CHAPTER 3

Title: EVEN IF I DIE, IT'S YOU

Cast: Jin, Taehyung, Jungkook, Yoongi (slight: Jimin, Hoseok, Namjoon) #KookJin #TaeJin #TaeGi FF

Lenght: Three Shoot (5 Chapter include Prologue and Epilogue)

Rating: 15+

Author: Tae-V [Line KTH_V95, Twitter KTH_V95]

CHAPTER 3

.

TAEHYUNG POV - 9 OKTOBER 2016

Aku menghentikan langkahku.

Dan terdiam membeku... Menatap pria manis yang ada dihadapanku itu...

Sang pria manis bernama Kim Seokjin... Yang sudah sebulan ini begitu ingin kutemui...

"Seokjin-sshi..." sahutku, memecahkan keheningan diantara kami berdua.

Ia juga terlihat sangat terkejut ketika berpapasan denganku.

Kedua bola matanya yang indah terlihat membulat dengan sempurna..

"Akhirnya kita bertemu lagi... Pertemuan kedua kita..." sahutku.

Seokjin berusaha menghindariku dengan membalikan badannya, namun aku segera berlari menghampirinya dan mencengkram bahunya, membuatnya membalikkan tubuhnya dan tatapan kami beradu.

"Kau bisa berpikir aku ini pria yang aneh.. Namun kenyataannya... Kita ditakdirkan bertemu lagi, Seokjin-sshi.." sahutku sambil tersenyum.

"Yaishhh.. Lepaskan cengkramanmu!" gerutunya.

Aku melepaskan cengkramanku di bahunya, dan aku segera mengatakan apa yang selama ini ingin kukatakan padanya.

"Seperti janjiku pada pertemuan pertama kita dulu... Bahwa jika kita bertemu lagi, aku akan menyerahkan hatiku seutuhnya untukmu..." sahutku sambil tersenyum.

"Kau gila.." sahutnya.

"Majjayo.. Aku juga merasakan, bahwa aku mulai menjadi gila.. Sejak bertemu denganmu malam itu, otakku tidak bisa berpikir dengan normal..." sahutku.

Angin berhembus disekitar kami, membuat poni Seokjin tertiup angin. Wajahnya terlihat semakin manis dimataku.

"Aku rasa... Aku sudah jatuh cinta padamu.. Sejak malam itu, Seokjin-sshi.." sahutku.

Ia menatapku sambil memicingkan kedua matanya.

"Cukup panggil aku dengan sebutan Jin... Itu nama panggilanku.." sahutnya.

"Jin? Araseo, Jin-sshi..." sahutku sambil tersenyum.

Ia terlihat seperti ingin mengucapkan sesuatu namun tidak jadi diucapkannya.

"Waeyo? Apa.. Yang ingin kau katakan?" tanyaku.

"Lupakan... Aku sedang tidak mood untuk berdebat..." sahutnya.

"Mengapa harus berdebat?" tanyaku, kebingungan.

"Apa kau sendirian?" tanyanya tiba-tiba.

Aku menganggukan kepalaku.

"Kalau begitu, temani aku berjalan-jalan hari ini... Kebetulan aku sedang bosan jika harus menghabiskan hari ini sendirian... Anggap saja kau kuberikan kesempatan untuk berkencan satu hari denganku.." sahutnya dengan raut wajah sangat terpaksa.

Tapi tak apa bagiku. Walaupun ia merasa terpaksa, bukankah seiring berjalannya waktu, harusnya keberadaanku bisa membuatnya merasa nyaman bersamaku?

Benar kan?

Jadi, aku segera menganggukan kepalaku. "Oke, call!"

Dan kami berdua... Yang sebenarnya hanyalah dua orang asing yang baru saja bertemu dua kali secara tidak sengaja... Akhirnya menghabiskan waktu berdua bersama dengan cukup menyenangkan...

.

.

.

AUTHOR POV - 9 OKTOBER 2016

Taehyung dan Jin, yang sama-sama terjebak dalam kehidupan yang rumit, dipersatukan oleh takdir untuk menghabiskan waktu mereka bersama hari itu.

Awalnya, suasana diantara mereka berdua sangat kaku...

Sangat kaku dan canggung..

Untunglah Taehyung pantang menyerah untuk mendapatkan hati Jin, sehingga tak lama kemudian suasana diantara mereka semakin mencair.

Mereka berdua duduk di rerumputan yang terletak tak jauh dari tepi Han River.

Taehyung berlari kecil membeli dua kotak susu segar di mini market yang tak jauh dari sana, lalu berlari menghampiri Jin.

"Ini untukmu, Jin-sshi..." sahut Taehyung sambil tersenyum.

"Gumawo, Taehyung-sshi..." sahut Jin, kali ini ia mulai tersenyum, membalas senyuman Taehyung.

Sebuah senyuman yang terbentuk di wajah Jin sanggup membuat detak jantung Taehyung menjadi sangat cepat.

"Ayo duduk.." sahut Jin, membuyarkan lamunan Taehyung yang masih terpesona dengan senyuman Jin.

"Uh? Ah... Ne..." sahut Taehyung dengan ekspresi salah tingkah.

Jin menatap Taehyung. "Waeyo?"

Taehyung duduk tepat disamping Jin. "Senyumanmu... Sangat manis..."

