Side Story: Admirer

Koridor mulai tampak lengang sepuluh menit setelah bel pulang sekolah berbunyi. Mereka yang sudah tidak ada kegiatan di sekolah segera membubarkan diri. Mungkin aku akan menjadi pengecualiannya. Ah, aku pasti sudah gila karena tetap bergeming di ruang loker sendirian.

Hari ini, semua tampak biasa saja. Syukurlah, tidak perlu lagi ada kasus merepotkan seperti sebelumnya. Andai yang terjadi adalah hal sebaliknya, entah apa yang akan kugunakan sebagai alasan untuk menghindari penyelidikan agar tidak perlu menyulut kemarahan Ayah.

Aku bersandar pintu loker milikku seraya menatap langit-langit. Menghela napas bosan. Harus kuakui. Meskipun kasus itu menurutku sangat merepotkan, hari-hari tanpanya terasa kurang menantang. Yah, walaupun sampai sekarang aku belum mengerti mengapa Riyan membidikkan senjata api padaku. Yang pasti itu masih membuatku shock hingga sekarang.

Dan kurasa jika tak ada kasus, kemampuan berpikirku akan berkurang empat puluh persen. Benar-benar signifikan. Tentu saja itu karena aku tidak tertarik memikirkan perubahan iklim dunia ataupun isu-isu global  terutama yang berkenaan dengan politik dan ekonomi  yang seolah tidak memiliki akhir.

Rasanya jauh lebih baik memaparkan analisis di depan anggota Kepolisian. Daripada mengungkapkan pendapat tentang masalah global jika pada akhirnya akan dianggap sebagai pencemaran nama baik atau apalah. Sebenarnya, aku tidak terlalu peduli dengan kasus semacam itu.

Aku kembali menghela napas saat hanya ada keheningan di setiap penjuru. Sebelum akhirnya suara sepatu yang bersentuhan dengan lantai menggantung di langit-langit. Aku segera menoleh ke sumber suara. Memerhatikan dari jauh secara sembunyi-sembunyi. Tenang saja, aku cukup ahli dalam hal ini.

Suara berderit terdengar samar saat pintu loker milik gadis oriental itu terbuka perlahan. Aku bisa melihat isinya dari tempatku berdiri. Terlihat sesuatu yang terbungkus rapi di antara barang-barang yang lain. Tanpa pikir panjang, gadis itu mengamatinya lebih dekat. Sudah kuduga. Itu pasti hadiah dari penggemar rahasianya.

Aku tidak heran, sudah sangat biasa jika ditemukan barang-berang aneh di dalam loker siswa populer. Apalagi di loker milikku. Tidak terbilang berapa banyak barang tertimbun di sana, selain karena aku malas merapikannya. Terlebih lagi surat yang bahasanya sangat puitis sehingga tidak bisa kupahami. Ah, sudahlah. Salahku sendiri karena tidak mengunci loker.

Aku kembali mengamatinya. Dia meletakkan kembali barang itu di dalam loker kemudian melakukan sesuatu yang tidak bisa kulihat dengan jelas. Dan yah, semoga saja aku tidak terlihat jelas dari sini.

Suara langkah seseorang kembali terdengar. Kedengarannya dia menuju kemari. Kali ini dari arah belakang. Sepertinya lebih dari satu orang. Beberapa detik kemudian, dugaanku terbukti. Hanya ada gadis bermata empat yang kali ini tidak bersama tetangganya, bersama Ellion yang mengaku sebagai cinta pertama.

"Hai, Senior," sapanya dengan senyum semringah. Aku hanya mengangkat alis sebagai respons. "Biar kutebak. Aku yakin senior sedang menunggu pacarnya itu kan?" ucapnya. Aku tidak menjawab. Pertanyaan yang sangat tidak bermutu.

"Steve, jangan dengerin cowok kayak dia kalo nggak mau ketularan!" seru Sisi. Aku memandangnya heran. Tidak mengerti. Memangnya itu semacam virus yang bisa menyebabkan pandemi dan menular melalui perantara suara? Setahuku, tidak ada yang seperti itu. Biasanya, makhluk mikro ini menular lewat udara atau kontak langsung, kan?

"Lalu, apa kau sendiri sudah tertular?" tanyaku tanpa intonasi.

"Ya nggaklah! Makanya kamu bantuin dong. Gimana caranya supaya dia mau pergi?" desak Sisi. Tanpa memedulikan Ellion yang masih saja memasang seringai licik.

"Mengapa? Bukankah dia 'cinta pertamamu'," sahutku. Pipi gadis itu tampak bersemu merah. Mati-matian meyakinkanku jika itu tidak benar. "Baiklah. Kalau kau benar-benar ingin dia pergi, turuti saja kemauannya," ucapku. Gadis bermata empat itu mengerucutkan bibirnya kesal lalu pergi begitu saja dari hadapanku. Tentu saja Ellion kembali mengekor.

