Lembar Ketiga

Kedua orang tua (Y/n) telah berpisah semenjak gadis itu duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Saat itu, ibu mereka memilih untuk berpisah dengan ayah mereka. Entah apa alasannya, tidak ada satu pun dari mereka yang memberitahu apa alasannya. (Y/n) dan Manjirou pun tak tahu apa alasannya. Karena ketika perpisahan kedua orang tua mereka terjadi, (Y/n) dan Manjirou masih terlalu kecil untuk memahaminya. Berbeda dengan Shinichiro yang sepuluh tahun lebih tua dari Manjirou dan dua belas tahun lebih tua dari (Y/n). Sehingga mungkin saja lelaki itu mengetahui penyebabnya. Hanya saja ia mungkin menyembunyikannya dari adik-adiknya.

Hak asuh yang diperebutkan di meja hijau pun dijatuhkan ke tangan ayah mereka. Saat itu, ayah mereka bekerja sebagai seorang pengacara dan pastinya ekonominya lebih mendukung daripada ibu (Y/n) yang notabene hanya seorang ibu rumah tangga. Hingga kini pun, ayah (Y/n) masih bekerja sebagai pengacara. Membela seseorang yang tak bersalah dan selalu menuntut kesempurnaan dalam kinerja kerjanya.

Bel pulang sekolah berbunyi tepat ketika (Y/n) selesai mencatat di buku tulisnya. Ia pun ikut berdiri dan mengucapkan salam sebelum Sensei-nya keluar dari kelas. Setelah itu, gadis itu merapikan peralatan tulisnya dan memasukannya ke dalam tas.

Tidak ada ucapan "selamat tinggal" ataupun "jaa ne" yang ia dengar dan ditujukan kepada dirinya. Karena (Y/n) yang lebih suka menyendiri daripada memiliki banyak teman, alhasil kesukaannya itu pun terkabul di sekolah. Kesendirian seolah sudah biasa menemaninya ketika ia bersekolah. Berbeda ketika ia berada di rumah. Kedua kakak laki-lakinya pasti akan selalu menemani (Y/n) agar ia tak merasa kesepian. Terlebih Manjirou. Mereka berada di sekolah yang sama dan pastinya mereka akan lebih sering bertemu dibandingkan dengan Shinichiro.

"(Y/n)."

Indra pendengaran (Y/n) menangkap suara yang sudah sangat ia kenal. Gadis itu berbalik dan tatapannya langsung tertuju pada Manjirou yang memanggilnya barusan.

"Ayo kita pulang!" seru (Y/n).

"Hari ini kau tidak ada kegiatan OSIS?" tanya Manjirou, memastikan (Y/n) bebas dari tugasnya saat ini.

"Tidak ada. Hari ini aku bisa langsung segera pulang. Rasanya aku ingin makan es krim yang dijual di dekat sekolah," ujar gadis itu seraya melangkah menjauhi kelasnya.

"Kalau begitu, kita mampir ke sana sekarang. Bagaimana menurutmu?" ajak Manjirou yang langsung disetujui oleh (Y/n) dengan antusias.

"Ayo!"

***

Suara lonceng yang terdengar ketika pintu dibuka mengisi keheningan ruangan. (Y/n) dan Manjirou melangkah masuk ke dalam setelah menutup pintu kembali. Mereka pun duduk di dekat jendela. Membiarkan pemandangan di balik kaca transparan itu menjadi pandangan yang bisa mereka lihat.

Seorang pelayan menghampiri mereka dengan membawa catatan di tangan serta buku menu. (Y/n) membaca semua nama menu yang tertera di sana seraya meneguk saliva-nya. Melihat nama-namanya saja, air liurnya sudah terasa ingin menetes.

"Apa yang kau inginkan, (Y/n)?" tanya Manjirou sambil tersenyum geli karena (Y/n) terlalu fokus dengan halusinasinya tentang es krim-es krim di dalam kepalanya.

"Aku ingin yang ini," jawab (Y/n) sambil menunjuk ke sebuah gambar yang sejak tadi telah menggoda imannya.

"Satu melted chocolate brownies dan satu green tea ice cream," ujar Manjirou kepada pelayan tersebut.

Pelayan itu pun mengangguk paham lalu pergi meninggalkan mereka. Seraya menunggu pesanan mereka tiba, (Y/n) mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia menatap ke arah kendaraan yang berlalu-lalang serta orang-orang dengan kesibukan mereka masing-masing.

"Bagaimana sekolahmu hari ini?" tanya Manjirou memecahkan keheningan seketika.

(Y/n) menoleh, menatap sang kakak. "Baik. Dua minggu lagi penilaian tengah semester akan diadakan. Aku harus belajar lebih giat," jawabnya sambil mengingat perkataan sensei-nya tadi di sekolah.

"Belajarlah demi dirimu sendiri, (Y/n). Bukan untuk aku, Shinichiro Nii-chan, ataupun Tou-san. Belajar tidak akan membuatmu menyesal di masa depan. Benar, bukan?" Manjirou tersenyum hangat.

(Y/n) menyetujui perkataan kakaknya. Ia mengangguk seraya tersenyum lebar. "Ya!"

***

Malam telah tiba. Bulan telah bergerak naik ke angkasa. Seorang diri, tanpa bintang-bintang yang seharusnya menemani dirinya. Sama seperti (Y/n) saat ini. Gadis itu tengah duduk di kursi meja belajarnya. Barisan kalimat-kalimat yang sudah berkali-kali ia baca kini telah ia ingat di dalam kepalanya.

Memang, materi untuk penilaian tengah semester tidaklah sebanyak materi ketika penilaian akhir semester. Namun, meskipun demikian, masih banyak bab-bab maupun materi yang harus ia pelajari. Terlalu banyak hingga membuatnya memilih untuk tidur di larut malam. Ketika bulan telah merangkak naik dan jam menunjukan pukul dua belas tepat.

Terbesit sebuah pemikiran di dalam kepalanya. Khususnya tentang ayahnya. Gadis itu merasa takut. Takut jika ayahnya akan memarahinya lagi. Takut jika ayahnya menuntut dirinya untuk menjadi yang paling sempurna lagi. Dan, takut jika ayahnya akan lebih mencecarnya ketika hasil penilaian tengah semesternya keluar nanti.

Pada akhirnya, (Y/n) pun belajar sambil ditemani oleh cairan bening yang perlahan turun. Air mata yang mewakili perasaannya saat ini.

***

Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-76🇮🇩
Semoga pandemi cepat berakhir dan kita semua bisa kembali beraktivitas seperti biasanya. Merdeka!

Hari ini sekolahku justru ngadain upacara virtual—

Kan, kan rasanya gimana gitu. Aneh gak sih? Tapi, ya sudahlah, jalani saja :>

Untuk kalian yang sudah baca dan vomment, terima kasih yang sebanyak-banyaknyaa yaa (๑•ᴗ•๑)♡

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top