File 2
Belum sampai di tujuan, aku sudah merasakan hal aneh. Suatu aroma amis yang sangat familier tercium tak jauh dari tempat kami. Sangat familier. Kurasa apa yang dimaksud Riyan adalah ....
"Riyan," panggilku. Yang dipangggil segera menghentikan langkahnya kemudian menatapku ragu-ragu. Sementara Rio dan Nabila terus berlari karena penasaran, mungkin. "Jangan katakan jika yang kau ...."
"Kyaaa!!" Jeritan itu sontak membuatku tidak bisa melanjutkan kalimatku yang akhirnya terpenggal di bagian yang terpenting. Tidak salah lagi. Pasti Nabila menjerit karena hal yang ada dalam pikiranku.
"Ada apa?" tanya Riyan masih takut. Aku berjalan mendekat hingga jarakku hanya satu langkah di depannya.
"Kau menemukan mayat?" tebakku. Riyan yang mendengarnya terlihat terperanjat. Mungkin bingung karena aku bisa menebaknya. Beberapa saat kemudian anak ini mengangguk samar. Tanpa pikir panjang, aku segera berlari menyusul kedua adik kelasku.
Dugaanku sama sekali tidak salah.
"Kalian berdua, cepat menjauh dan beritahu siapa pun yang ada di dekat sini," ucapku dengan maksud memberi instruksi, bukan kepanikan. Namun, sama sekali tidak ada gunanya menjelaskan semuanya karena tetap saja wajah mereka terlihat pucat ketika berlari keluar dari ruangan.
Aku berjalan mendekati mayat itu dengan sangat hati-hati. Aku harap tak ada bukti yang mengarah padaku seperti dulu, lagi. Kondisinya sama sekali tidak semengerikan kasus yang kami selidiki sebelum ujian semester. Hanya ada sebuah luka di bagian dada kiri. Mungkin itulah yang menyebabkan kematiannya.
Tidak ada aroma kloroform seperti dulu. Kurasa, aku sudah bisa menyimpulkan jika ini adalah pembunuhan. Selain itu, jika diperhatikan dari kekakuannya, kejadiannya berlangsung antara pukul tujuh sampai delapan pagi. Aku menghela napas lega. Aku sekarang punya alibi.
Sekilas, kulirik kembali Riyan yang masih diam membeku di depan pintu seraya menatapku horor. Dia sudah menjadi orang yang pertama menemukan mayat dua kali di tahun pertamanya di SMA. Apa dia sebenarnya adalah seorang pembawa sial. Tatapannya mulai membuatku berpikir, apa Riyan mencurigaiku sebagai pelakunya, lagi? Hah, dasar. Kebencian memang terkadang membuat kita tidak bisa berpikir objektif.
Aku kembali berjalan mendekatinya lalu berbisik, "Aku punya alibi." Dia masih saja menatapku horor hingga aku berjalan menjauhinya.
"Jika kau tidak percaya, akan aku buktikan," batinku.
------x---x------
Polisi sampai di tempat kejadian beberapa saat setelah Nabila dan Rio melapor kepada salah staf TU yang kebetulan berada tak jauh dari TKP. Aku hanya bisa memandang datar ruang kepala sekolah yang sekarang sudah digaris polisi. Tentu saja aku tidak bisa masuk. Lagipula, untuk apa aku masuk ke sana lagi? Untuk mengotori nama baikku?
"Kalian ini mungkin sudah ditakdirkan menjadi pembawa sial. Buktinya kalian menemukan mayat lagi," ucap seorang Komisaris Polisi ketika kami selesai diinterogasi. Entah siapa yang ia maksud. Kurasa bukan aku. Karena sebaliknya, biasanya aku adalah orang yang nyaris menjadi mayat, alih-alih yang menemukannnya.
"Kami juga bingung, Pak. Ini adalah kasus pembunuhan yang ketiga selama kami bersekolah di sini," desah Rio. Nabila menyikut lengannya, meminta untuk lebih menjaga ucapan. Tentu saja karena kasus yang terjadi beberapa bulan lalu tidak hanya memakan satu korban.
"Iya, dan saya rasa memang dunia ini sudah tidak aman lagi." Komisaris Polisi itu bangkit dari duduknya lalu berbicara dengan salah satu bawahan. Aku bisa mendengar pembicaraan mereka dari tempatku, tetapi aku tidak terlalu tertarik.
"Jangan lupakan pesan yang diterima korban," ucap pria yang sedang menginterogasi kami. DEG! Apa tadi dia benar-benar berkata 'pesan'?