Dasar gadis aneh. Tidak bisakah dia memakai otaknya walau hanya sekali? Ellion terus mengekor karena ada yang dia minta. Maka satu-satunya cara agar dia mau pergi adalah dengan mengabulkan permintaan itu. Yah, paling tidak anak itu hanya ingin sedikit tambahan uang kan? Walaupun seandainya bukan itu yang diinginkan, siapa yang tidak mau melakukan apa pun demi benda tipis yang menggerakkan perekonomian dunia itu?

Aku kembali melanjutkan apa yang kulakukan sebelumnya. Mengamati Kira dari kejauhan. Gadis itu tetap bergeming seraya memandangi benda yang diletakkan di dalam lokernya itu. Entah apa yang ia pikirkan. Padahal biasanya gadis itu akan segera memasukkannya ke dalam ransel kemudian berjalan pulang bersama tetangganya yang baru saja pergi.

Kali ini, aku tidak merasakan perasaan aneh tetapi menyakitkan itu. Tidak lagi timbul keinginan untuk menyingkirkan orang yang melakukannya, yang pada akhirnya akan membuat Andrew langsung beraksi. Aku hanya diam saja saat gadis itu tersenyum manis saat membaca sesuatu yang ditulis dengan kertas yang terikat pita hiasannya.

Biar kutebak isinya. Aku sangat yakin, yang pasti bukan coklat. Aku sudah tahu jika Kira alergi terhadap makanan penutup itu. Sangat keterlaluan jika seorang pengagum rahasia malah memberikannya pada ketua ekskul karate yang baru.

Kulirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah sore rupanya. Benar-benar gila jika aku menghabiskan waktu seharian untuk mengamati karateka itu dari jauh. Aku kembali memandang ke tempat Kira berdiri selama kurang lebih sepuluh menit terakhir. Dia sudah tidak ada.

Aku menghela napas, kemudian berniat untuk pergi dari sini. Sebelum akhirnya terkesiap saat menyadari jika orang yang kuamati tengah berada di hadapanku entah sejak kapan. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya. Aku menelan ludah. Sial, apa yang harus kukatakan?

"Tidak ada," jawabku singkat. Aku segera mengalihkan pandangan, tidak ingin mendapat tatapan curiga darinya. Tetapi ternyata tidak. Dia sama sekali tidak terlihat menaruh kecurigaan saat aku kembali menatapnya.

Dia hanya terdiam dalam waktu yang tidak bisa disebut sebentar. Kedua tangannya meremas rok. Kedua matanya memang tetap menyorot ke arahku meskipun terlihat lain dari biasanya. Aku juga hanya terdiam. Entah mengapa aku tiba-tiba tidak tahu harus berbicara apa. Rasanya canggung sekali.

"A-ano ... sepertinya Sisi sudah pulang kebih dulu. Bagaimana kalau kita pulang bersama?" ajaknya. Aku hanya mengangguk patah-patah sebagi jawaban. Ini bukan ide yang bagus karena aku pasti akan semakin terjebak dalam kecanggungan. Tapi ... aku pasti jahat sekali jika menolaknya.

"Ngomong-ngomong, aku tidak sengaja melihatmu memegang sesuatu di loker. Itu dari siapa?" tanyaku memecah keheningan yang membuatku merasakan getaran aneh dengan frekuensi tinggi.

"Entahlah, aku tidak tahu. Di sana hanya ada tulisan 'your secret admirer'," jelasnya. Aku mengangguk samar. "Yang pasti bukan dari kau kan? Itu sangat mustahil," sambungnya. Aku tersentak kemudian tertawa hambar. Itu tidak salah. Aku memang tidak pernah melakukan hal itu, bahkan pada saat hari ulang tahunnya.

"Aku hanya bercanda. Sebenarnya lebih mustahil jika dia yang memberiku," ucapnya lalu menghela napas panjang sambil memandangi langit. Aku segera mengerti. Dia pasti sedang membicarakan 'laki-laki itu'. Kalau tidak salah, namanya Sora ya? Ah, tentu saja Kira pasti lebih mengharapkan dia. Aku kan bukan apa-apa baginya.

"Memangnya kau tidak mengunci loker?" tanyaku lagi. Gadis karateka itu memandangku heran, berpikir beberapa saat. Sepertinya sedang mengingat-ingat.

"Seingatku, akhir-akhir ini aku selalu menguncinya. Ini pertama kali seseorang menaruh sesuatu di dalam loker setelah dua bulan," jelasnya.

Aku menghela napas. Tidak sia-sia aku belajar menghias hadiah serta hand lettering. Memalingkan padangan dari Kira, kemudian memasang seringai miring. Memandangi benda kecil yang tergenggam di tangan kiri dan baru saja melancarkan rencanaku.

"Thank you so much, little wire."

*

"Pantesan aja dia nggak cemburu. Ternyata ...."

Akhirnya, ide buat side story muncul. Semoga kalian puas ya, hehe .... 😁. Kalo belum ngeh juga, coba baca lebih teliti lagi.

Oke, jangan lupa vote dan comment ya 😊.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top