File 3
Keesokannya, saat jam istirahat, Kevin lagi-lagi menarik paksa diriku menuju ruang OSIS. Dengan alasan yang sama — “IQ seratus delapan puluh sembilanmu itu harus dimanfaatkan dengan baik” — dia terus menyeretku menerobos kerumunan yang memenuhi koridor.
"Baiklah, kau boleh bermalas-malasan seperti ini. Tapi aku yakin kau tidak akan melakukannya lagi setelah sampai di ruang OSIS," ucapnya. Aku mulai curiga, karenanya aku melepaskan genggamannya dari pergelangan tanganku.
"Tunggu sebentar. Jangan katakan kau membiarkan Kira berduaan dengan Riyan di sana!" seruku. Yang membuatku semakin kesal, dia justru memasang wajah tanpa rasa bersalah yang sesaat kemudian berubah menjadi seringaian jahat.
Tanpa menunggu lama, aku berlari meneruskan sisa perjalanan. Meninggalkan Kevin yang masih saja memperlihatkan seringai menyebalkan itu.
Meskipun dia kembali berusaha bangkit sehingga membuat dada kiriku terasa sesak. Untuk sementara, aku enggan melanjutkan perjalanan jika harus melihat pemandangan yang membuat dia menguasai tubuhku. Namun di sisi lain, aku tidak ingin Kira dekat-dekat dengan anak itu lagi.
Argh! Aku tidak bisa berpikir rasional.
"Eh, Kak Edward dateng lagi?" tanya Nabila ketika bayanganku muncul di ambang pintu ruang OSIS. Pandanganku menyapu seluruh ruangan. Tidak ada siapapun kecuali Nabila, Rio, dan seorang laki-laki yang wajahnya pernah kulihat di aplikasi sosial media milikku. Artinya, Kevin membohongiku. Argh, sial! Awas kau, Kevin!
"Ellion, itu orangnya," ucap Rio pada anak baru itu. Ellion? Apa benar Ellion yang itu? Ah, mungkin bukan dia.
"Hai, Senior!" sapanya. Aku mengangkat sebelah alis. Oh, jadi karena itu dia mengirimiku pesan berkali-kali kemarin? Dia ingin memberitahu jika dia akan pindah ke sekolah ini. Hahh sama sekali tidak menarik. Pasti akan jauh lebih baik jika dia pindah ke sekolah lain.
"Aku tidak menyangka jika kau masih jauh lebih tampan daripada di foto profilmu," pujinya. Aku tidak membalas. Untuk apa aku menanggapi pujian semacam itu? Lagipula, foto yang kugunakan sebagai foto profil itu adalah foto sepupuku dari Inggris. Yah, sebenarnya tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak ingin banyak orang yang tahu rupa wajahku yang asli.
"Kau terlihat sama saja dengan di profil," balasku datar. Ellion hanya tertawa kecil. Sebuah seringai yang sangat mencurigakan.
"Astaga, ternyata kalian jauh lebih dekat daripada kukira," komentar Nabila. Aku hanya menghela napas. Apa mereka tidak melihat seberapa mencurigakannya anak ini?
"Hai, semuanya. I'm coming!" seru Kevin ketika memasuki ruang OSIS. Dia tidak sendirian. Melainkan dengan anggota tim detektif yang lain, minus Mia yang tiba-tiba pergi entah kemana.
"Hai, ada anak baru ya?" tanya Sisi. "Kenalin, aku Sisi." Gadis berkacamata tipis itu segera menyalami Ellion tanpa rasa canggung.
“Aku Ellion. Apa kita pernah bertemu?” tanya Ellion. Namun, Sisi hanya menggeleng lemah setelah berusaha keras mengingat-ingat.
"Panggil aku Kevin. Yang ini Riyan," ucap Kevin sambil merangkul bahu Riyan yang berada di dekatnya. "Dan jangan lupa, laki-laki kutub utara itu Edward." Kevin menunjukku dengan dagunya, seolah tidak tahu jika sejak tadi kami sudah berbicara lebih dahulu daripada mereka.
"Aku sudah kenal dia," sahut Ellion sambil tersenyum.
"Oh, gitu ya?" Kevin mengangguk paham lalu menghampiri Rio yang sejak tadi masih sibuk dengan laporan-laporan. Riyan hanya bisa mengekori Kevin. Mungkin karena kejadian kemarin, dia menjadi sedikit takut berada di dekatku.
"Perempuan yang itu, kau bisa panggil dia Kira," ucapku ketika menyadari hanya dia yang belum memperkenalkan dirinya. Ellion mengulurkan yang langsung disambut ramah oleh Kira. "Jangan pegang tangannya lama-lama." Lagi-lagi perasaan ini muncul. Aku tidak ingin siapapun bebas menyentuhnya. Namun tampaknya, Ellion tidak peduli.
"Hai, kamu cantik," pujinya. Kira hanya bisa tertawa dengan polosnya. Aku memalingkan wajah karena tidak ingin melihat adegan ini. Sisi menyenggol lenganku kemudian memberikan isyarat yang tidak aku mengerti dengan sebuah lirikan sekilas. Aku tidak berkomentar karena arti kode itu saja aku tdiak tahu.
"Terima kasih ya," balas Kira ramah seraya mengeluarkan jurus andalannya. Aku sedikit tidak percaya. Tentu saja jurus yang kumaksud adalah meremas tangan Ellion sekeras mungkin hingga laki-laki itu tidak punya pilihan lain selain melepaskan tangannya sambil berteriak kesakitan.
