Chapter 5 - Kenyataan Pahit

Author's POV

Pembicaraan singkat namun bermakna pun tercipta di antara mereka, Kyoujurou dan (Y/n). Mereka berbicara tentang apa saja. Mulai dari film, makanan, musim, cuaca, hobi, dan hal-hal menarik lainnya. Sebenarnya, Kyoujurou-lah yang lebih banyak bicara. Ia menceritakan apa saja agar gadis itu bisa tersenyum ataupun tertawa. Dan, sesekali (Y/n) menimpali dengan ceritanya. Ia mulai bisa terbuka pada lelaki bersurai merah dan kuning itu.

Setelah menghabiskan waktu beberapa puluh menit di taman itu, Kyoujurou pamit pulang. Adik laki-lakinya yang bernama Senjurou tiba-tiba menelepon lelaki itu. Menanyakan padanya tentang es krim pesanannya. Seketika Kyoujurou pun teringat dengan kantung plastik yang ia bawa sejak tadi. Ia yakin es krim di dalam kantung plastik itu sudah mencair dan ia pun harus membeli yang baru.

Merasa panik karena es krim yang mencair itu, maka Kyoujurou pun pamit pulang lebih dahulu. Sebenarnya ia masih ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan (Y/n). Hanya saja ia lupa dengan keberadaan es krim yang cepat mencair itu.

Seusai kepergian Kyoujurou, (Y/n) tinggal seorang diri di taman itu. Ia duduk dalam diam sebelum memutuskan untuk pulang juga. Ia khawatir jika paman dan bibinya akan memarahinya jika ia pergi terlalu lama dan melupakan pekerjaan rumah.

Maka dari itu, (Y/n) pun memutuskan untuk pulang saat itu juga.

***

Perjalanan yang seharusnya panjang itu terasa singkat karena (Y/n) yang pulang dengan cara berlari. Seusai turun dari bis, (Y/n) langsung berlari menuju rumahnya. Ia berbelok ke sana dan ke sini hingga sampai di rumah beratap cokelat itu. Sambil mengambil napas panjang, (Y/n) pun membuka pintu rumahnya.

Suara nyaring milik bibinya yang sedang mengoceh panjang lebar menyambut dirinya di ambang pintu. (Y/n) masuk ke dalam rumah perlahan. Akari berada di sana.

"Kau pulang dari mana, (Y/n)? Apa kau sibuk menyantai sementara Bibi sibuk mengurus rumah?" Ia berseru.

(Y/n) hendak menjawab ketika Akari menjawab lebih dulu. "Bu, sudah kubilang (Y/n) pergi ke minimarket tak jauh dari sini. Kenapa Ibu tak percaya padaku?"

Jawaban Akari membuat mata (Y/n) membulat. Kenapa Akari berbohong? Apakah dirinya tidak ingin terkena marah juga? Atau apakah ada maksud lain?

Bibi (Y/n) itu hanya mendelik tak percaya. Lalu, ia bertanya lagi, "Jika ia memang pergi ke minimarket, kenapa ia tak membawa barang belanjaannya? Apakah kau sedang berusaha untuk berbohong, Akari?"

"Akari tidak berbohong, Bibi. Ia mengatakan yang sebenarnya. Barang yang aku cari tidak ada minimarket itu, jadi aku pun mencari ke minimarket yang lain. Tetapi, hasilnya nihil. Aku tidak menemukannya," dusta (Y/n).

Akari menatap (Y/n) dengan pandangan yang sulit diartikan. Kemudian, ia menatap ibunya dengan pandangan meyakinkan. (Y/n) pun demikian. Ia berusaha meyakinkan bibinya itu dengan berbohong. Yah, terkadang berbohong memang diperlukan meskipun hal itu tidak boleh dilakukan.

Pada akhirnya, Bibi hanya menghela napas. Ia menatap anak dan keponakannya itu dengan tatapan biasanya. "Ah, sudahlah. Lebih baik kalian membantu di dapur," ujarnya sebelum pergi.

Setelah kepergian Bibi dan (Y/n) yakin ia tak akan bisa mendengar mereka lagi, (Y/n) pun bertanya, "Kenapa kau berbohong?"

"Untuk menghindari diriku dari omelan ibuku. Memangnya untuk apa lagi? Jangan-jangan kau berpikir aku sedang melindungimu? Jangan bercanda!" jawabnya ketus.

(Y/n) berdecak. "Kau ini. Apa susahnya untuk jujur padaku? Kau sebenarnya menginginkan hubungan yang baik denganku kan? Seperti saudara sepupu pada umumnya. Untuk apa kau berbohong lagi?" ujarnya telak. Membuat Akari tidak dapat berkutik.

