Lembar Terakhir
"Nee-chan? Mengapa kau basah kuyup seperti itu?"
Naoto langsung menyambut Hinata seperti biasa di dalam apartemen yang menjadi tempat tinggal mereka. Hari sudah mulai gelap ketika Hinata tiba di rumahnya dengan seseorang yang lebih penting untuk diselamatkan saat ini.
"Mengapa (Y/n) Nee-san juga basah kuyup? Apakah ia pingsan?" tanya Naoto lagi. Entah mengapa adik Hinata yang satu itu tampak lebih cerewet dan banyak bertanya bak seorang pewawancara hari ini.
"Naoto, tolong ambilkan wadah berisi air hangat dan sebuah handuk kecil. Bawa ke kamarku, ya," pinta Hinata yang langsung diangguki oleh Naoto.
"Biar kubantu terlebih dahulu," ujar Naoto sebelum ia pergi menuruti titah Hinata.
Hinata membawa (Y/n) ke dalam kamarnya dibantu oleh Naoto sehingga menjadi lebih mudah. Setelahnya Naoto berlalu dari sana untuk memenuhi perintah kakaknya. Sementara itu, Hinata mengganti pakaian (Y/n) dengan pakaian miliknya. Gadis itu sendiri hanya mengeringkan rambutnya dengan sebuah handuk.
Tepat ketika Hinata selesai mengganti pakaian (Y/n) dengan yang kering, suara ketukan di pintu terdengar. Hinata menyuruhnya masuk karena ia yakin pelakunya adalah Naoto. Benar saja, adiknya itu datang dengan sebuah wadah berisi air hangat dan handuk kering di tangannya.
"Terima kasih, Naoto. Aku akan memanggilmu jika aku memerlukan bantuan lain," ujar Hinata. Tak lupa disertai dengan senyumannya.
Naoto pun mengangguk paham. Ia pun keluar dari sana lalu menutup pintu. Membiarkan kakaknya mengurus adik pacarnya itu.
Handuk yang telah dibasahi oleh air hangat itu pun kemudian diperas hingga airnya mengalir ke luar. Kemudian tangannya bergerak meletakkan handuk itu ke atas dahi (Y/n) yang masih tampak pingsan. Wajahnya yang pucat pasi membuat Hinata menatapnya sendu disertai perasaan iba. Meskipun ia tahu, (Y/n) takkan menyukai perasaan iba yang ia tunjukkan itu.
"Ugh..."
Lenguhan yang dikeluarkan oleh (Y/n) mengambil alih atensi Hinata yang tengah berganti pakaian. Dengan cepat ia memakai pakaiannya yang kering dan menatap ke arah (Y/n).
"(Y/n)-chan? Apakah kau sudah sadar?"
Pertanyaan Hinata dijawab oleh manik (e/c) itu yang terbuka perlahan. Menyesuaikan diri dengan cahaya lampu yang cukup menyilaukan.
"Hinata... Nee-san?" panggil (Y/n) pelan. Pening masih menghinggapi kepalanya.
"Bagaimana perasaanmu? Sudah lebih baik?" tanya Hinata lagi. Ia berjongkok di sebelah (Y/n) yang tengah berbaring di atas tempat tidurnya.
"Kepalaku masih terasa pening sedikit," sahutnya.
Mengingat kejadian yang sebelumnya, sontak (Y/n) teringat dengan fakta menyakitkan yang selama ini disembunyikan oleh keluarganya. Fakta tentang dirinya yang ternyata bukanlah anak kandung dari keluarga Hanagaki. Teringat dengan semua hal itu, air matanya mulai mengalir. (Y/n) langsung menutupi matanya dengan lengan kanannya.
"Ada apa, (Y/n)-chan? Apakah kau merasa sakit di tempat lain?" Hinata bertanya lagi. Nada khawatir terselip di setiap kata yang ia ucapkan.
(Y/n) memalingkan wajahnya. Manik (e/c)nya bergulir ke arah Hinata yang masih menatapnya dengan cemas. (Y/n) sudah tak kuat menahannya seorang diri. Ia merasa jika dirinya sekarang membutuhkan sebuah penopang yang mampu menahannya.
***
Tatapan tidak percaya dilemparkan oleh Hinata. Mulutnya yang menganga ditekap oleh tangannya. Sontak gadis itu langsung menghambur memeluk (Y/n) setelah ia selesai bercerita. Yang dipeluk hanya bisa diam dengan tangisannya. Kemudian mencengkeram erat kaus yang dikenakan Hinata di balik punggungnya.
"Nee-san, apa yang harus kulakukan?" tanya (Y/n) pelan. Ia benar-benar sudah putus asa saat ini. Rasanya ia hanya ingin menghilang saja.
"Kau tidak perlu melakukan apa-apa, (Y/n)-chan. Nyatanya selama ini meskipun kau bukanlah anak kandung dari kedua orang tuamu, mereka tetap menyayangimu 'kan? Bahkan termasuk kakakmu, Takemichi-kun."
(Y/n) mengangguk di balik punggung Hinata. Ia tahu hal itu. Namun, rasanya tetap sakit ketika ia tahu selama ini dirinya dibohongi. Suatu fakta besar yang disembunyikan dari dirinya.
