6

Si bedebah itu, dia mempermainkan titik butaku? Watson mengatupkan rahang yang mengeras. Baru juga dimulai, penyelidikan Klub Detektif Madoka sudah bermasalah. Entah obat apa yang ada di dalam suntik, Jeremy tersandar lemas. Napasnya perlahan memburu.

"JEREMY! Kamu baik-baik saja?!"

Akhirnya Watson tersadar kembali ke dunia nyata. Benar, abaikan dulu si penembak. Ada keadaan darurat di sini.

"Aku tidak apa... Jangan khawatir..." lirih Jeremy serak. Banjir keringat begitu, dia bilang baik?

Watson tidak tahu suntik itu berisi racun atau tidak. Pokoknya dia harus memberi Jeremy pertolongan pertama sebelum 'obat'-nya bekerja mengganggu sistem persarafan.

Watson menggulung lengan baju Jeremy, beralih mengeluarkan sapu tangannya dari tas, mengikat kencang bahu Jeremy, menghentikan sejenak peredaran darahnya.

"Aiden, beri aku pisau atau gunting atau apalah yang tajam."

Tanpa banyak tanya Aiden menyodorkan apa yang dibutuhkan Watson.

Watson menarik napas panjang. "Bari, ini akan sakit. Aku tidak punya obat anestesi. Tahan, ya."

"Heh..." Jeremy terkekeh di sela-sela ringisan, memperbaiki posisi duduk. Anak itu masih bisa nyombong. "Kamu pikir aku siapa? Luka sekecil itu tidak akan membuatku—ARGH!"

Jeremy memekik begitu Watson menyayat kulitnya, bagian yang ditusuk jarum. Cukup satu senti, Watson pun menghisap dan meludahi darah yang mengalir. Terus mengulanginya.

Aiden melotot, tahu apa yang sedang Watson lakukan. "DAN! BAGAIMANA KALAU RACUNNYA JUGA MENGENAIMU?!"

"Tenanglah, Aiden. Aku takkan menelannya." Kali ini Watson mengeluarkan sebuah botol vial dan suntik. Dia mengisinya dengan cairan di dalam botol tersebut, menjentik ujung suntik kemudian mengangguk.

To the point adalah salah satu ciri seorang Watson. Dia tidak memberi aba-aba untuk Jeremy agar bersiap-siap dulu dan langsung menyuntikkan obat penawar itu.

Sudah waktunya menjahit. "Ini lebih sakit daripada yang barusan, Bari."

Berkali-kali Jeremy menjerit dibuatnya. Dari pekikan rendah sampai pekikan tinggi menjadi rangkaian nada.

Aiden tahu suasananya tidak bagus dan bakal terlihat kurang ajar, tapi dia tidak bisa menahan diri tidak tertawa. Mana muka Jeremy kayak mengejan.

"Selesai." Watson merekatkan plester luka. Ketika dia ingin menggandeng tasnya, satu botol vial terjatuh ke tanah. Watson memungut botol itu, mengusap kepala. "Ah, ternyata aku bawa anestesi rupanya..."

Grep! Jeremy menggoyang-goyangkan tubuh Watson. "Jahat! Kamu benar-benar orang jahat! Itu sangat menyakitkan, kamu tahu?!"

"Mana aku tahu. Botolnya tersimpan di saku tas..." Watson dan Jeremy berhenti mengoceh, menatap Hellen yang melangkah mundur.

"Ini semua salahku. Kalau aku terus bersama kalian, kalian bisa celaka. Maafkan aku. Biar aku yang mengurus masalah ini."

"Tunggu, Hellen! Kamu mau ke mana?!"

Bruk! Hellen terduduk, memandang gemetar ke depan. "Kenapa kamu ada di sini...?"

Apanya? Watson bingung, mengikuti arah pandang Hellen.

"KAMU!" gerung Hellen patah-patah bangun. Ekspresinya sangar. "Sebenarnya apa maumu mengikutiku selama ini, hah?! Apa gunanya kamu melakukan itu?! Berhenti menghantui hidupku, penguntit sialan!"

"Hellen, tidak ada apa-apa di sana." Oke, Aiden sangat kebingungan saat ini. Kepada siapa Hellen mengamuk?

"KAMU TIDAK MELIHATNYA, AIDEN? SI PENGUNTIT BRENGSEK ITU BERDIRI DI SAMPING POHON! Tolong kumohon, singkirkan dia... Aku tidak mau lagi melihatnya..."

Tapi, tidak ada orang selain mereka berempat. Watson mengusap wajahnya. Ini tidak bagus. Mereka terlalu membuang waktu.

"Aku minta maaf, Stern. Situasinya memburuk. Kita bisa membahas Penguntit Monokrom nanti. Tolong tidurlah sebentar."

Setelah mengatakannya, entah apa yang dia lakukan, mendadak ada sesuatu mengenai kuduk Hellen hingga gadis itu terhenyak ke depan lantas pingsan.

"Hellen!" Jeremy berseru.

"Apa yang baru saja kamu lakukan?" tanya Aiden terkejut sekaligus heran. Tidak mungkin seseorang pingsan begitu saja.

"Itu takkan menyakitinya, Bari. Jangan menatapku kayak predator." Watson menjawab lain, berbalik. "Ayo pergi. Stern bisa tidur di mobil. Kita harus ke rumah Romeo Grandham."

Perasaan Aiden saja atau memang Watson terlihat tangkas? Dia menanggulangi semua masalah, terutama tindakan pengobatan Jeremy dengan gesit. Mengherankan.

-

Hal mengejutkan selalu terjadi kapan pun pada siapa pun. Itu mutlak.

