File 13
"Kira, sebenarnya aku masih menyimpan satu kebohongan. Sekarang, aku tidak menganggapmu sebagai teman. Melainkan lebih dari itu," batinku. Seolah bisa membaca pikiran, Kira melebarkan senyumannya. Membuat debar jantungku semakin tidak stabil. Oh, dia kan hanya mirip dengan Alenna. Tetapi mengapa aku merasa aneh seperti ini?
"Cieee ...!" Aku dan Kira yang terkejut serempak menoleh ke arah sumber suara. Tepat ke arah gadis mata empat yang entah sejak kapan berdiri di sana bersama Riyan. "Ternyata sekarang si 'cowok most wanted' diem-diem PDKT sama cewek rebutan di sekolah ini," ujarnya sambil berjalan mendekat dengan menyibak rumput liar yang sudah cukup tinggi. Most wanted, apa dia berpikir aku ini buronan?
"Iya nih. Aku yang masih jomblo jadi iri," sambung Riyan yang menyusul dari belakang. Argh! Bagaimana caranya mereka bisa menemukan kami walaupun sudah bersembunyi di tempat paling sepi seperti ini? Bukan karena apa-apa. Aku hanya khawatir jika mereka mendengar pembicaraanku dengan Kira tentang alter ego.
"Kalian ngomongin apaan sih?! Gaje tau!" Kira berseru jengah. Namun, akting yang tidak terlalu baik sudah pasti membuat usahanya sia-sia. Pipinya yang memerah justru bisa membuat mereka lebih gencar lagi.
"Udah ngaku aja. Dari jauh aku sama Riyan perhatiin kalian kok. Aku serius, kalian keliatan cocok banget deh. Kalo sampe pegang-pegangan tangan, apa namanya kalo bukan PDKT?" balas Sisi membuat Kira semakin salah tingkah. Aku memang tidak terlalu mengerti. Tetapi, jika memang tidak benar, jawab saja dengan jujur. Bukankan itu seharusnya mudah untuk dilakukan?
"Sebenarnya apa yang kalian lakukan di sini?" tanyaku dengan cara yang seperti biasa, tanpa intonasi berarti. Sisi manatapku tajam, bersiap mendebat. Meskipun caranya berdebat denganku sedikit berbeda dengan saat mendebat Kevin.
"Kamu sendiri ngapain di sini?" dia bertanya balik dengan sedikit nada sinis seraya memperbaiki posisi kacamata tipisnya. "Berduaan sama cewek di tempet sepi itu nggak bagus tau!"
"Tapi mau gimana lagi?! Tadi aku nggak sengaja ketemu sama dia di koridor. Katanya dia mau bahas soal kasus ini, tapi kalian nggak ada di kelas. Ya udah, daripada nungguin kalian lebih baik kita langsung aja diskusiin berdua. Dan nggak mungkin kan kita ngomongin kasus di tempat rame," jelas Kira.
Aku tak bisa menahan diri untuk tidak kagum melihat kemampuan berbohong yang dimiliki gadis berdarah campuran itu. Caranya becerita sangat lancar. Bahkan dia sama sekali tidak berkedip. Meskipun dia sedikit menghindari kontak mata dari Sisi, tetapi untungnya mereka berdua percaya. Lagipula, dia melakukan ini untuk menjaga rahasiaku, kan?
"Ya udah. Ternyata kamu itu beda sama Kevin yang suka sembunyiin info. Kebetulan tadi aku sama Riyan juga udah naik ke lantai tiga buat ngelakuin sesuatu," terang Sisi. Aku menghela napas lega secara samar-samar saat mendengar tidak ada nada curiga dari gadis berkacamata itu.
"'Sesuatu' itu apa? Jangan-jangan Riyan udah nembak kamu ya?" Kira sepertinya mencoba membalas perbuatan tetangganya. Tunggu, apa yang dia katakan tadi, nembak? Dari jarak dekat? Sniper macam apa yang menembak dari jarak kurang dari satu meter?
"Kamu juga jangan ngomong yang aneh-aneh!" sergah gadis berkacamata itu dengan wajah yang terlihat bersemu merah. Apa yang salah dari kata 'menembak'? Itu hanya kata biasa kan?
"Jujur aja, dalam arti sebenarnya atau kiasan, aku nggak akan pernah nembak Kak Sisi," sambung Riyan. 'Arti kiasan' katanya? Memangnya apa arti dari kata menembak selain melepaskan peluru dari sebuah senjata api?