"Baiklah, kalian boleh pergi," ucapnya. Tanpa menunggu lebih lama, kami segera beranjak pergi dari ruang BK yang semakin mencekam setelah diubah menjadi ruang interogasi. Aku melirik, melihat ketiga adik kelasku yang menghela napas lega. Kurasa tidak satu pun dari mereka yang mencurigakan. Kecuali ....
"Bagaimana hasil interogasinya?" Sengatan sejuta voltase listrik seolah menyerangku bersamaan dengan suara itu, lagi. Sial! Mengapa dia ada di sini?
"Yah, lumayan menegangkan," jawab Nabila seraya menyeka keringat dingin yang mengalir di wajahnya. Sementara aku berusaha menundukkan pandanganku agar tidak ada satu pun dari mereka yang menyadari ini.
"Nggak papa. Selama kalian nggak bersalah, kalian nggak perlu takut. Justru polisi akan curiga kalo kalian keliatan takut," jelas Sisi yang kebetulan masih berada di sini. Seperti biasa, sekolah dipulangkan lebih awal ketika ada kasus semacam ini.
"Iya, itu benar," sahut Kevin datar. Aku bisa melihat matanya yang kini menatapku intens. Aku sedikit curiga. Oh, apa yang sebenarnya dia inginkan?
"Apa itu artinya kita harus melakukan penyelidikan lagi sekarang?" tanya Kira. Aku sudah tidak bisa menahan ini. Namun, aku harus sedikit bersyukur karena dia sama sekali tidak memperhatikanku.
"Yah, begitulah. Steve, kau ikut kan?" tanya Kevin memastikan. Bukannya menjawab, aku justru berbalik menuju gerbang utama. "Steve, kau tidak ikut?!"
"Aku ada urusan lain," jawabku dingin lalu berjalan menjauh. Yah, aku sengaja melakukan itu karena aku sudah tahu semua hal tentang kasus ini berkat dokter forensik yang membicarakan hasil pemeriksaannya di ruang interogasi tak jauh dari tempatku.
Namun di sisi lain, aku memilih untuk pulang karena aku tidak ingin melihat Riyan yang selalu saja membuatku geram dengan bersikap innocent di depan Kira. Entahlah, Kevin menyebut perasaan ini dengan nama "cemburu". Aku memang tidak tahu pasti. Tapi ini sungguh sangat menyakitkan.
Iya, sangat menyakitkan. Aku ingin mengakhiri semua ini, secepatnya.
"Kalau begitu, izinkan aku yang mengakhirinya." Sial, bisikan itu, mengapa dia tiba-tiba ....
"Argh! Kumohon, jangan sekarang!" teriakku seraya memegangi dada kiriku yang terasa sesak. "Jangan lagi!" Aku meremas sprei kamarku sekeras yang kubisa agar dia tidak muncul lagi seperti dulu. Aku tidak ingin menjadi seorang kriminal!
(Baca seri kedua ya, biar paham maksudnya 😃)
Suara dering handphone sukses membuat perhatianku teralihkan. Sebuah notifikasi muncul di sana. Oh ya, memang tidak ada masalah pada jantungku. Hanya saja, aku memang terbiasa seperti ini ketika bisikan itu datang padaku. Karena itulah, Ibu biasanya tidak melakukan apa-apa walaupun mendengar teriakanku.
Ellion: Senior, aku akan pindah sekolah besok
Steve: Bukan urusanku
Aku melemparkan handphone sembarangan di atas tempat tidur setelah membalas pesan itu. Tidak peduli walaupun benda itu berdering berkali-kali. Memangnya anak itu tidak punya kegiatan lain selain mengirimiku pesan tidak berguna? Dasar!
Hmm ... mungkin aku harus berterima kasih pada anak itu karena berhasil membuat dia berhenti. Mengenai namanya yang sedikit aneh menurutku, besok saja aku jelaskan. Aku sedang malas menceritakannya panjang lebar.
*
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Yeayy!! Update lagi!
Btw, yang tadi itu bukan bisikan setan atau makhluk astral. Dia itu bukan anak indigo. Makanya kalo bisa kalian baca seri kedua juga ya. Soalnya, Ichi mau bahas lebih banyak tentang bisikan misterius tadi.
(Mode serius aktif). Dan ... Ichi mau bilang sesuatu ke kalian.
