12

Tidak ada yang menarik dengan Erika Lanneiola, sekiranya itu hasil laporan Violet. Latar belakangnya normal. Kalau Watson mencurigai secara rambang, dia bisa dituntut. Violet yakin ada yang mengganggu pikiran si Sherlock itu.

Watson bukan peramal, dan dia tak percaya pada peramal. Bagaimana dia tahu motif pelaku pembunuhan 12 tahun silam? Apa dia harus melakukan perjalanan waktu demi melihat apa yang terjadi? Oh, ayolah. Dunia sudah canggih untuk mempercayai aktivitas fantasi.

"Ini membuatku frustasi." Watson berulang kali mengantukkan kepalanya ke dinding. Tenang, dia melakukan dengan pelan. Dia tidak sebodoh itu menyakiti diri sendiri. Dipermainkan oleh teka-teki sialan.

[Kamu sudah kenyang pengalaman berhadapan dengan berbagai macam kasus di New York. Jangan lebay deh. Jangan hiperbola.]

"Kamu ngomongnya enak. Yang mikir kan aku."

[Eh, hei, kamu kira aku mencari semua informasi itu tanpa mikir? Susah lho merangkap data-data faktual.]

"Ah, sudahlah. Aku akan meneleponmu lagi nanti entah kapan." Watson mematikan ponselnya, kembali melompat ke atas kasur, menghela napas panjang.

Sekarang bagaimana? Rencana untuk pagi, apa yang harus mereka lakukan? Watson menyeka pipi. Dasar nasib, tidak bisa tidur. Kantuknya sirna sepenuhnya berkat beban di kepala.

"Apa aku terlalu cepat menyimpulkan, ya?"

12 tahun lalu, artinya kejadiannya terjadi pas umur Hellen 5 tahun. Usianya masih kecil. Watson salah membuat teori.

Pelakunya bukan remaja. Kalaupun benar hipotesis Watson 'pelaku' anak-anak seperti mereka yang tumbuk serentak dengan Hellen, tak masuk akal seorang bocah mampu mempersiapkan penculikan kumpulan romeo-romeo itu.

Apa dia punya komplotan? Atau jangan-jangan dia hanya anak buah untuk memanipulasi kasus? Lantas siapa dalang asli di balik penculikan Romeo's? Kayaknya ada yang tertinggal di sini.

Coba kita ambil dari sudut pandang Penguntit Monokrom. Mengapa dia harus memakai jas hujan berwarna kuning?

Dalam dunia psikologi, filosofi warna kuning dikaitkan dengan keceriaan, kebahagiaan, dan rasa optimis. Warna kuning kerap digunakan dalam terapi untuk meredakan stres atau sebagai pengendali emosional.

Watson berdecak kagum akan pemikirannya. "Pengendali emosional?" Dia mengingat-ingat perkataan Jeremy lampau hari.

"Hellen mempunyai kebiasaan menyamar jadi laki-laki. Setiap hari selasa, jumat, dan minggu. Jika Hellen bepergian di hari-hari tersebut, maka dia harus terlihat seperti lelaki."

"Erika dan Hellen berteman dari kecil."

Watson menekan kontak Violet. "Sayangnya aku belum bisa membiarkanmu bersantai, Vi. Bisakah kamu periksa rekaman cctv di mana Erika Lanneiona berada di setiap hari selasa, jumat, dan minggu?"

-

Deg, deg, deg.

Hellen menelan ludah. Ini aneh. Dia tidak punya riwayat takikardia atau penyakit jantung lainnya, tapi entah kenapa melihat Jeremy membuatnya "panas" yang terasa asing.

Lihatlah cowok itu, sibuk gelut dengan Watson yang merampas kacamata palsunya.

"Ini peringatan terakhir, Watson. Kembalikan kacamataku. Oh ayolah, aku tidak ingin main tangan padamu." Jeremy memelas.

"Kamu mubazir kegantenganmu, Bari. Benda ini merusak pahatan wajahmu." Sejak kapan pula Watson nakal begini. Bukankah biasanya yang menjahilinya adalah Jeremy? Oh tidak, dunia perlahan mulai terbalik.

Aiden melangkah ke samping Hellen. Hari ini dia melepas rambut pirangnya, membiarkan mahkota kebanggaannya itu berkibar oleh angin kemudian memakai bando merah polos dan anting-anting ceri. Terlihat menawan.

"Hatimu oke Hellen?"

Hellen tersedak, menepuk punggung Aiden. "Hentikan itu. Kamu pikir aku sepertimu huh budak cinta."

"Oh, ayolah. Aku bisa merasakan pancaran hawa lovey-dovey yang pekat dan bukan berasal dariku. Aku temanmu, Hellen, aku paham perasaanmu. Kamu menyukai Jeremy, kan?" Aiden terkekeh santai. Padahal pembicaraan mereka agak sensitif.

"Aiden, please, jangan katakan apa pun."