"Makanya kamu juga jangan nuduh macem-macem. Detektif macam apa yang nuduh tanpa bukti." Kira sepertinya tidak mau kalah sehingga perdebatan tidak berguna ini semakin terasa memanas. Aku harus menghentikannya.
"Sudahlah, hentikan. Ada yang jauh lebih penting daripada berdebat tentang hal tidak berguna. Dan kau Sisi, lebih baik cepat jelaskan apa yang kau dapatkan di lantai tiga," putusku. Sisi sempat mengerucutkan bibir kesal sebelum akhirnya berjalan lebih dulu menyusuri tangga menuju lantai paling atas dari sekolah ini.
"Kira, aktingmu bagus. Sekarang berusahalah untuk tampak tahu segalanya tentang hipotesaku. Jika ada yang tidak kau mengerti, tanyakan padaku setelah pulang sekolah," bisikku selama mereka berdua tidak memerhatikan. Kira hanya mengangguk patuh. Tampaknya dia sudah mengerti jika itu dilakukan agar mereka berdua percaya jika aku memang sudah memberitahu Kira semua yang aku dapat.
"Ini dia. Ruang lab yang lama, dan sekarang udah nggak kepake lagi. Dulu waktu masih kelas sebelas, aku sama Kevin pernah dihukum bersihin ruangan ini. Makanya aku kepikiran buat bikin ruangan ini jadi markas kita," jelas Sisi sambil membuka pintu ruangan yang ia maksud.
"Tadi aku sama Riyan udah izin ke Wakasek urusan sarpras. Katanya kita boleh pake ruangan ini asalkan jangan sampe ada yang rusak. Tapi tenang aja. Aku nggak bilang kalo mau pake ruangan ini buat diskusiin kasus," terangnya lagi. Aku hanya mengangguk sebagai respons. Tidak buruk juga. Bahkan bisa dikatakan ini terlalu luas jika hanya digunakan kami berempat.
"Kerja bagus, teman-teman," ucapku. Kira, Riyan, dan juga Sisi serempak menoleh ke arahku lalu memberi tatapan heran. Is something wrong?
"Yah, aneh aja sih. Aku belum pernah sama sekali denger kamu manggil kita 'teman-teman'. Aku pikir kamu lagi error gara-gara kasmaran," sahut Sisi dengan gaya tidak peduli miliknya. Gadis itu mendekati dua buah meja yang dihimpitkan dan dikelilingi empat kursi secara melingkar. Bisa kuduga, pasti Riyan dan Sisi yang menyusunnya.
"Nanti sore, bagaimana kalau kita datang ke sini dulu? Hari ini kita pulang lebih cepat, kan? Dan kebetulan, ekskul karate masih libur," usul Kira. Aku tidak menanggapi. Terserah pada timku kapan mereka mau mendengar hasil yang kudapatkan.
"Ide bagus. OSIS juga lagi nggak ada kegiatan karena hampir semuanya pergi," balas Riyan yang sepertinya menjadi salah satu anggota OSIS yang tidak diperkenankan mengikuti. Tentu saja, aku yakin dia tidak akan menolak seandainya diizinkan ikut serta. Itu masihh lebih baik daripada harus terlibat penyelidikan yang bisa mengancam nyawanya.
"Perlu aku ajak Mia sekalian? Dia udah balik lagi, lho," tanya Sisi. Aku menggeleng samar karena segera teringat dengan pertemuanku dengan Dokter Hary kemarin sore. Kenapa?
"Jangan memberitahunya ataupun hanya membahas kasus ini di depan gadis itu. Sepertinya kalian tidak perlu tahu alasan yang sebenarnya. Aku tidak ingin melibatkan lebih banyak orang dalam bahaya, sedangkan aku sendiri tidak bisa dipastikan aman dengan hemofilia ini," tegasku. "Ingat otoritas penuh yang kalian berikan padaku sebagai ketua tim. Laipula, aku melakukan ini demi kalian."
"Oke, bukan masalah. Mohon kerja samanya ya, Ketua," ujar Kira sambil sedikit membungkukkan badan seperti etika orang Asia Timur pada umumnya. Aku hanya tersenyum tipis sebagai tanggapan dari respons yang begitu tulus itu.
*
Yang udah komen di file sebelumnya (entah karena memang mau komen atau takut Ichi slow update 😀), Ichi ucapkan terima kasih. Semoga kalian tetep ikhlas meninggalkan komen tanpa di-"ancam" 😂.
Jangan lupa vote dan comment ya 😊.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top