Day 0 - Prolog
.
.
.
Deru napasnya yang memburu terdengar begitu jelas dalam kesunyian hutan. Tidak seperti saat siang hari yang cuacanya begitu panas, malam ini terasa begitu dingin hingga merasuk ke tulang belakang. Langkah kaki yang menapak rerumputan itu perlahan goyah, mengakibatkan tubuhnya jatuh ke samping. Namun, dengan cepat ia kembali bangkit tak peduli luka gores serta lebam di sekujur tubuhnya. Dengan pelan, ia berjalan kembali memasuki hutan terdalam.
Suasana begitu sunyi. Tidak ada suara serangga seekorpun. Setidaknya, bulan bersinar begitu terang sehingga mampu menembus rimbunnya daun pohon.
Pada akhirnya, ia lelah terus berjalan tanpa henti. Hatinya bimbang antara memilih untuk beristirahat atau terus melanjutkan perjalanan. Hela napas lolos dari mulutnya, menimbulkan asap putih.
"Aku... Aku harus bertemu Senior."
Ia menatap sebuah batu hitam di tangannya, kemudian menggenggamnya dengan erat seakan tidak ingin menghilangkannya.
Malam semakin larut, entah sudah berapa lama dirinya berjalan. Harapannya hanya satu; bertemu dengan seniornya.
Tepat setelah memikirkan itu, pandangannya perlahan menggelap seakan tinta hitam dituangkan ke matanya. Perasaan jatuh menyentuh rumput dapat ia rasakan dengan jelas, namun rasa sakit tak kunjung ia dapatkan.
Ia sadar, tubuhnya telah melewati batas. Karena itu, tubuhnya perlu istirahat walau hanya sebentar.
Setelah pandangannya pulih, ia melihat sesuatu tak jauh dari posisinya. Itu adalah kaki yang menjuntai ke bawah. Kaki yang tertutup celana hitam dengan kerusakan di mana-mana.
Tidak dapat melihat dengan jelas, ia mengangkat kepalanya ke atas. Matanya menangkap figur seorang laki-laki yang menggantung di dahan pohon. Dilihat dari sudut manapun, itu adalah seseorang yang telah melakukan bunuh diri.
Matanya melebar melihatnya. Bukan karena adegan bunuh diri di hadapannya, melainkan orang yang melakukannya adalah seseorang yang dicarinya selama ini.
"Senior!"
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top