2* There are Wings on My Back!

"Heh, malah bengong."

"A-ah, iya. Maaf, aku tak sengaja."

Aku segera turun. Bukannya aku bermaksud melamun, namun aku merasa aneh dengan punggungku yang berdenyut sakit makanya kurang responsif dengan ucapannya.

Ada apa dengan punggungku? Gatal, ngilu, dan berat. Aku ingin segera menggaruknya tapi malu lah, garuk punggung di depan pria asing yang habis kududuki barusan.

Sebenarnya aku di mana? Apa aku masih di hutan belakang sekolah? Siapa laki-laki ini? Kenapa seperkian detik lalu yang masih senja berubah jadi siang benderang? Aduh, sakit.

"Kenapa mukamu kayak kebelet?" Dia mengernyit melihatku seperti mengejan.

"M-maaf, punggungku terasa sakit. Apa kau bisa berbalik sebentar? A-aku malu menggaruk punggung di depan orang lain. Kata buku adat istiadat, itu sikap tak sopan."

Laki-laki bersurai aqua itu duduk, beralih menatap punggungku. "Ah, kau rupanya pendatang baru. Pantas saja belum sinkron dengan sayapmu. Nanti kau akan terbiasa."

Aku menatapnya bingung. Apa? Apa? Sayap? Apa dia baru saja bilang sayap pada seorang manusia? Waduh, kacau nih. Tak kusangka aku bertemu orang gila di tempat baru ini.

Tunggu sebentar. Aku melirik pakaian yang dikenakan laki-laki itu. Aih, apakah masih trend memakai jubah terusan seperti red riding hood? Selera orang ini sama anehnya dengan perkataannya. Aku harus cabut dari—

"Padahal aku kemari untuk menjernihkan pikiran. Malah bertemu pemula." Dia menghela napas pendek, seolah punya beban hidup berat. "Selamat datang di daratan Asfalis. Kau bisa memanggilku Kala."

"Asfalis? Apa benda tuh?"

"Intinya sebuah dunia. Apalagi memangnya? Kau telah dilahirkan di Klan Peri. Selamat." Apakah aku bisa mengganggap Kala sedang memberiku ucapan selamat dengan tampang dingin begitu? Dia terlihat enggan dan malas.

"Chogi-yo, aku tidak mengerti. Pertama, ada portal ajaib yang mengisap dan melemparku ke alang-alang nan indah ini. Kedua, kau mendadak bilang aku tidak klop dengan sayapku. Ketiga, Asfalis tuh apa? Negara apa itu? Portal mengirimku ke luar negeri?"

"Namanya Soul Hole, portal pengangkut ciptaan petinggi peri yang tinggal di ibukota. Ketika Dandelion diembus dan jatuh ke tanah, di saat itulah seorang peri dilahirkan."

Oh, aku ingat. Di tepi lubang sebelum aku dipindahkan kemari, aku melihat setangkai bunga dandelion gundul tak berputik.

J-jadi maksudnya, aku diundang ke dunia peri?! Bangsa mungil yang digadang-gadang karakter buku dongeng di Bumi? Wah. Ini terlalu mengejutkan dan membuat jantungku berdebar antusias. Hoki setahunku terpakai.

Maksudku, astaga, isekai itu nyata.

"Ayo, kau harus mendaftar ke sekolah."

"Sekolah? Buat apa? Peri harus sekolah? Kukira tugas mereka mengurus musim." Masa kegembiraanku akan terancam karena diharuskan sekolah. Ini dunia lain, kan?

"Kau tak dapat terbang kalau tidak mendaftarkan diri. Tak ada peri yang bisa langsung terbang. Semua ada proses."

"Benar! Terbang! Aku kini seorang peri! Tapi aku tak punya sayap," ucapku polos.

Kala menatapku dingin. Duh, jadi beku nih aku lama-lama dipelototin seperti itu. Cowok ini tipe yang tak suka menjelaskan, ya?

"Lihat punggungmu. Kau sendiri bilang ada yang aneh dengan punggungmu."

Perlahan namun pasti, aku pun setengah menoleh ke belakang, seketika memelotot. Sepasang sayap transparan dengan motif greta oto bergelantungan di punggungku.

Mwoya?! Aku menutup mulut. A-aku punya sayap? Ini benar-benar sayap asli! Aku bisa merasakan teksturnya yang licin dan halus. Seperti renda gemerlapan. Indah banget. Pantasan dari tadi punggungku terasa geli! Sayap itu menyatu sempurna dengan kulitku.

Tapi tunggu, sejak kapan pakaianku berubah? Beberapa detik lalu, aku masih pakai seragam putih dan rok selutut abu-abu ditambah dasi dan tas. Ke mana perginya barang-barangku?

Ya sudahlah. Itu tidak penting sekarang.

"Kala! Bagaimana cara terbang?"

Pemilik nama diam. Menatapku datar.

"Ah, benar. Aku harus mendaftar. Hehe, maaf cerewet. Aku terlalu senang dengan sayapku. Bayangkan, kau memiliki sepasang sayap peri. Ini seperti mimpi. Kalau begitu, kau juga punya dong? Kau seorang peri juga, kan?"

"Kusembunyikan," sahutnya. Dia berbalik membelakangiku. Aku tak dapat melihat rupa sayapnya sebab dia mengenakan jubah.

Kala bersiul, memanggil seekor kupu-kupu.

Aku berseru tertahan. "Kupu-kupu raksasa! Apakah ia hewan mutan atau eksperimen? Kenapa ukurannya bisa sebesar itu?"

