Chapter 10 - Maaf dan Terungkap
Author's POV
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Tidak terasa sudah seminggu lebih (Y/n) dan Akari tinggal di kediaman Kyoujurou. Pada awalnya, (Y/n) dan Akari sudah berniat untuk pulang. Namun, semua niat itu dilarang oleh Ruka, ibu Kyoujurou. Tentu saja, (Y/n) dan Akari merasa tak enak dan bersalah jika mereka terus-menerus tinggal di sana. Terlebih, mereka juga sebenarnya punya rumah. Ya, rumah paman dan bibi (Y/n).
Siang itu, (Y/n) baru saja selesai mandi ketika Akari memanggilnya. Mereka duduk berdampingan di atas ranjang. (Y/n) memasang telinganya baik-baik sambil mendengarkan apa yang Akari ingin katakan.
"(Y/n), sepertinya hari ini kita harus pulang."
Ucapan Akari untuk membuka percakapan itu langsung disetujui oleh (Y/n). Ia mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan oleh Akari. Ya, mereka tidak bisa selamanya tetap tinggal di sini. Mereka juga punya keluarga. Meskipun terkadang keluarga mereka itu tidak sepenuhnya seperti apa yang mereka harapkan.
"Kau benar. Apa kita harus mengatakannya sekarang?" tanya (Y/n).
Akari diam sejenak. Lalu, ia mengangguk. "Ya, sekarang juga. Kita harus pamit pada mereka."
***
Di sinilah mereka sekarang. Di ruang tengah rumah keluarga Rengoku. (Y/n) dan Akari duduk berdampingan. Di hadapan mereka ada Ruka, Senjuurou dan Kyoujurou. Mereka bertiga menatap pada (Y/n) dan Akari yang sedari tadi hanya terdiam seusai mengatakan tentang kepergian mereka.
Terdengar helaan napas di situasi yang menegangkan itu. Ruka-lah yang melakukannya. Ibu dari dua anak itu menatap lurus pada dua gadis di hadapannya. Ia pikir selama ini tindakannya benar. Setelah tahu jika (Y/n) dan Akari diusir dari rumah mereka, Ruka pun berinisiatif mengundang mereka tinggal di sana. Bahkan, jika untuk selamanya pun ia tak menjadikannya masalah. Terlebih jika salah satu di antara mereka menjadi calon menantunya. (Y/n), misalnya.
"Jadi, nee-san akan pergi?" tanya Senjuurou. Raut wajahnya berubah sedih. Tatapannya yang biasanya bersinar kini meredup.
"Maaf, Sen-chan. Aku dan Akari harus pergi dari sini," tutur (Y/n). "Tapi, tenang saja. Aku pasti akan berkunjung lain kali," tambahnya yang membuat raut wajah Senjuurou berubah ceria.
"Benarkah?"
(Y/n) mengangguk sambil tersenyum. "Ya."
Seusai pamitan singkat itu—Ruka terlihat enggan mereka pergi dari rumahnya—(Y/n) dan Akari kembali ke rumah mereka. Rumah Paman dan Bibi (Y/n). Kembali ke "neraka" yang sama di saat mereka sudah berada di "surga".
***
" Apa kita akan langsung masuk begitu saja?" tanya Akari ragu.
"Tentu saja! Apa kau lupa? Ini kan rumah kita, Akari! Masa kau harus menekan bel untuk masuk ke dalam rumahmu sendiri?" jawab (Y/n) berusaha meyakinkan Akari.
"Tapi..."
"Apa lagi?" (Y/n) mulai jengah dengan kekhawatiran saudara sepupunya itu. Jika Akari merasa takut, dirinya pun demikian. Kata-kata yang ia ucapkan tadi juga untuk menguatkan dirinya sendiri. Untuk meyakinkan dirinya sendiri tentang keberanian yang mulai pudar di dalam dirinya.
"Kita sudah lama tak pulang ke rumah. Apa menurutmu Bibi akan marah?" tanya Akari lagi. Perasaannya kini bercampur aduk. Sulit untuk dijelaskan manakah perasaan yang lebih dominan.
"Akari, ingatlah. Bibi yang telah mengusir kita. Kita tak memiliki keinginan untuk kabur dari rumah ini meskipun jauh di dalam lubuk hati kita ada keinginan seperti itu. Namun, saat ini kita harus menghadapi masalah yang ada. Bukannya lari dari masalah tersebut," ucap (Y/n) panjang lebar.
Akari menghela napas. Ia memejamkan matanya sejenak. Berusaha menetralkan detak jantungnya sendiri. Juga meredakan perasaan khawatir dan keraguan di dalam dirinya.
(Y/n) menoleh pada Akari. Akari pun mengangguk. Mereka berdua sudah siap dengan apa yang akan terjadi pada detik selanjutnya.
Ketika tangan (Y/n) meraih kenop pintu, pintu tersebut sudah dibuka lebih dulu dari dalam. Menampakkan wajah seseorang yang justru paling mereka tak ingin temui di saat membuka pintu itu, yaitu bibinya (Y/n).
Mereka terdiam cukup lama. Merenung dengan pikiran mereka masing-masing. Mereka saling memandang. Namun, tatapan-tatapan itu sulit diartikan dengan kata-kata. Situasi pun berubah menjadi canggung dan menegangkan.
"Sedang apa kalian di luar sana? Cepatlah masuk ke dalam."