Ichi bener-bener nggak nyangka, sekarang tempat tinggal Ichi udah jadi zona merah waspada corona padahal kemarin masih aman. Sedih banget dengernya, tapi mau bagaimana lagi.
Jadi, Ichi punya beberapa pesan buat kalian. Pliss, jangan di skip.
Pertama, jangan panik dan ikutun info terbaru dari pemerintah. Kata Miss Merry Riana, "Kepanikan dalam menghadapi masalah hanya akan menimbulkan masalah baru yang lebih bermasalah."
Boleh aja waspada, malahan wajib banget. Tapi jangan sampe panik jadi nggak peduli apa-apa asal bertindak sendiri aja. Karena bisa jadi, kepanikan itu yang membunuh kita lebih dulu sebelum virusnya.
Lebih baik kuota kalian yang banyak itu manfaatin buat browsing teknik pencegahan yang bener, terus praktekin. Dan, saran Ichi jangan males nonton berita. Oke?
Kedua, jangan ikutan nyebar hoax. Kita memang tinggal di negeri +62 dimana informasi terbaru mudah banget cuma didapetin dari ujung jari.
Tapi, dengerin Ichi baik-baik. Bijaksanalah menjadi netizen. Saring berita yang bener-bener bermanfaat buat disebarin. Jangan ikutan bikin masayarakat tambah panik sama berita hoax yang nggak jelas asal-usulnya.
Cek dulu sebelum share. Inget itu ya. Kalo bisa, kalian bisa langsung cek info dari situs-situs resmi pemerintah yang lebih bisa dipercaya. Karena Ichi tau (dan pernah berada di kondisi yang mirip), berita hoax bisa memperkeruh keadaan 100× lebih cepat.
Ketiga, dengerin apa kata pemerintah. Ini buat kalian yang suka ngeyel. Kalo kalian emang dikarantina, disuruh diem aja di rumah, ikutin. Jangan kalian mentang-mentang libur, keluyuran kemana-mana. Karena kita nggak tau apa benda yang kita pegang, atau orang yang kita temuin itu ada virusnya atau nggak.
Ichi memang bukan ahlinya. Tapi dari info yang beredar, seseorang yang terinfeksi virus ini bisa menularkan walaupun masih masa inkubasi, dimana orang itu nggak sadar kalo dia menularkan ke orang lain. Dan bisa jadi, kita juga nggak sadar kalo kita nularin ke orang lain.
Tapi kan kak, mati itu udah di tangan Tuhan.
Iya, sayang. Ichi juga tau. It's okay kalo kalian mau cepet-cepet mati. Tapi seandainya kalian menularkan virus itu ke orang lain, ke keluarga, temen atau orang-orang di sekitar kalian, sama artinya kalian MEMBUNUH MEREKA SECARA TIDAK LANGSUNG. Maaf, kalo Ichi ngomongnya berlebihan. Tapi masalah ini beneran serius. Kita nggak boleh anggap remeh pandemi ini.
Pliiss banget nih buat kalian yang suka keluyuran. Ada banyak banget kegiatan lain yang lebih bermanfaat kalo kalian diem di rumah. Kalian bisa belajar, bantuin ortu, ngobrol sama keluarga, nulis, baca wattpad, dll.
Banyak banget kan kegiatan yang lebih bermanfaat daripada menjadi mata rantai penularan virus ini? Ichi minta banget ke kalian. Ini bukan urusan sepele. Jangan sampe kejadian di Italia menimpa negara kita juga.
Dan yang terakhir, kita berdoa sama-sama semoga kita semua dilindungi dari wabah ini. Aamiin ....
.
.
.
.
.
.
(Mode serius nonaktif). Rencananya Ichi juga mau kelarin dua cerita Ichi yang masih on going. Apalagi, kalo nggak salah sekarang ada isu kalo UN ditiadakan ya?
Semoga bisa walaupun sulit. Soalnya nih, Steve sama Mitsuki (main character Tsuki no Ko) sama-sama sakit secara psikologis. Jadi yaa ... tebak sendiri aja kesulitannya dimana 😅. Yah, Ichi jadi ngerasa kena PTSD juga 😂.
Kalian kalo nggak sibuk, mampir dong ke Tsuki no Ko. Soalnya, masih satu universe sama cerita ini. Jadi bakalan ada hubungannya, terutama tentang masa lalu Kira. (Tapi kalo kalian masih di bawah umur, mendingan jangan deh. Di sana adegan self harm-nya eksplisit banget).
Jangan lupa vote dan comment ya 😊.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top