File 20
Suasana sekolah mulai tampak sepi, tetapi aku belum berniat pulang. Aku justru menyusuri koridor lantai tiga untuk mencapai ruangan yang kemarin kami gunakan sebagai markas. Yah, semoga saja mereka tidak marah karena aku datang terlambat. Yang membuatku sedikit santai adalah karena hari ini aku sudah tahu siapa pelakunya. Yang akan kulakukan hanya tinggal mencari bukti.
Dari tempatku saat ini, aku bisa mendengar pembicaraan dua gadis yang ada dalam timku dengan jelas. "Kamu jangan ngomong sembarangan!" Suara itu sangat kukenali. Tentu saja itu adalah Kira. Sepertinya mereka berdebat lagi seperti biasa.
"Ayolah, Kira. Kalo kamu nggak suka, kenapa diem aja pas dia pegangin tangan kamu?"
"E-ergh ... i-itu, tapi kamu harus tau. Aku udah jatuh cinta sama cowok lain!"
DEG! Sebuah benda tajam tak terlihat seakan menancap tepat di dadaku sepersekian detik setelah Kira berkata demikian. Perasaan ini lagi .... "Pemuda lain", ya? Jika begitu, apa aku tidak pantas? Ah, Steve. Kau seharusnya sadar jika perasaanmu ini terlalu ambisius. Bagaimana mungkin seorang gadis memiliki perasaan yang sama denganmu dalam waktu singkat. Lagipula, bukankah seharusnya ini tidak terlalu menyakitkan?
"Eh, kenapa? Bukannya Steve itu tipe cowok yang ideal banget?'
"Kamu nggak akan selamanya ngerti sama yang namanya perasaan. Walaupun dia nggak sempurna, setidaknya Sora masih punya hati."
Aku kembali hanya bisa terdiam. Apa yang dikatakannya memang benar. Aku tidak akan selamanya mengerti tentang perasaan. Dan jika dia memang menaruh perasaan pada laki-laki lain — Sora, mungkin itu namanya — aku tidak bisa melakukan apa pun selain mengalah. Jika gadis itu bahagia, bukankah aku juga harus merasakan hal yang sama?
"Eh, apa yang mereka bicarakan tadi? Aku tidak akan terima jika ada laki-laki lain!" Aku mendengus kesal. Mengapa dia tidak bisa sekali saja, tidak mengganggu urusanku.
"Lalu apa yang kau inginkan sekarang?" batinku.
"Tentu saja merebutnya, bahkan sekalipun aku harus membunuh laki-laki itu," alter egoku menjawab dengan mantap. Aku memicingkan mata, walaupun bayangannya kali ini tidak terlihat.
"Kau harus tahu, aku mencintainya. Gadis itu adalah orang yang pertama menerima keberadaanku sebagai dirimu yang lain. Tentu saja aku harus mendapatkannya dengan cara apa pun," terangnya walaupun aku tidak pernah meminta.
"Sudahlah, jangan pernah ikut campur. Kira bebas melakukan apa pun, tanpa kita," balasku. Alasan aku menggunakan kata ganti 'kita' adalah karena dia selau saja mengacaukan keadaan.
Kira yang entah mengapa spontan menoleh ke arahku tampak tersentak. Hampir sama seperti Sisi yang berada di hadapannya. Aku menghela napas panjang, lalu berjalan mendekati mereka. Berusaha sekuat tenaga tampak tenang untuk menutupi rasa kecewa yang memenuhi dadaku.
"Ternyata kalian selalu saja membicarakanku di depan," ucapku datar sambil mendahului mereka masuk ke ruangan yang kami jadikan markas. Kedua gadis itu hanya mengikuti dari belakang.
"J-jadi ... kau mendengar pembicaraan kami?" tanya Kira yang tampak tidak percaya. Aku hanya mengangkat alis sebagai respons. Aku masih enggan berbicara. Perasaan aneh ini rasanya akan terus menenggelamkanku jika aku tidak segera melepaskan diri.
"Yah, tapi sepertinya hanya pada gadis yang mengerti topik semacam itu," sahutku tanpa menatap langsung ke mata lawan bicaraku.
"Sudahlah. Biarkan Riyan menyusul. Kita harus segera menyelesaikan kasus ini. Korban semakin banyak setiap hari. Seperti yang kukatakan kemarin, aku masih ragu apakah aku perlu menangkap pelaku atau tidak." Aku memasang ekspresi seserius mungkin. Meskipun perasaan ini masih belum ada tanda-tanda akan lenyap.
"A-ano ... sepertinya aku sudah menemukan apa yang mengganjal di pikiranku. Tapi, tolong jangan marah jika ini tidak masuk akal." Kira ragu-ragu berbicara. Aku hanya diam, menatapnya serius. "Kasus ini sangat mirip dengan 'Kasus Kira'," ucapnya. Aku mengernyit, heran mengapa kasus itu memakai namanya sendiri?
"Kok nama kasusnya pake nama kamu? Kamu pernah terlibat kasus pembunuhan?!" tanya Sisi dengan nada tinggi.
