Chapter 9 - Suasana yang Berbeda

Author's POV

Pagi-pagi sekali (Y/n) sudah bangun dari tidurnya yang panjang. Ia sedang menggosok gigi dan mencuci wajahnya sebelum masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Akari masih berada di alam mimpinya. Saudara sepupunya itu tengah tersenyum-senyum sendiri saat (Y/n) keluar dari kamar mandi. Melihat Akari yang masih tidur pulas, ia pun berniat untuk membangunkannya.

"Akari, bangun. Hari sudah siang," ucapnya sambil menepuk-nepuk bahu Akari.

Akari hanya bergumam tak jelas. Melihat Akari yang tidak akan bangun dalam waktu dekat, maka (Y/n) pun keluar dari kamar terlebih dahulu.

Sebuah lorong yang panjang menyambutnya begitu ia keluar dari kamar itu. Namun, suasana di sana tidak terasa begitu menyeramkan karena lampu-lampu telah dinyalakan. (Y/n) pun dapat melangkahkan kakinya dengan santai.

Setibanya (Y/n) di lantai satu, lampu di dapur menyala dengan terang. Yang seketika membuat (Y/n) merasa waspada. Ia ingin mengambil sapu sebagai alat pembelaan diri, namun sayangnya ia tidak tahu di mana letaknya. Jadi, (Y/n) hanya bisa mendekati sumber cahaya itu dengan perlahan. Sebisa mungkin tidak menimbulkan suara.

"(Y/n) nee-san?"

Tentu saja, rasa terkejut menyelimuti (Y/n) ketika namanya tiba-tiba dipanggil. Terlebih, tidak ada wujud yang memanggilnya. Namun, begitu ia menampakkan wujudnya, (Y/n) pun dapat menghela napas lega.

"Ah, Senjuurou. Aku kira siapa," ucapnya lega. "Apa yang sedang kau lakukan?"

Senjuurou cemberut. "Aku lapar. Tetapi, aku tidak bisa memasak. Ibu dan ayah belum bangun. Jadi, aku tidak bisa meminta tolong pada siapa-siapa," jawabnya.

"Aku bisa memasak sesuatu untukmu. Apa yang kau inginkan?"

(Y/n) mendekat ke arah kulkas. Ia membuka pintu kulkas itu perlahan. Berbagai macam sayuran dan buah-buahan memenuhi isi kulkas itu.

"Apa saja. Yang penting bisa kumakan dan rasanya enak," ujar Senjuurou bersemangat.

"Baiklah. Kau tunggu di meja makan. Aku akan menyiapkannya," tutur (Y/n) yang disetujui Senjuurou. Ia langsung berlari menuju meja makan. Lalu duduk manis di atas kursi.

(Y/n) pun berkutat di dapur. Ia memecahkan sebutir telur ke dalam mangkuk, mengaduknya, kemudian menuangnya ke atas wajan yang sudah dituang minyak goreng. Ia menggulung telur itu dengan hati-hati. Seusai matang, ia meletakkannya ke atas piring. Kemudian, ia lanjut membuat masakan yang lain.

Setelah beberapa saat menunggu dalam keadaan lapar, Senjuurou tersenyum sumringah. Cacing-cacing di dalam perutnya sudah meronta minta diisi. Dan sekaranglah saatnya.

Beberapa mangkuk katsudon dan potongan telur gulung tertata rapi di atas meja makan. Meja makan yang panjangnya mencapai melebihi rumah (Y/n) itu kini terisi oleh berbagai macam menu sarapan yang (Y/n) buat. Ia tidak hanya membuat sarapan untuk dirinya dan Senjuurou saja. Bahkan untuk anggota keluarga Rengoku yang lainnya.

"Sugee! Makanannya banyak sekali! Nee-san pandai memasak ya!" serunya semangat.

"Wangi harum apa ini?"

Mendengar suara lain yang muncul saat ia sedang menata piring dan mangkuk di atas meja, (Y/n) pun mendongakkan kepalanya. Pandangannya bertemu dengan manik merah dan emas milik Kyoujurou.

"Ah, Rengoku-san. Aku baru saja selesai memasak," ujarnya sambil tersenyum tipis.

Kyoujurou mengangguk-angguk paham. "Pantas saja. Aroma masakanmu tercium sampai ke seluruh penjuru rumah."

"Umai!"

(Y/n) menoleh dan mendapati Senjuurou yang sedang menyantap katsudon buatannya. Wajahnya berseri-seri ketika menyuap ke dalam mulutnya.

"Senjuurou, jangan makan dahulu. Tunggulah yang lain," tegur kakaknya.

Wajah Senjuurou berubah cemberut. Ia pun membantah, "Tapi, aku sudah lapar sejak tadi, Aniki," ucapnya.

Kyoujurou hanya menghela napas. Pada akhirnya ia pun hanya mengacak-acak rambut sang adik. Yang dihadiahi oleh omelan Senjuurou. Sang kakak pun hanya tertawa.

"Jarang sekali pagi-pagi sudah ramai."

Mendengar suara seorang wanita yang tiba-tiba muncul, mereka pun menoleh ke sumber suara. Menatap pada wanita yang memiliki tatapan tajam namun hangat itu.