Kala mengabaikan celotehanku. Berbisik dengan kupu-kupu tersebut. Eh, apa dia bisa bicara dengan hewan? Mungkinkah setiap peri punya kekuatan sendiri? Aku jadi tidak sabar pergi ke sekolah yang Kala sebutkan.

Seuntai akar rambat disodorkan padaku. "Pegang itu erat-erat. Kalau kau jatuh, aku tak tanggung jawab. Sudah kuingatkan."

Kugenggam akar tersebut, bergantian menatap Kala. "Mau apa dengan benda ini? Kau menyuruhku lompat seperti tarzan?"

Kala tidak menjawab. Dia sudah gemas meladeni semua pertanyaanku sedari aku datang. "Ondina," gumamnya, mengangguk.

Kupu-kupu itu ikut mengangguk, menggigit ujung akar rambat. Sayapnya pun terkepak dan terbang beranjak dari tanah. Semilir angin lembut mulai menjamah pori-pori.

A-aku terbang. Aku benar-benar terbang. Walau belum bisa terbang memakai sayap sendiri, tetap saja ini hal menakjubkan untuk seseorang yang belum pernah naik pesawat!

"Tuan Kupu-kupu ini amat kuat. Ia mampu mengangkut dua manusia sekaligus."

"Ondina itu betina. Kalau dia tersinggung, kita akan dijatuhkan." Kala memberitahu.

"Astaga! M-maafkan aku, Nona Kupu-kupu. Aku tidak tahu jenis kelaminmu. Namamu terdengar cantik seperti sayapmu," pujiku, setengah takut akan dijatuhkan ke bawah.

*

Sepuluh menit perjalanan luar biasa, kami pun tiba di tempat tujuan. Ondina mendarat santai di sebuah rumah bertulang kayu. Hanya rumah itu satu-satunya bangunan di halaman yang luas ini, semacam pos penjaga.

"Eh, apa kita belum sampai di sekolah? Katamu kita akan pergi ke sekolah, kan?" Pasalnya halaman ini benar-benar kosong lho.

Lagi, Kala mengabaikan pertanyaanku. Dia mengusap kepala Ondina sebentar, lalu mengetuk pintu pondok. Seseorang keluar.

"Kala!" Dia menatap Ondina. "Kau membawa Ondina keluar lagi? Aduh, harus berapa kali kuingatkan, heh, Ondina bukan kendaraan pribadimu. Ia itu aset milik sekolah. Kau kan punya sayap. Ngapain naik Ondina lagi?"

"Maaf, Madam Shayla. Tadinya aku ingin pergi sendiri, tapi Ondina mengikutiku."

Hoo. Kupikir lelaki dingin ini tidak tahu cara meminta maaf, rupanya dia mengenal sopan santun pada orang yang lebih tua. Gud, gud.

"Lalu, siapa dia?" Madam Shayla menatapku, terutama sayapku yang layu. "Pendatang baru, hee. Kau menemukan peri pemula?"

"Yeah. Dia tiba-tiba muncul dan jatuh menimpa badanku. Gadis, namun berat."

"Hei! Aku tidak berat!" seruku melotot. Selain dingin, Kala juga blak-blakkan menyindir.

Tetapi, kenapa Madam Shayla bisa langsung tahu aku peri yang baru 'lahir'? Apa mungkin karena beliau melihat sayapku? Apa sayap yang layu pertanda peri baru menetas? Wahai, bahasaku bisa bikin mereka salah paham.

"Kau selalu saja menjawab seperti itu, Kala." Beliau terbang dengan anggun mendekatiku, tersenyum. "Halo, Sayangku. Namaku Shayla, peri yang ditugaskan membantu peri-peri baru lahir sepertimu sebelum masuk sekolah. Izinkan diri ini bertanya, siapa namamu?"

"Namaku Verdandi!" jawabku lantang.

"Verdandi. Sebuah nama yang bagus." Madam Shayla menyodorkan bola kristal padaku. "Sekarang, aku ingin kau menyentuh permukaan bola ini. Kau tak sabar ingin terbang sebagaimana seorang peri, kan?"

"Iya!" Aku mengangguk-angguk semangat, langsung menyentuhnya. Bola kristal itu menyala terang. Dua titik cahaya keluar dari dalamnya, terbang mengelilingiku. Seperkian detik, mereka pun hinggap ke sayapku membuat sayap tersebut meredup samar.

Madam Shayla menyuruh Kala mengambil alih bola kristal, terbang ke belakangku. "Coba kita lihat," ucapnya memegang lembut kedua sayapku. Terasa geli ketika disentuh.

Beliau mengangkat sayapku hati-hati. Yang tadinya layu, sekarang benda itu berdiri tegak, sesekali mengepak refleks. Astaga! B-benda itu bergerak. Nyata, bukan kaleng-kalengan.

"A-apa aku sudah bisa terbang sekarang?"

Beliau tersenyum, menunjuk ke belakang.

Apa yang beliau tunjuk? Memangnya ada apa di belakangku? Aku menoleh. Terperangah.

Sebuah akademi berarsitektur puri yang dikelilingi tembok rampart dan dibatasi dengan portcullis, berdiri gagah di halaman yang kulihat hanya padang rumput kosong tadi. Banyak peri-peri terbang hilir mudik di udara. Sibuk dengan aktivitas masing-masing. Belajar, bermain dengan binatang absurd yang tidak ada di bumi, bergosip, dan lain-lain. Mataku telah tertipu! Akademi ini besar dan megah! Sangat keren aku akan sekolah di sini.

"Sekali lagi, selamat datang di Asfalis."




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top