23* Comeback

Karena ini bukan pendaratan pertamaku, aku melompat sempurna ke tanah begitu lubang berpindah sampai di tempat tujuan. Silau mentari menyambut kedua retinaku. Aku sigap menutup mata menggunakan lengan. Seperti biasa, sayapku terkepak refleks mengikuti sensasi yang dirasakan pemiliknya.

Hal pertama yang kulihat adalah reruntuhan terbakar. Bongkahan bangunan sekolah berserakan di mana-mana. Bahkan tempatku berdiri saat ini limbung hendak roboh.

Tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Pepohonan mati, pun Lembah Koilos yang ringsek. Bangunan akademi berlubang besar. Hanya tersisa puing-puing. Tak ada satupun peri terlihat sejauh mata memandang.

Aku menutup mulut, menatap berkaca-kaca. Blackfuror... menang. Dinilai dari mana pun sudah jelas kami kalah, kan? Lihatlah apa yang terjadi di sini. Semuanya hancur.

"Bagaimana ini, Mini? Kita terlambat."

Tidak ada jawaban. Aku menoleh. Mini tengah serius memperhatikan langit. Mengernyit, aku pun ikut mendongak. Terbelalak melihat istana Sabaism mengambang di ketinggian ribuan meter di atas sana. Sabaism terlihat seperti pulau besar kalau dilihat dari sini.

"I-itu Sabaism, kan? Ia kembali??" Sedetik kemudian, aku mendesah panjang. "Tapi apa gunanya lagi? Pohon Neraida terbakar..."

"Sst! Diamlah, aku sedang fokus nih."

Fokus ngapain dah? Aku menatap Mini yang serius memejamkan mata sambil mengangkat tangan nan tertuju ke arah Sabaism. Hmm? Apa yang dia lakukan? Tidur sambil terbang?

"Pengisian selesai," kata Mini yang entah apa maksudnya. "Wow! Parah sekali di sini."

Dia baru menotisnya?! Aku memijat pelipis. Baru saja aku mau bersorak, Mini menarik rambutku, meletakkan telunjuk ke bibir.

"Ada orang. Ayo sembunyi!"

Kami terburu-buru mengumpet ke salah satu pilar akademi yang roboh. Ukurannya cukup untuk bersembunyi. Kami diam mengamati.

Terdapat dua anggota Blackfuror berpatroli di reruntuhan gedung. Berjalan kaki. Aku mengatupkan rahang. Jangan-jangan semua peri di Fairyda ditahan oleh mereka? Jika iya, itu menjelaskan mengapa tak ada siapa pun.

"Aku yakin aku mendengar suara di sini."

Kami sama-sama menutup mulut. Sial! Aku gegabah. Kukira setelah menang Blackfuror takkan datang lagi ke sini. Apa karena Swift Growers melarikan diri? Ambisius sekali sih.

"Kau menemukan sesuatu?"

"Tidak. Mereka tidak di sini. Tak kusangka penyihir yang bersekutu dengan mereka di atas tingkatan Kahina. Fairyda's beruntung."

Apa yang mereka bicarakan? Teman-temanku selamat dan sedang bersembunyi? Aduh! Aku segera menahan napas ketika mereka berdua berhenti tepat di depan batu tempat persembunyianku dan Mini. Cepatlah pergi!

"Ayo kita kembali ke mabes."

Bercakap-cakap sekitar satu menit, dua peri Blackfuror itu pun akhirnya pergi, terbang memakai sebuah alas seperti hello matahari. Cih! Itu pasti buatan Kahina yang dihipnotis.

Aku dan Mini keluar dari reruntuhan.

"Di mana kira-kira Fairyda bersembunyi? Mini, apa kau bisa melacak mereka? Merujuk percakapan mereka, sepertinya teman-teman kita tak dapat terlihat dan terdeteksi."

"Fufufu! Untuk itulah aku mengisi energiku. Kau pikir membuat portal barusan gampang."

Eh, apa? Dia bisa mengambil energi Sabaism yang jaraknya sejauh itu? Aku menelan ludah. S-sesuai yang diharapkan dari Mini...

"Mereka semua berada di Pohon Neraida."

*

Di sinilah kami, di kawah zona Pohon Neraida. Tapi... Apa Mini tidak salah? Tak ada apa pun di sini! Cuman halaman luas yang lengang.

"Ada lapisan pelindung transparan di sini." Mini terbang (dia punya mekanisme sendiri untuk melayang) lima milimeter dariku. Disentuhnya udara kosong. Aku berdecak kagum melihat cangkang tak kasat mata melindungi areal itu. "Kubilang juga apa."

"Bagaimana cara kita masuk?"

"Ck, banyak tanya. Kita langsung masuk lah. Kan kau bagian dari Fairyda. Tak mungkin mereka memberi pengecualian padamu kan."

Aku dan Mini menembus lapisan seperti air itu. Hawa dingin seketika menjamah kulit. Astaga! Kenapa udaranya tiba-tiba sejuk?

"Dandi?" Ah, suara yang amat kurindukan.

Aku tersenyum lebar. "Melusina!"

"Astaga! Benar-benar Dandi!" serunya. Aku dan Sina berpelukan. "Kau selamat, Dandi. Syukurlah. Aku senang kau tidak apa-apa."

"Kau baik-baik saja, kan?"

Sina mengangguk. "Tidak ada korban jiwa dalam perang, Dandi. Kita semua selamat."

"Verdandi!" Mendengar suara seruan Sina, teman-temanku keluar dari 'rumah setengah oval', mengerubungiku. "Dandi kembali!"

"Rissa, Sebille, aku merindukan kalian."