"Ah, kau pasti (Y/n) bukan?" Ruka menatap pada satu-satunya gadis di sana sebelum kedatangan dirinya ke mari.

"Benar, Bibi." (Y/n) tersenyum kecil.

Suara gaduh dari lantai atas membuat mereka yang berada di sana sontak kaget dan bingung. Kaget karena tiba-tiba terdengar kegaduhan dan bingung karena apa yang sebenarnya terjadi.

"Aku akan mengecek ke atas sebentar," ujar (Y/n) berinisiatif.

(Y/n) kemudian berlari kecil mendekati tangga lalu mendakinya. Ia segera menuju ke arah kamarnya dan Akari. Ia hanya bisa menduga jika suara gaduh itu berasal dari kamar yang mereka tempati.

Sesampainya di sana, (Y/n) langsung membuka pintu kamar. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat Akari yang terduduk di atas lantai karpet berbulu itu. Raut wajahnya terlihat kesakitan. Matanya berair.

Tanpa berpikir dua kali, (Y/n) membantu saudara sepupunya itu untuk bangkit berdiri. Lalu, ia mendudukinya secara perlahan ke atas ranjang.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya (Y/n) khawatir.

"Sepertinya kakiku terkilir." Akari mengernyit kesakitan saat ia menekan kaki kirinya untuk memastikan jika kakinya benar-benar sakit ataukah tidak.

"Tunggu sebentar. Aku akan mengambil kotak obat dahulu," ujar (Y/n) sambil bangkit berdiri dan berjalan menuju meja rias.

Benar dugaannya. Ia melihat kotak obat di atas meja rias itu. Setelah mengambilnya, ia kembali duduk di samping Akari. Akari menaikkan kakinya perlahan ke atas ranjang. Sisanya, ia serahkan kepada (Y/n). Gadis itu memang telaten saat mengurus hal seperti ini. Ya, gadis itu merupakan contoh istri idaman, menurut Akari.

Seusai mengobati kaki Akari yang terkilir, seseorang berdiri di ambang pintu dan memanggil nama mereka. Kebetulan pintu kamar mereka lupa ditutup oleh (Y/n) karena ia panik ketika melihat Akari terjatuh tadi.

"(Y/n) nee-san! Akari nee-san kenapa?" Senjuurou masuk ke dalam. Ia berjalan mendekat pada mereka berdua.

"Kakinya Akari nee-san terkilir. Jadi, aku harus mengobatinya," jawab (Y/n) sambil menatap Senjuurou yang juga menatap mereka dengan wajahnya yang terlihat menggemaskan.

"Aoakah sekarang sudah baik-baik saja?" tanya anak lelaki itu cemas.

"Sudah lebih baik. (Y/n) nee-san memang pandai mengurus hal seperti ini," jawab Akari sambil terkekeh.

"Kau hanya melebih-lebihkannya saja, Akari," tukas (Y/n).

"Eh, benarkah?" Mata Senjuurou berbinar-binar sambil menatap (Y/n). Yang ditatap hanya bisa meringis kikuk.

"Ternyata kalian ada di sini ya."

Suara seseorang di ambang pintu mengalihkan perhatian mereka. Senjuurou langsung berlari ke arah kakaknya yang langsung disambut oleh pelukan hangat dari Kyoujurou.

"Apa yang terjadi tadi?" tanya Kyoujurou.

"Akari terjatuh dan kakinya terkilir. Tetapi, aku sudah mengobatinya," jawab (Y/n).

"Ya, dan (Y/n) sangat pandai melakukannya," tambah Akari.

(Y/n) menatap tajam Akari. "Berhenti mengatakan hal itu pada semua orang," bisiknya datar dan dingin.

Jika sudah ditatap seperti itu oleh (Y/n), Akari pun hanya bisa terkekeh saja. Tatapan itu sudah tidak begitu ampuh padanya. Semakin sering melihatnya, semakin terbiasa dirinya. Pada akhirnya, Akari hanya menganggap itu sebagai candaan meskipun (Y/n) tidak menganggapnya demikian.

"Benarkah itu? Aku tidak tahu jika (Y/n) pandai melakukan hal seperti itu," Kyoujurou terlihat bersemangat.

"Ini semua karenamu, Akari," ucap (Y/n) masih sambil berbisik agar hanya mereka berdua saja yang bisa mendengarnya.

Lagi-lagi, Akari hanya tertawa kecil. Menggoda (Y/n) sudah menjadi hobi barunya. Dan, hobinya itu sedang ia lakukan sekarang.

***

Yo minna!

Wina up lagi ehe🗿

Apakah ada yang menunggu ff ini update?😭😭

Ya, kalo gak ada juga gak papa kok, Wina akan tetap update sampe tamat🗿💅

Maaf sebelumnya, Wina lagi hiatus dulu. Tapi, karena chapter ini udah diketik dari beberapa waktu yang lalu, jadi Wina up aja daripada kelamaan nggak update-update😔💔

Seperti biasa, Wina mau mengucapkan terima kasih banyak buat kalian yang sudah mau baca, vote, dan comment. Makasih juga yang sudah follow akun wp Wina!! Luv you dah pokoknya!!❤💖💞

Dikit lagi tamat ehe😃🌈✨

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top