"B-bukan gitu. Kasus ini ada di anime. Pembunuhnya memakai 'Kira' sebagai nama samaran. Dia membunuh dengan menggunakan kekuatan supranatural yang bisa membuat korban mengalami serangan jantung. Dan yang membuatku merasa familier, pelaku hanya mengincar para penjahat.
"Tetapi yang membuatnya berbeda, pelaku dalam kasus ini mengincar para koruptor. Penyebab kematian korban adalah luka di dada kiri. Selain itu, korban juga mendapat pesan sebelum terbunuh," jelasnya panjang lebar. Aku mengangguk paham. "Maaf, mungkin ini tidak terlalu membantu." Aku hanya menggeleng samar, berkata 'terima kasih'.
"Tapi, aku rasa aku tahu jawaban dari keraguanmu!" Kira berseru seraya menggebrak meja dengan nada berapi-api. "Kaitou menelponku kemarin. 'Menegakkan keadilan memang sudah menjadi keharusan. Tetapi jika dilakukan dengan cara seperti itu, maka pelaku tidak lebih dari seorang pembunuh biasa yang dibutakan idealisme,' itu yang dia katakan padaku. Dengan kata lain, pelaku harus dihukum seperti seorang pembunuh," jelasnya lagi.
Aku termenung. Begitukah arti dari keadilan? Apakah yang sedang dilakukan pelaku bukan menegakkan keadilan? Apakah aku yang sedang berada di pihak keadilan? Aku memang tidak mengerti. Tetapi sepertinya rasa keadilan mulai membuat debar jantungku berirama lebih cepat.
"Terima kasih," ungkapku lirih.
"Kamu nggak dapet kesimpulan baru. Tadi siang, kenapa kamu bilang 'terima kasih' ke aku?" tanya Sisi yang rasa herannya sepertinya belum terjawab. Haruskah kuakui jika aku tahu siapa pelakunya? Hmm ... bukti yang masih lemah tidak akan membuat mereka percaya dengan mudah. Mereka pasti akan mengiraku berdelusi.
"Tidak ada, bukan hal penting," jawabku cepat. "Ini sudah lama. Dimana Riyan? Apa dia sudah pulang lebih awal?" Aku memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Entahlah, kita juga nggak tau," sahut Sisi.
Merasa ada hal yang aneh, aku berjalan keluar ruangan untuk mencarinya. Entah apa yang mendorongku untuk berjalan cepat menuju ke arah gudang penyimpanan. Firasatku mulai tidak enak saat melihat pintu gudang penyimpanan yang sedikit terbuka. Tanpa pikir panjang, aku segera membuka pintu yang sudah lapuk itu.
"Riyan, apa yang kau lakukan di sini?!" tanyaku setengah berteriak saat melihat seorang laki-laki bergeming membelakangi pintu masuk. Aku tidak yakin itu Riyan, spontan aku menyebut namanya.
"Kak Steve!" serunya saat menyadari keberadaanku. Aku mendekat seraya mengerutkan kening. Pertama, karena seruan spontanku tidak salah. Kedua, karena anak itu hanya diam di tempat ini cukup lama.
"Aku mendapat pesan di pintu loker. Seseorang memintaku untuk datang ke tempat ini," jelasnya. Aku tersentak, bagaimana bisa anak ini cepat percaya pada pesan yang tidak dia ketahui darimana asalnya?
"Itu bisa saja jebakan!" seruku. Sedetik kemudian, pintu gudang yang semualanya terbuka menutup dengan cepat. Riyan tampak shock. Raut wajah menyesal tampak jelas.
"Bagaimana ini bisa terja- ...." Pertanyaanku tidak jadi terlontar karena kepala yang tiba-tiba terasa sakit. Pandanganku perlahan mulai tampak kabur. Dadaku terasa sesak, dalam arti yang sebenarnya. Kesadaranku mulai berkurang sedikit demi sedikit. Yang bisa kudengar hanya suara Riyan yang samar-samar menanyakan kondisiku sebelum akhirnya semua berubah menjadi gelap dan sunyi.
*
Kira suka sama cowok lain?! Apa?! Kenapa justru Steve yang ngalamin unrequited love? Jadinya kan .... Yandere on action.
Buat kalian yang masih bingung, yandere itu adalah sifat mirip sama sifat obsesif, tapi di tingkat yang lebih parah (biasanya di anime). Yaitu, dia takut kehilangan orang yang dia suka, sampe jadi overprotektif dan rela melakukan apa pun termasuk membunuh orang demi mendapatkan cinta. Contoh yandere: Yuno dari anime Mirai Nikki.
Makanya, kebanyakan yandere punya kecenderungan untuk jadi psikopat. Tapi Steve itu bukan psikopat ya. Dia cuma berkepribadian ganda (beda lho sama psikopat).
Tapi, jangan marah dulu ya. Kan masih ada istilah "sebelum janur kuning melengkung", dia nggak akan menyerah 😂.
Udahlah daripada ribut, mendingan tinggalkan vote dan comment-nya ya, hehe 😄.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top