Lembar Kedua
"Belum tidur?"
Suara milik Takashi membuat (Y/n) yang tengah menatap ke arah rembulan sedikit tersentak. Gadis itu menoleh dan mengikuti pergerakan kakaknya.
"Belum. Aku menunggu Nii-chan pulang," ujarnya seraya tersenyum.
Takashi mendekat ke arah (Y/n). Ia memegang kedua pegangan kursi roda milik gadis itu. Salah satu tangannya terangkat, menepuk-nepuk pucuk kepala sang adik seraya tersenyum. Memberikan senyuman terbaiknya di wajahnya yang tampak letih.
"Tadaima, (Y/n)."
"Um, okaeri, Nii-chan."
"Bagaimana pekerjaan part-time-mu hari ini?" (Y/n) bertanya ketika Takashi menuntun kursi rodanya menuju ruang makan.
Di sana, sudah terdapat makan malam yang telah (Y/n) siapkan untuk dirinya sendiri beserta kakaknya. Takashi kemudian duduk setelah menghentikan kursi roda gadis itu tepat di depan hadapannya.
"Ittadakimasu!" seru (Y/n).
Takashi tersenyum, mengatakan kata yang sama, dan mulai memakan makan malam buatan (Y/n). Tidak ada menu yang spesial di makan malam hari ini. Sama seperti sebelumnya. Yang spesial hanyalah rasanya yang ditambah dengan rasa cinta dari (Y/n) untuk kakaknya, Takashi.
"Nii-chan? Ada apa?" tanya (Y/n) diselimuti oleh kebingungan kala ia melihat Takashi yang mendadak diam. "Masakanku... tidak enak?" tanyanya lagi dengan ragu.
"Tidak, tidak. Ini enak. Masakanmu selalu enak bagiku, (Y/n)," ucap sang kakak kemudian. Menghilangkan kecemasan di dalam benak gadis itu.
"Ah, syukurlah. Aku khawatir Nii-chan tidak menyukainya." (Y/n) pun mengatakan isi pikirannya.
Mereka pun makan dalam diam. Diselimuti oleh keheningan tak berujung kala sang rembulan merangkak naik tanpa suara. Mempertimbangkan topik yang paling tepat untuk dijadikan perbincangan saat ini.
"Lalu, bagaimana dengan sekolahmu, Nii-chan?" tanya (Y/n) kemudian setelah diam cukup lama. Berusaha menyembunyikan raut wajah kesedihannya kala ia bertanya demikian.
Takashi menangkap ada yang tidak beres dari (Y/n). Bukan dari pertanyaan yang gadis itu lontarkan, melainkan benar-benar berasal dari dirinya. Lelaki itu pun meletakkan sumpitnya, melipat tangan di atas meja, dan menatap lurus ke arah (Y/n).
Tatapan yang diberikan oleh Takashi seketika membuat (Y/n) membeku. Gadis itu merasa kesulitan menelan saliva-nya sendiri kala tatapan sang kakak mengikuti pergerakannya.
"Beritahu padaku, (Y/n)."
Sekali lagi, (Y/n) meneguk air liurnya. Berusaha menghindari tatapan Takashi yang kini perlahan berubah sendu dan redup. Tak dapat dipungkiri, sebuah kesedihan memancar dari baliknya. Warna lavender itu tidak berniat untuk menyembunyikannya lagi.
Ketika mulutnya terbuka dan mengucapkan sepatah kalimat, (Y/n) seketika tertegun. Menatap lurus ke arah Takashi yang kemudian secara perlahan tatapan matanya berubah menjadi berkaca-kaca. Sekaligus mengiyakan pertanyaan sang kakak.
"Kau masih ingin sekolah, bukan?"
***
Kecelakaan naas itu terjadi tiba-tiba saja. Tanpa sebab, tanpa ada yang tahu kapan. Memang tidak ada manusia yang mengetahui masa depan, bahkan orang yang jenius sekalipun. Hanya Tuhan-lah sang Pencipta yang mengetahuinya. Mengetahui kapan yang paling tepat bagi umat-Nya ketika harus kembali kepada-Nya.
