Patung Kekuatan bersinar, berubah wujud jadi anak perempuan kecil berpakaian serba putih dan berpunuk bulan sabit—aku bingung menganggap itu apa.
"Bagus kau tidak memberitahu soalku, Dandi. Itu akan sangat merepotkan." Mini terbang di sampingku, menerawang ke arah Sabaism. Kami bisa melihat keadaan di luar dari Kubah Pelindung, tetapi berlaku kebalikan bagi entitas yang berada di luar kubah ini.
"Apa kau tahu di mana Sang Dewa?"
Mini menggeleng. "Kekuatanku terlalu kecil untuk mendeteksi hawa Yang Mulia Luca."
"Jika kau yang pecahan istana Sang Dewa saja mampu memberi banyak kekuatan, kira-kira seberapa hebat Yang Mulia Luca?"
"Oh, jangan tanya lagi, Verdandi. Dunia ini Dia-lah yang menciptakannya hanya dengan beberapa kata." Mini menyeringai lebar.
Aku menelan ludah, tertekan. "Mengerikan, ya..." Harusnya aku tidak penasaran dengan kekuatan sosok ilahi di dunia Asfalis.
"Sabaism merekam data Yang Mulia Luca. Dari data itulah aku bisa memasok semua kekuatan-kekuatan yang pernah Ia gunakan lalu mengirimnya pada kalian," jelasnya.
"Woah. Hebat sekali, ya. Sabaism."
Aku merebahkan tubuh, menatap langit malam yang dipenuhi taburan bintang. "Apa menurutmu Sang Dewa bisa membantu kesusahan Fairyda?" tanyaku ngelantur.
"Hanya orang-orang beruntung yang bisa bertemu dengannya, Verdandi. Mungkin... suatu hari nanti, kalau kau, pasti bisa."
"Apa maksudmu?" Aku menguap ngantuk.
"Berhadapan dengan bawahan Sang Dewa."
+
AUTHOR PoV
Sementara itu di kastel Blackfuror, peri-peri di sana tengah sibuk membuat tim patroli untuk mencari tahu keberadaan umat Fairyda.
"Ini Health Potion terakhir," kata Kahina. "Aku rasa itu sudah cukup memulihkanmu."
Hayno menerimanya, meringis. "Kenapa kau tidak kabur? Kau bisa membuat portal, pindah tempat, atau terbang menggunakan sapu lidimu. Di saat-saat aku impotensi begini, bukankah kesempatan emas untukmu?"
"Sudahlah, kau jangan banyak bicara dulu. Kala-La merupakan salah satu penyihir yang kuat. Kau terkena telak oleh mantranya."
"Yeah, itu salahku. Seharusnya aku tidak bermain-main dengan pobia Swift Growers."
Kahina menatap datar Hayno yang meminum ramuan penyembuh buatannya, tersenyum kecil. "Saat aku ditangkap, hanya kau satu-satunya yang peduli pada kesehatanku. Aku hanya berutang budi, tidak lebih."
Merasa ganjil dengan kata-kata lawan bicaranya, Hayno ikut memperhatikan Kahina. Tatapan mereka berdua bertemu.
"Aku rasa kau tidak sejahat itu. Masalah Swift Growers, aku tahu kau melakukannya secara tidak sengaja." Kahina membereskan botol ramuan yang tandas diteguk Hayno.
Percakapan Hayno dan Kahina terhenti ketika Adair melewati lorong. Bisa gawat jika Adair tahu Kahina lepas dari hipnotisnya. Tapi, gadis itu mengerling memberi kode. Mau apa dia?
"Masih belum ada kemajuan? Sialan! Siapa sebenarnya penyihir brengsek yang berpihak pada mereka? Menyebalkan! Bagamana dengan keberadaan Swift Growers?"
Laila menggeleng datar. "Belum, Tuan Adair. Sepertinya penyihir itu memindahkan Swift Growers cukup jauh, entah di mana."
Mereka masuk ke kamar Hayno.
"Kahina-Na! Apakah kau sudah menyiapkan serangan counter untuk si penyihir Kala?"
"Sudah, Tuan." Kahina mengangguk kayak robot. Pura-pura masih dihipnotis Hayno.
"Bagus." Adair mengepal tangan senang.
Faktanya, Kahina belum benar-benar punya ide untuk mengalahkan Kala. Tentu dia sangat mengenal Kala saat mereka masih di Klan Penyihir dulu. Murid yang direkomendasikan menjadi Penyihir Menara namun ditolak. Bagaimana cara Kahina melawannya?
Kahina menggigit bibir. Dia tak pernah bertemu Kala sebelumnya, namun dilihat secara langsung, pria itu sangat mengerikan auranya. Semoga Kala tidak dendam padanya.
Pyass! Bola air tiba-tiba muncul dan meletus. Aquara keluar dari genangan air yang tumpah. "Ah, sialan. Basah lagi. Aku benar-benar tidak terbiasa dengan kekuatan ini. Andai ada bakat pertukaran kekuatan, itu pasti seru."
Flamex dengan balutan perban di sana-sini, melompat kecil dibantu sayapnya untuk menghindari air kobokan tersebut. "Aku peri api, Aquara. Jangan dekat-dekat denganku."
"Siapa juga yang mau dekat samamu? Kau membuatku mendidih," sahut Aquara ketus.
Lupakan perseteruan labil mereka. Hanya Laila yang punya pikiran rasional di sini. "Tuan Adair, maaf jika pertanyaan saya lancang, tapi sebenarnya apa alasan anda menginginkan kekuatan Swift Growers? Apakah benar hanya untuk menumbuhkan Pohon Neraida baru?"
"Itu bukan urusan kalian. Fokus saja dengan latihan dan perbanyak jumlah," tajam Adair, masuk ke ruangan yang berpintu besi. Ada simbol setengah sayap terbalik di daun pintu.
Aquara bersedekap, berdiri di samping Laila. "Menyuruh kita berperang, memperbanyak prajurit tempur, tapi tidak mau memberitahu alasannya. Haruskah kita melanjutkan ini?"
"Kita bergabung ke Blackfuror dengan alasan yang sama, kan?" celetuk Hayno rebahan.
Tepat sekali. Mereka semua mengangguk, kecuali Laila yang hanya berdeham datar dan Flamex yang mendengus masam.
"Memangnya apa?" Kahina bertanya polos.
"Kau penyihir diam saja lah. Mana mengerti keinginan peri seperti kami." Flamex menukas kasar, hendak kembali ke kamarnya.
Seorang gadis melewati lorong, berpapasan dengan Flamex yang pergi dengan langkah sombong. Dia geleng-geleng kepala. "Apa dia mengatakan sesuatu yang jelek lagi?"
"Yeah, seperti biasa, Cathy." Aquara memutar mata jenuh. "Si paling senioritas."
"Mungkin itu karena bawaan kekuatannya. Makanya sifat Flamex jadi barbar," kata Cathy prihatin pada peri yang bersangkutan.
Hayno berdiri dari ranjang, menepuk bahu Kahina yang muram oleh sikap Flamex. "Akan kukasih tahu kapan-kapan. Sekarang kita lakukan apa yang patut dilakukan. Nanti Tuan Adair mencak-mencak lagi, mengamuk, mengatakan kita pemalas. Telingaku pekak mendengar celotehannya."
"Tapi, Kahina, kau serius bisa menghentikan Kala? Kudengar tingkatnya jauh di atasmu."
"Aku... akan berusaha yang terbaik."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top