"Makanya, dengerin kata orang. Jangan mentang-mentang ada cewek, kamu pegang-pegang," ujar Sisi sambil sedikit tertawa. Kamu harus tau. "Kira itu the Queen of Karate di sekolah ini."
Aku tersenyum jahat melihat Ellion yang masih merasa kesakitan, lalu mengubah senyuman menjadi lebih lembut pada Kira yang sudah menyelamatkanku secara tidak langsung. Aku harus berterima kasih padanya lain kali. Pertaanyaan yang masih sama seperti saat kita pertama kali bertemu, apa kau juga merasakannya?
Aku sedikit terkejut ketika Kira sadar jika dirinya sedang diperhatikan. Wajah orientalnya memperlihatkan ekspresi aneh, mungkin sama anehnya denganku. Waktu terasa berhenti selama beberapa saat sebelum akhirnya Sisi berdeham keras untuk menghentikan suasana canggung ini. Sontak aku segera memalingkan muka sebelum ada yang salah paham.
“Oh iya, aku tidak melihat maniak Sherlock Holmes itu seharian ini. Dimana dia?” tanyaku dingin seperti biasanya. Sebenarnya, itu sama sekali bukan pertanyaan penting. Lagipula, ada dan tidak ada gadis itu tidak akan ada bedanya.
"Oh, katanya dia nggak bisa masuk sekolah karena ada urusan keluarga di luar kota. Sebenernya, aku nggak tau pasti sih. Lagian kalo itu urusan keluarga, kita nggak boleh ikut campur kan?" Sisi mengedikkan bahu tidak peduli.
"Sekarang kan zaman globalisasi. Kalo mau, kita bisa video call sama dia. Kamu kangen sama Mia, ya?" Seketika aku membuang muka mendengar pertanyaan absurd dari Kira itu. Untuk apa aku rindu? Dia kan bukan apa-apa bagiku.
"Hei kalian bicara apa sih?" tanya Ellion yang merasa diabaikan, yang kemudian hanya dibalas dengan sebuah senyuman yang kurang lebih memiliki arti 'bukan apa-apa' oleh Sisi.
"Bagaimana dengan penyelidikan kalian?" Aku berusaha mengalihkan topik pembicaraan dengan berkali-kali menanyakan hal yang tidak penting. Kira dan Sisi saling berpandangan satu sama lain. "Ada apa?" tanyaku lagi.
"Kami belum memulai penyelidikan apapun. Kami masih menunggu bantuan Anda, Tuan Edward, wujud nyata dari sang detektif legenda, Sherlock Holmes," ucap Sisi dengan gaya bicaranya yang berubah menjadi aneh karena tiba-tiba menggunakan bahasa formal. Lagipula, panggilan macam apa itu. Tuan Edward? Wujud nyata Sherlock Holmes? Aku tidak mengerti. Fine, untuk kali ini saja, aku akui memang memiliki darah Inggris. Tapi apa membujukku harus sampai seperti itu?
“Itu benar, Tuan Muda. Tolong, bergabunglah dengan kami. Kami tahu, kami hanya detektif amatir yang sedang berusaha menegakkan keadilan. Tapi, kami akan sangat berterima kasih seandainya anda mau bergabung, Tuan Muda.” Kira ikut-ikutan membujukku dengan gaya yang sedikit berlebihan. Tuan Muda? Mengapa dia ikut-ikutan memanggilku seperti yang ayahnya lakukan padaku?
Aku tidak tahan dengan semua ini. Gaya bicara formal itu membuatku tidak bisa berpikir jernih. Ditambah lagi dengan tatapan dari Kira yang membuat jantungku bekerja tiga kali lebih cepat. Argh! Reaksi kimia macam apa ini?! Aku menghela napas, tidak ada pilihan lain jika aku ingin menghentikan semuanya.
"Baiklah, aku ikut," jawabku singkat, padat, dan jelas seperti sebuah judul dalam karangan fiksi. Kira dan Sisi sontak berteriak girang sambil berpelukan. Lagi-lagi, keberadaan Ellion tidak diacuhkan.
"Arigatou gozaimasu, Edward-kun," ucap Kira senang. Aku hanya menanggapinya dengan sebuah senyum tipis. Meskipun aku tidak mengerti bahasanya, setidaknya aku tahu arti dari kata itu. Artinya adalah 'terima kasih banyak'. Iya kan?
"Baiklah, kalo gitu. Nanti sore kita dateng ke rumah kamu. Oke?" ucap Sisi kemudian pergi meninggalkan ruang OSIS bersama Kira. Aku menghela napas panjang. Semua ini terasa sedikit aneh.
"Senior, memangnya ada apa dengan gadis itu?" tanya Ellion setelah selama sepuluh menit terakhir hanya bisa menjadi penonton. "Maksudku bukan yang berkacamata itu, tapi yang satunya."
"Bukan urusanmu," ujarku singkat lalu berjalan kembali ke kelas.
"Senior suka padanya?" tanyanya lagi. Aku tidak menjawab. Bukankah sudah kukatakan jika itu bukan urusannya?
"Sudah cukup. Sebaiknya cepat kembali ke kelasmu dan jangan ikuti aku lagi." Tanpa menunggu lebih lama, aku meninggalkan Ellion sebelum ia mengikutiku kemana pun.
*
Perhatikan setiap kata yang diucapkan Steve. Maka kalian bisa menemukan pelakunya, wahahaha ... (*ketawa jahat 😂).
Oke, jangan lupa vote dan comment ya 😊.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top