Saat itu, kedua orang tua (Y/n) beserta dua adik perempuannya—Lana dan Mana—tengah dalam perjalanan menuju sebuah taman bermain. Sebelumnya, Takashi pun diajak ke sana, namun lelaki itu menolak karena ia masih memiliki janji sejak dua minggu sebelumnya untuk mengerjakan tugas kelompok dengan temannya. Alhasil, semuanya pun ikut, kecuali Takashi yang menolak untuk ikut.
Mereka menghabiskan waktu di taman bermain itu dengan perasaan bahagia. Meskipun sempat merasa kecewa karena Takashi tidak dapat ikut bersama mereka. Namun, (Y/n) yakin hari itu akan menjadi hari yang paling membahagiakan jika saja kecelakaan yang tak disengaja itu tidak terjadi.
Seharusnya memang demikian. Ya, seandainya.
Sebuah wahana roller coaster pun menarik perhatian (Y/n). Ia mengajak ayah dan ibunya serta kedua adiknya untuk menaiki wahana itu. Mereka tampak tak sabar untuk segera meluncur dan membiarkan angin menerpa tubuh mereka. Ayah mereka duduk bersama Luna di bagian paling depan, sementara ibu mereka duduk bersama Mana di belakang sang ayah. Dan (Y/n) pun duduk seorang diri di kursi selanjutnya.
Namun, tanpa mereka ketahui, momen bahagia itu pun terhenti bersamaan dengan roller coaster yang perlahan bergerak naik.
Teriakan bahagia berubah menjadi tangis dan jerit kesakitan. Wahana roller coaster yang seharusnya membawa kebahagiaan itu pun berubah dalam kurun waktu yang sangat singkat. Membawa kesedihan tak berujung serta air mata yang tak dapat dihindari.
Kedua orang tua (Y/n) beserta adiknya seketika meninggal di tempat. Posisi duduk mereka yang berada di paling depan membuat mereka terkena dampak yang paling besar kala rel roller coaster itu merenggang seketika. Menyisakan (Y/n) yang diselimuti oleh ketakutan serta air mata yang mengalir ketika menjadi saksi langsung kematian keluarganya.
(Y/n) tahu ada yang tidak beres dengan kedua kakinya yang terjepit. Ia bahkan tidak dapat merasakan kedua kakinya itu sendiri. Bahkan ketika ia telah dievakuasi dan segera dibawa ke rumah sakit, dirinya masih merasa demikian.
Kecemasannya itu pun terbukti kala ia mengetahui dirinya menderita paraplegia; yakni kelumpuhan pada kedua tungkai kakinya.
Takashi yang mendengar kabar buruk itu sontak menangis. Berbanding terbalik dengan (Y/n) yang hanya menatap kosong ke arah kakinya sendiri. Ia tidak merasa sedih kala itu atau lebih tepatnya ia memaksa dirinya agar tidak mengeluarkan air mata setetes pun. Tidak ketika ia berada di depan Takashi, kakaknya.
***
Semenjak saat itu, (Y/n) pun harus pergi ke semua tempat menggunakan kursi roda. Hal itu pun cukup membuatnya merasa repot dan menyulitkan Takashi. Namun, pemikiran tersebut tidak berlangsung lama dan segera hilang kala kakaknya memberitahu jika ia akan bekerja lebih lama dari biasanya di sebuah minimarket.
Bertekad agar tidak menyulitkan Takashi lagi, (Y/n) berusaha untuk menjadi mandiri. Tidak peduli jika ia memiliki keterbatasan fisik yang membuat dirinya tidak dapat melakukan banyak hal seperti remaja seusianya. Tidak peduli jika ia tak dapat pergi ke sekolah. Juga tidak peduli jika ia hanya bisa menatap dunia luar dari balik kaca.
Yang terpenting, gadis itu tidak ingin merepotkan orang lain. Begitu pula dengan kakaknya.
***
Psst, aku mau kasih tau suatu hal; iyes, aku publish book baru, yakni Twilight's Reverie dengan pair Chifuyu Matsuno x Reader.
Jangan lupa dicek, minna!(*´˘'*)♡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top