"Maaf, apa? Sepertinya ada kesalahan, Nyonya. Kami menerima alamat kediaman Grandham berada di sini." Jeremy sekali lagi mengulangi.

"Harus berapa kali kukatakan? Mereka sekeluarga sudah pindah seminggu lalu."

"Di mana persisnya?"

Mereka tidak bisa berlama-lama di rumah orang asing. Yang mereka cari adalah Grandham. Klub detektif Madoka meluncur cepat ke rumah baru keluarga korban.

Aiden mengintip apa yang ditulis Watson, mengernyit. Tidak ada apa-apa di buku catatan kesayangannya. Watson belum menulis apa pun.

Keluarga Grandham pindah seminggu yang lalu. Apa hitungannya tepat ketika Romeo menghilang? Jadi, mereka pindah ketika anaknya menghilang di gunung dan hilang ingatan massal?

Tidak mungkin. Ini bukan hipnotis.

"Watson, kita sudah sampai." Jeremy melongok keluar, menyapu pandangan ke sekitar. "Eh, lho, bukankah ini perumahan elit?"

"Aiden, Bari, kalian duluan. Aku ingin mencari sesuatu. Beritahu aku apa saja yang kalian dengar dan lihat."

"Dimengerti."

"Tuan Dolok, bisakah aku pinjam kunci mobil?"

Aiden dan Jeremy mengangkat bahu. Mereka berdua turun dari mobil bersama Dolok, meninggalkan Watson yang hanyut dalam istana pikirannya dan Hellen yang tertidur.

Jujur saja, Watson sudah mendapatkan jawaban ketika mobil yang mereka naiki memasuki kawasan itu. Akan tetapi bukan itu nan penting.

Watson kepikiran soal yang menembak Hellen. Apa benar si penembak menargetkan Hellen? Lalu kenapa dia menyerang Jeremy? Atau jangan bilang dia mengincar keduanya...

"Itu sakit asal kamu tahu," celetuk seseorang tak lain tak bukan adalah Hellen. Dia beranjak bangun.

Watson melirik singkat, menghela napas. "Aku sudah minta maaf, Stern. Aku harap kamu tidak ngambek aku melakukan itu."

"Bagaimana cara kamu melakukannya?"

"Melakukan apa?" Watson pura-pura tak mengerti, padahal tahu apa yang dimaksud Hellen.

"Aku tahu kamu bertele-tele, Watson." Hellen menyodorkan sebiji koin perak. Itu adalah koin untuk mesin di game center. "Bagaimana cara kamu melakukannya?" tanyanya lagi dengan nada penasaran.

"Aku tidak melakukan apa-apa. Mendingan kamu kasih tahu tentang kematian asli Rokko Romeron. Aku rasa kejadian ini terselubung."

"Romeo meninggal di depanku, Watson. Dia tewas dibunuh, tapi polisi-polisi mengatakan dia bunuh diri. Dunia sungguh tidak adil."

Watson menatap Hellen serius. "Aku tidak menginginkan cerpen, Stern. Ceritakan kronologisnya. Aku bukan Holmes yang mengerti banyak hal dari setitik keringat. Aku hanya fansnya."

Hellen menarik napas dalam-dalam, membalas tatapan Watson. "Sesuai yang kamu pikirkan, Watson. Kematian Romeo dan Romeo Grandham terhubung ke satu pelaku. Orang yang membunuh Romeo-ku adalah orang yang sama. Kita tidak bisa menyelamatkan Grandham. Dia akan dibunuh sebagaimana Romeo-ku tewas."

"Sebentar, kamu ingin bilang insiden Rokko Romeron terulang?"

"Tidak, Wat, bukan terulang. Dia memburu. Kalian tidak boleh terlibat. Aku tidak mau kalian terluka. Cukup sudah Romeo-ku yang pergi."

"Apa maksud—ouch!" Watson meringis, tersentak menyadari sebuah suntik menempel di punggung tangannya, menatap Hellen tak percaya. "Seriosly?"

Seorang Hellen membius Watson?

Hellen memegang kenop pintu mobil. "Aku akan menyelesaikan ini, Wat. Kamu tidak usah ikut campur. Ini masalahku. Maafkan aku."

"Ya, aku juga minta maaf."

Hellen tertegun. Pintu mobil terkunci. Dia menoleh ke Watson yang mengayun-ayunkan kunci mobil. Sebelum sempat Hellen menyambarnya, Watson membuang kunci itu ke luar lewat celah jendela.

"WATSON! Tolong mengertilah!"

"Perasaan manusia itu rumit. Aku tidak mau Bari menghajarku jika kamu kenapa-napa." Watson mulai menguap. Mengerjap beberapa kali. "Pada akhirnya, sama seperti Aiden, Klub Detektif Madoka harus ikut andil pada kasus pribadi setiap membernya."

"TIDAK ADA PERATURAN ITU!"

"Erika membisikkan sesuatu tentang Rokko Romeron, bukan? Waktu mereka hendak pergi dari Moufrobi."

Hellen tersedak. "Bagaimana kamu tahu..."

"Kalau tidak salah; 'Jangan membebani diri, aku tahu kamu belum melupakannya. Jika kamu kesulitan, jadilah klien Klub Detektif Madoka'. Aku punya telinga dan insting yang menakjubkan."

Hellen mengepalkan tangan. "Tapi aku tidak mau kalian terkena imbasnya, terutama Jeremy. Dia lah target bulan-bulanan pembunuh itu karena dia orang terdekatku!"

"Aku tidak tahu apa masalahnya... Yang jelas sekarang aku mengantuk... Anggap ini hutang telah membuatmu pingsan..."

Dan Watson pun terlengar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top