Suara Paman (Y/n) dari dalam rumah memecahkan ketegangan tak kasat mata itu. (Y/n) dan Akari langsung masuk ke dalam, melewati Bibi yang masih berdiri di ambang pintu sebelum ikut menyusul langkah mereka berdua.
Kini mereka duduk saling berhadapan. (Y/n) bersebelahan dengan Akari dan paman serta bibi (Y/n) ada di hadapan mereka. Keheningan yang tak diinginkan tercipta tiba-tiba di sana.
"P-Paman, Bibi...ano..."
(Y/n) bingung harus berkata apa terlebih dahulu. Kata-kata yang telah ia susun mendadak lenyap tak berbekas. Kerongkongannya tercekat. Suaranya seolah-olah mendadak hilang entah ke mana.
"Maaf."
(Y/n) dan Akari yang semula menunduk kini mendongak saat mendengar suara itu. Suara yang sebenarnya mereka rindukan belakangan ini.
"Maafkan aku, (Y/n). Maafkan aku yang telah mengusir kalian berdua dari sini. Kau benar, sifatku memang tak seperti sebagai orang tua. Aku justru mengusir kalian hanya karena masalah sepele saja. Maafkan Bibi, Nak."
Air mata sudah mengalir turun dari pelupuk mata wanita paruh baya itu. (Y/n) beringsut mendekati bibinya, memeluknya, lalu berkata, "Maafkan aku juga, Bi. Aku telah berkata kasar pada Bibi saat itu. A-Aku tidak seharusnya mengatakan hal yang akan menyakiti perasaan Bibi. Maafkan aku."
Akari langsung memeluk mereka berdua. Ia tak berkata apa-apa dan hanya menangis kencang. Namun, semua perkatannya telah dijelaskan oleh air mata yang ia keluarkan.
***
"Sampai kapan kau akan menangis, Akari?"
Akari masih sesenggukan semenjak sesi tangis haru beberapa saat yang lalu. Ia sudah tidak ingin menangis lagi. Namun, air matanya masih saja terus keluar dan tidak berhenti.
"A-Aku tidak tahu, Bu."
"Hentikan tangismu itu. Ada yang ingin kukatakan pada kalian berdua," Bibi menatap (Y/n) dan Akari dengan serius.
(Y/n) menatap bibinya sementara itu Akari ikut mendengarkan meskipun ia masih tetap sesenggukan.
Bibi menarik napas, lalu menghembuskannya. Ia berujar, "Selama ini, Bibi-lah yang melarang Akari untuk dekat denganmu. Untuk hidup rukun bersamamu. Hanya karena sebuah alasan tak bermutu, Bibi melakukan hal itu. Setiap kali Bibi melihat wajahmu, yang terbayang di dalam kepala Bibi adalah wajah ibumu, (Y/n). Yang tak lain dan tak bukan adalah saudara kandung perempuan Bibi.
"Ibumu telah menikah dengan orang yang ia cintai, yaitu ayahmu dan juga merupakan orang yang Bibi cintai," Ia menghela napas sebelum melanjutkan, "Semenjak saat itu, Bibi tidak pernah merasa bahagia meskipun pamanmu menyayangi Bibi dengan sepenuh hatinya. Di saat kedua orang tuamu meninggal, semuanya menjadi semakin kacau. Dan, ini adalah hal yang paling Bibi sesali."
(Y/n) hanya bisa terdiam. Sementara itu, ekspresi wajah Akari terlihat terkejut dan kebingungan. Tangisnya telah berhenti, namun kini mulutnya menganga lebar setelah mendengar cerita ibunya sendiri.
"Yaitu, Bibi tidak pernah sekalipun membiarkanmu untuk bahagia. Padahal, apa salah dirimu kepada Bibi? Tidak ada, bukan? Lalu, setelah kalian berdua pergi meninggalkan rumah ini karena ulah Bibi sendiri, di saat itulah Bibi sadar. Bibi sadar betapa besarnya rasa sayang Bibi kepada kalian. Hanya saja, selama ini Bibi dibutakan oleh amarah yang seharusnya sudah hilang."
Bibinya telah selesai bercerita. (Y/n) masih merasa terguncang dengan apa yang terjadi. Ia tidak menyangka bibinya sendiri memiliki perasaan cinta bertepuk sebelah tangan kepada ayahnya dulu. Yang justru hal itu membuat semuanya menjadi kacau.
Namun, (Y/n) sudah tidak memusingkan semua hal itu lagi. Ia menatap pada bibinya, tersenyum, dan memeluknya.
"Tidak apa-apa, Bi. Semua itu sudah terjadi di masa lalu. Yang perlu kita lakukan saat ini hanyalah berfokus pada masa depan. Itulah yang terbaik, bukan?" ujarnya lembut di dalam pelukan bibinya.
Bibi mengusap lembut surai (h/c) milik keponakan satu-satunya itu. Ia membalas pelukan hangatnya dengan erat.
"Maafkan Bibi, (Y/n)."
***
Yo minna!
Baru kali ini Wina up lebih cepet dari biasanya ya🗿✨
Tenang aja, up selanjutnya juga cepet kok😃🤙🏿
Sebelumnya, makasih banyak buat kalian semua yang udah baca, vote, dan comment. Gak ada yang lebih berharga dari dukungan kalian itu😭❤💖
Meskipun cerita ini udah mau tamat, tenang aja ya minna. Akan ada cerita selanjutnya kok! ^^
Ditunggu aja yaa!!♡
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top