Tiga menit reunian, aku melepaskan pagutan kami, beralih menatap ke sekitar. Inikah tempat persembunyian baru Fairyda? Tepat di dekat Pohon Neraida? Tunggu, tapi kan...

Aku menatap ke depan, mengernyit bingung. "Itu kan Pohon Neraida (gosong karena terbakar)? Kenapa ukurannya membesar?"

Sina terkekeh geli. "Bukan pohon itu yang membesar, Dandi, kita lah yang mengecil. Karena kau melewati lapisan sihir yang dibuat Kala, otomatis tubuhmu ikut menyusut."

Deg! Aku tersentak saat nama itu disebut.

"Kau datang di waktu yang tepat, Dandi.
Ini adalah hari sidang untuk Rinvi dan Kala. Ayo, kita tidak boleh melewatkannya. Yang lain sudah menunggu kepulanganmu."

"Kami semua yakin Nona Siofra pasti menerima mereka." Rissa dan Sebille mengangguk.

"Sidang?" Aku mengerjap pelan. Yang kayak di universitas itu? Atau kayak di pengadilan? Apa pun itu, aku harus melihatnya. Karena...

Aku sangat ingin menemui Kala.

*

Tidak pernah kubayangkan kalau kaum Subklan Fairyda menjadi kecil seukuran jari kelingking. Sina menjelaskan bahwa ketika Blackfuror dengan Gelembung Gnosia-nya ingin menyerap sayap serta kekuatan mereka, Kala menggunakan sihir berkali-kali. Pertama untuk mengecilkan peri-peri Fairyda, kedua adalah membuat cangkang pelindung ini, dan mantra ketiga, menghapus aura kehidupan.

Pantas saja dua peri Blackfuror tadi tidak merasakan apa pun. Ternyata Kala memakai mantra tingkat tinggi. Apa dia baik-baik saja setelah melakukan semua itu? Belum lagi dia membuatkanku portal pulang ke bumi.

"Verdandi, kau sudah kembali."

"Hai, Linda." Kami berpelukan sebentar. "Kau tidak apa-apa?" Melihat raut wajahnya yang risau, entah kenapa membuat hatiku gelisah.

"Mana mungkin dia baik-baik saja?" celetuk Alia datang bersama Mamoru—aku dan Mamoru saling melempar senyum. "Hari ini sidang pemutusan Kala dan Rinvi, apakah mereka tetap diperbolehkan bersama kita atau diusir pulang ke klan masing-masing."

"Benar." Linda menghela napas panjang.

Gee mengusap-usap lengan gadis itu. "Jangan sedih begitu, Kak Linda. Mari kita percaya pada keputusan para guru dan Wakil Siofra."

Ng? Sejak kapan mereka berdua dekat?

Rissa beringsut mendekat ke sisiku, berbisik, "Mereka berdamai sejak Linda tahu Gee tidak menaruh rasa pada Rinvi. Dia murni menganggap Rinvi seniornya, kakak kelas."

"Benarkah?" Kupikir Gee naksir Rinvi.

"Masalahnya..." Sebille mengusap wajah. "Mimik muka Ketua Parnox tidak bagus saat kembali dari kediaman Pemimpin Fairyda."

"Bagaimana kau tahu?" Linda memicing.

"Yah, tadi aku berpapasan dengan Parnox."

"Tapi bukannya ekspresi ketua selalu begitu?"

Sekarang aku jadi penasaran dengan sosok sang pemimpin. Di mana dia tinggal? Kenapa hanya Parnox yang tahu? Bahkan wakilnya, Nona Siofra, tidak diberi izin berkunjung. Atau pemikiranku terlalu pendek? Aku kan tidak tahu-menahu tentang petinggi Fairyda.

"Oh, guru-guru sudah datang. Sidangnya akan dimulai. Diam semuanya! Jangan ribut!"

Aku duduk di belakang. Ada Madam Shayla, Master Olavo, Master Wodah, Madam Veela, Madam Tethys, Madam Allura, Wakil Siofra, paripurna dengan guru yang belum kuketahui. Mereka semua naik ke platform yang terbuat dari batu dan dikombinasikan dengan jamur.

"Kau tahu, Dandi? Aku punya feeling."

"Kenapa?" Aku menatap Sina.

"Aku rasa Kala menyukaimu."

Kalau saja situasinya tidak serius, aku pasti akan tertawa meledek guyonan Sina. Apa maksudnya Kala menyukaiku? Memangnya laki-laki dingin itu punya perasaan? Dia hanya bersikap tanggung jawab sebab dia lah yang menemukanku. Cuman itu, tidak lebih.

"Kenapa kau berpikir demikian?"

"Soalnya dia hampir membunuh Hayno dan Flamex jika Parnox tak menghentikannya."

Aku yakin wajahku tegang detik itu juga.

"Naik ke atas, Rinviri dari Klan Druid, Kala-La dari Klan Penyihir. Sidang akan dimulai."

Aku buru-buru menggelengkan kepala, kembali fokus dengan sidang, menepis pemikiran nakal yang menyelusup ke otakku. Sina pun tak bicara lagi, ikut memperhatikan.

Anehnya setelah Rinvi, yang muncul bukanlah Kala melainkan seorang anak kecil yang berpenampilan sangat mirip dengannya. Eh, itu siapa? Adik Kala? Eh, kok gemoy banget?!

"K-kenapa ada anak-anak di sini?" Aku mengendalikan diri (tak tahan dengan shota).

"Anak-anak?" Sina tertawa renyah. "Apa kau tak melihatnya dengan baik, Dandi? Dia Kala. Karena Kala terlalu banyak memakai sihir, tubuhnya pun menyusut jadi anak kecil."






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top