Tidak menunggu jawaban dari Akari, (Y/n) pun berlalu ke dapur untuk membantu bibinya. Ia hanya mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya saja kepada Akari. Sisanya, terserah padanya.

***

Fokus (Y/n) tertuju pada buku yang ia genggam. Kini ia sedang berbaring tengkurap di atas ranjangnya sambil membaca buku pemberian Kyoujurou. Yah, buku itu belum selesai ia baca karena banyak hal yang terjadi belakangan ini.

Konsentrasi (Y/n) pecah ketika pintu kamarnya diketuk tiba-tiba. Membuat dirinya berpikir siapa yang sedang mengetuk pintu kamarnya di larut malam seperti ini. Dan, ia tidak ingin berpikiran negatif sebelum ia tahu siapa sebenarnya orang yang mengetuk pintu kamarnya.

Pintu itu terbuka, menampakkan seorang gadis di baliknya. Melihat wajah Akari di ambang pintu, (Y/n) pun menghela napas lega. Ia tidak jadi berpikiran macam-macam.

Seusai menutup pintu di balik tubuhnya, Akari pun masuk ke dalam kamar (Y/n). Ia duduk di atas kursi belajar yang biasa (Y/n) gunakan ketika sedang mengerjakan PR atau belajar.

"Tumben sekali kau mengetuk pintu kamarku sebelum masuk. Apakah kau sudah tahu apa itu sopan santun?" ejek (Y/n). Yah, ia sudah lama ingin mengatakan hal ini, hanya saja belum ada momen yang tepat.

Akari hanya mendecih sambil menatap ke arah lemari kayu berisi buku-buku milik (Y/n). Puas memandangi deretan buku yang judulnya tak bisa ia baca, Akari pun kembali menatap pada (Y/n).

"Perkataanmu benar."

"Perkataanku yang mana?"

"Yang tadi sore."

"Aku mengatakan banyak hal tadi sore. Perkataanku yang mana yang kau maksud?" tanya (Y/n) lagi.

Akari geram, namun ia tahan. Ia yakin jika (Y/n) sebenarnya sudah tahu perkataan yang ia maksud tadi sore. Hanya saja, saudara sepupunya itu berpura-pura bodoh untuk mengerjainya. Ia tidak tahu jika sifat (Y/n) yang sebenarnya adalah seperti ini. Yah, mereka memang jarang sekali mengobrol.

Ditariknya napas dalam-dalam lalu dihembuskannya. Akari pun menatap pada (Y/n), "Benar katamu. Aku meninginkan hubungan yang baik antara aku dengan dirimu sejak dulu. Hanya saja, aku tidak bisa melakukannya."

Perempatan siku-siku itu muncul di dahi (Y/n). Tatapannya tertuju pada Akari yang kini menatap lantai tatami kamarnya. "Kenapa kau tidak bisa melakukannya?" tanyanya.

Akari menatap pada (Y/n), "Ibuku yang melarangku. Ia melarang aku untuk akrab denganmu. Aku sendiri tidak tahu apa alasannya."

Pandangan (Y/n) meredup. Kini ia tahu apa penyebab sifat ketus yang selalu Akari tujukan padanya. Itu semua karena perbuatan bibinya sendiri.

(Y/n) pun menepuk-nepuk punggung Akari. Ia menatap saudara sepupu satu-satunya itu. "Daijoubu. Kita bisa memulainya dari sekarang kan? Jika kita bersama, kita tidak perlu takut. Aku ada untukmu dan kau ada untukku. Itu gunanya saudara, bukan?"

Sebuah senyuman terbit di wajah (Y/n). Akari menatap senyuman saudara sepupunya itu. Senyuman yang tidak pernah ia lihat selama gadis itu tinggal bersama dengannya. Untuk membalas senyuman (Y/n), Akari pun ikut tersenyum. Kali ini senyumnya benar-benar tulus dari hatinya. Tidak perlu lagi adanya kepura-puraan di dalam dirinya.

Satu hal yang ia tahu malam itu: senyuman milik (Y/n) adalah hal yang ia sukai dari saudara sepupunya itu.

***

Yo minna!

Gomen Wina baru up lagi🥺

Di rl, Wina sangat sibuk. Walaupun sibuk gaje, tetep aja namanya sibuk kan? ;-;

Dan, yah, akhirnya Wina bisa up lagi. Meskipun sedikit lebih lama dari biasanya😔

Sebelumnya, terima kasih banyak buat kalian yang udah baca, vote, dan comment❤💖❤💕 Wina sungguh terharu karena masih ada yang mau baca cerita ini🥺💖

Sekian chapter kali ini. See u on next chapter! Babaii👋🏻

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top