"Aku, aku tidak tahu harus melakukan apa. Meskipun Nee-san berkata demikian, aku tetap tidak bisa menerima fakta bahwa selama ini aku dibohongi oleh mereka," ujar (Y/n) lagi. Ia melepas pelukan Hinata. Tatapan matanya yang nanar tertuju pada gadis itu.
Namun, Hinata justru menyunggingkan senyumannya. "Pulanglah ke rumahmu. Hanya itu yang bisa kau lakukan, (Y/n)-chan."
***
Dan di sinilah (Y/n) sekarang. Berdiri tepat di depan rumahnya yang selama ini melindungi dirinya dari hujan dan panas. (Y/n) merasa takut. Takut jika fakta yang lebih menyakitkan akan datang bertubi-tubi padanya. Melukainya lebih lagi dan menusuk hatinya lebih dalam.
Namun, kenyataan memang harus dihadapi. Tak bisa selamanya (Y/n) bersembumyi terus-menerus. Lagi pula, ia menyayangi keluarganya. Ayahnya, ibunya, dan yang terpenting adalah kakaknya, Takemichi. Seorang kakak yang selalu bersikap seperti hero bagi (Y/n).
Tetapi, gadis itu memang tidak pernah mengatakannya pada siapapun.
Dengan tekad yang sudah dibulatkan, (Y/n) pun melangkah masuk ke dalam rumahnya. Suasana yang gelap dan terasa hening langsung menyapa dirinya kala ia membuka pintu yang anehnya tidak dikunci. Gadis itu mengutuk siapa saja yang lupa untuk mengunci pintu rumahnya. Bagaimana jika ada salah satu barang berharganya yang hilang? Seperti action figure-nya, misalnya. Ya, meskipun gadis itu tahu tidak akan ada maling yang akan mencuri sebuah action figure. Kecuali jika maling itu adalah seorang otaku.
"Mengapa sepi sekali?" gumam (Y/n).
Gadis itu mendekati dapur dan berniat untuk menyalakan lampu. Namun, ia kalah cepat karena tiba-tiba kondisi rumahnya telah menyala terang. Disertai oleh bunyi confetti yang diletuskan ke udara dan satu kalimat yang diucapkan bersama-sama.
"Happy birthday, (Y/n)!"
(Y/n) langsung berbalik dan mendapati keluarganya berdiri di sana. Bahkan termasuk Hinata dan Naoto. Tatapan (Y/n) tertuju ke arah Takemichi. Entah mengapa, melihat kakaknya di sana seketika membuat air matanya mengalir. Yang mengakibatkan Takemichi langsung mendekatinya.
"(Y/n), kau tak apa-apa?" tanya Takemichi.
Satu pukulan didaratkan pada dada bidang Takemichi. Tidak terasa sakit, namun cukup membuat Takemichi meringis.
"Maaf, semua itu hanyalah kebohongan. Kau adalah adik kandungku satu-satunya dan tidak akan tergantikan oleh yang lain," ujar Takemichi disertai senyumannya yang hangat seperti biasa.
"Lagi pula, apakah (Y/n) Nee-san tidak curiga kala dokumen sepenting itu ditemukan di kamar Takemichi-san?" celetuk Naoto.
(Y/n) langsung melemparkan tatapan tajamnya ke arah Naoto. Ia segera menyiapkan alibinya. "Aku tidak mungkin memikirkan tentang hal itu! Tetapi, bukan berarti aku itu bodoh, ya!" tandasnya tidak terima.
"Terserah padamu."
Hinata hanya bisa menghela napas panjang melihat tingkah laku adik laki-lakinya itu. Ia pun tersenyum kala (Y/n) menatap ke arahnya.
"Nee-san juga ikut andil dalam prank ini ya?" Matanya memicing curiga.
Kekehan pun dikeluarkan dari bibir Hinata. "Gomen, (Y/n)-chan. Aku tidak bisa menolak kala Takemichi-kun meminta bantuanku."
(Y/n) pun tak berkata apa-apa lagi. Memang, ia sendiri pun tak ingat dengan ulang tahunnya sendiri. Ya, dikarenakan dirinya sudah disibukkan oleh tugasnya dan juga ide untuk menjahili kakaknya.
"Mengapa kalian mengadakan prank seperti ini? Ini 'kan sama sekali tidak cocok dijadikan sebagai prank," omel (Y/n) seraya menatap keluarganya satu per satu.
Ibu (Y/n) sontak tertawa melihat anaknya yang tampak kesal. "Ini adalah ide Kaa-san. Selama ini Kaa-san selalu melihat Takemichi-kun dijahili olehmu. Karena ulang tahunmu yang sebentar lagi, maka dari itu Kaa-san merencanakan hal ini."
Mulut (Y/n) pun dibungkam oleh perkataan ibunya. Ia menatap ke arah Takemichi yang hanya tersenyum sejak tadi.
Setidaknya (Y/n) sudah bertekad untuk tidak menjahili kakaknya lagi. Atau setidaknya ia akan mengurangi frekuensinya.
***
Selamat, kalian kena prank. Kameranya di sebelah sana-🤺
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top