"Hei, aku hanya mencoba membantu seperti yang kamu lakukan setiap hari."

Hellen tertawa, geleng-geleng. "Ahh, jadi kamu mengakui telah luluh dengan Sherlock Pemurung itu?"

"Kamu pun sama, kan? Grim bilang tatapanku pada Dan berbeda. Aku juga melihat itu dari pandanganmu." Aiden menyenggol bahu Hellen. "Ayolah, jangan curang. Aku sudah mengaku. Gantian dong spill hati."

"Ini sedikit rumit. I don't know how to explain." Hellen tidak terima disudutkan. Melihat kedatangan Clemmie, dia mendapat ide brilian untuk lolos dari godaan Aiden. "Anyway, kapan kamu akan mengatakannya? Takutnya ada yang duluan gas."

Aiden menoleh, mendengus menatap Clemmie menyapa Watson. "Cih, gadis itu lagi. Seseorang yang juga bernama Watson. Sebal. Di masa depan nanti saat aku punya anak, aku akan memberinya nama Sira Watson Antoinette."

Hellen mengernyit. "Sira?"

"Dan suka Sherlock, kan? Penciptanya Sir Arthur Conan Doyle. Jika perempuan, aneh namanya Sir (Sir=Tuan). Jika laki-laki, baru kuberi nama Arthar Dan. Bagus, bukan?"

"Tunggu, tunggu. Kita masih anak-anak, Aiden. Kamu niat sekali sudah merancang masa depan dari kini." Hellen tertawa respek. "Lalu kamu mau yang jadi pendampingmu harus dan hanya Watson?"

"Who know about fate." Aiden juga terkikik. Tidak apalah sesekali berkhayal.

Di sisi lain, Watson dan Watson... Ah, baiklah. Lupakan itu. Watson Satu dan Watson Dua bercakap-cakap tentang mengapa Klub Detektif Madoka bisa ada di Kota Serene.

"Kasus, benar? Aku melihat kalian mengacau di belakang panggung teater."

"Hei, watch your mouth."

"Oke-oke maaf, aku salah kalimat. Aku benar-benar tidak percaya bisa berjumpa lagi denganmu." Clemmie menghirup udara pagi, susah payah mempertahankan obrolan tetap berjalan. "By the way, how are you?"

"Tidak pernah baik setiap berjumpa kasus." Watson sibuk memelototi layar ponsel. Violet belum juga menghubungi.

"Aku tidak sempat berterimakasih dengan baik padamu, Watson. Kamu langsung pergi meninggalkan New York."

"It's okay. My choice." Bertahan di sana hanya membuka kembali luka lama. "Bagaimana akademinya?"

"Hanya satu kata; perang."

Watson menatap tertarik.

"Perang kepintaran. Perang potensi. Perang kelayakan. Alteia benar-benar hanya untuk murid kompeten. Aku merasa tidak layak."

"Tidak, Nona Laviene. Kamu layak. Yang kurang hanyalah sejarah keluarga. Jangan merendah. Aku memberikan kursiku padamu bukan sekadar kasihan. Kamu berbakat. Alteia yang salah terlalu selektif dalam strata."

Clemmie tersenyum tipis, mengepalkan tangan. "Kalau kamu tidak keberatan, bolehkah aku bertanya satu hal?"

Watson menunggu.

"Apa kamu sudah menyukai seseorang—"

Aiden muncul di tengah-tengah mereka, sedikit mendorong Watson ke belakang. "Yak! Cukup sampai di sana! Dan, kita harus bergerak sekarang. Kamu lupa kita sedang di dalam misi? Romeo Grandham dan Reland Romeo butuh pertolongan kita."

Hellen mendengus. Dia menyaksikan kecemburuan Aiden yang kentara. "Dibilang juga apa. Dasar lamban!"

"Hei!" Jeremy menegur, melambaikan tangan pada Hellen, melempar minuman isotonik. "Tadi ketawa-ketiwi sama Aiden kayak setan. Bicarain apa sih?"

Hellen melotot, menerima minuman tersebut. "Enak saja setan. Kamu tuh yang jin."

"Hahaha, pemarah banget Nona."

Senyap sesaat.

Hellen berbinar-binar, kepikiran perkataan Aiden. Apa Hellen menyukai Jeremy? Tidak bisa. Sebelum tahu siapa yang membunuh Rokko dan siapa Penguntit Monokrom sebenarnya...

Karena Jeremy bisa dalam bahaya.

Watson mundur tiga langkah dari Aiden dan Clemmie yang adu tatap listrik. Yosh, akhirnya Violet memberi kabar. Langsung saja Watson memeriksa surelnya, terdiam.

[Aku tidak tahu apa ini membantu atau tidak. Butuh waktu memulihkan data cctv yang dihapus. Well guest what, aku menemukan pakaian kuning terletak di tong sampah pada flat si Erika ini. Aku rasa itu jas hujan.]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top