Jin tertawa kecil dan tanpa sadar ia memukul pelan bahu Taehyung. "Kau sangat pintar merayu, hahaha~"

Taehyung menatap Jin yang tengah tertawa kecil itu. "Jinjja ya... Aku tidak sedang merayumu... Aku mengatakan yang sebenarnya.."

Jin terdiam dan menatap balik ke arah Taehyung.

"Melihatnya dari jarak sedekat ini... Ternyata ia sangat sangat tampan... Bahkan jauh lebih tampan dari si brengsek itu..." gumam batin Jin.

"Waeyo, Jin-sshi? Kau.. Terpesona dengan ketampananku?" tanya Taehyung ketika menyadari Jin tengah memperhatikan wajahnya.

"Yaishhhh.." gerutu Jin sambil menoleh ke depan, membuang pandangannya dari wajah Taehyung.

"Ngomong-ngomong, usiamu berapa sebenarnya? Kau terlihat.. Lebih muda dariku.." sahut Jin, mengalihkan pembicaraan.

"Aku? Aku kelahiran 1995... Neo?" tanya Taehyung.

"Whoaaaa~ Usia kita cukup jauh.. Aku kelahiran 1992.." sahut Jin.

"Ah, jinjja? Tapi wajahmu tidak menunjukkan kau setua itu... Kau terlihat seperti seumuran denganku.." sahut Taehyung.

Jin berdeham mendengar pujian Taehyung. Hatinya senang mendengar pujian itu, namun ia harus menjaga harga dirinya agar Taehyung tidak mengetahui bahwa ia senang dengan pujian Taehyung.

"Ehem... Kalau begitu mulai sekarang panggil saja aku Jin hyeong.. Dan aku akan memanggilmu Taehyung ah~" sahut Jin.

"Whoaaaa~ Joha! Itu terdengar lebih akrab daripada memanggil dengan sebutan Jin-sshi dan Taehyung-sshi!" sahut Taehyung penuh antusias.

"Cih..." sahut Jin sambil tersenyum melihat betapa senang Taehyung dengan ide Jin.

.

.

.

TAEHYUNG POV - 9 OKTOBER 2016

Setelah hari agak siang, aku mengajak Jin hyeong makan siang bersama di sebuah rumah makan yang sederhana.

"Maaf tak bisa mengajakmu makan di tempat yang mahal... Tapi percayalah padaku, rasa makanan disini sangat enak!" sahutku.

Jin hyeong menganggukan kepalanya. "Araseo~"

Jadi kami masuk ke rumah makan kecil tempat biasa aku makan disana.

"Ahjussi, dua porsi... Makanan seperti yang biasa ku pesan..." sahutku kepada Kim ahjussi, pemilik rumah makan favoritku itu.

"Uh? Kau datang dengan seseorang kali ini? Biasanya kau selalu sendirian kesini.." sahut Kim ahjussi.

Aku tersenyum, lalu berbisik di telinganya. "Ia.. Sangat manis kan, ahjussi?"

Kim ahjussi menganggukan kepalanya. "Majjayo..."

Kim ahjussi masuk ke dalam menyiapkan pesananku, sementara aku duduk di meja, berhadapan dengan Jin hyeong.

"Kau sering kesini?" tanya Jin hyeong.

Aku menganggukan kepalaku. "Sudah sejak dua tahun lalu, aku sering makan disini.."

Kami berdua berbincang-bincang dan aku bersyukur Jin hyeong juga menyukai masakan Kim ahjussi.

Setelah membayar pesanan kami, aku dan Jin hyeong memutuskan untuk bermain di game centre yang tak jauh dari rumah makan Kim ahjussi.

Kami bermain bersama, tertawa bersama, dan aku yakin bahwa sekarang Jin hyeong sudah mulai membuka hatinya untukku.

Dan sejujurnya, baru kali ini aku merasa, bahwa aku benar-benar.. Hidup...

Inilah pertama kalinya, aku menemukan kehidupan yang benar-benar layak untuk disebut sebagai kehidupan.

Semua karena.. Jin hyeong menemaniku seharian ini...

Apakah ini... Benar-benar yang disebut dengan.. Cinta?

Aku rasa... Aku sudah benar-benar jatuh cinta pada pria manis disampingku ini...

.

.

.

AUTHOR POV - 9 OKTOBER 2016

Waktu terasa berlalu begitu cepat bagi kedua pria itu.

Tak terasa hari sudah gelap, waktunya bagi Taehyung dan Jin untuk berpisah.

Mereka berdua berdiri berhadapan di tepi Han River.

"Rumahku ke arah sana.." tunjuk Jin.

"Rumahku ke arah sana.." tunjuk Taehyung, menunjuk ke arah yang berlawanan dengan Jin.

Menandakan bahwa saatnya bagi mereka untuk berpamitan dan berpisah disana.

"Sampai bertemu di pertemuan berikutnya, hyeong!" sahut Taehyung sambil tersenyum.

"Apa... Akan ada pertemuan selanjutnya?" sahut Jin.

"Maksudmu? Kau tidak mau lagi bertemu denganku, hyeong? Kita kan bisa bertukar nomor handphone, lalu menentukan kapan kita bisa bermain bersama lagi..." sahut Taehyung.

Angin malam itu cukup dingin. Menerpa rambut Jin dan Taehyung dengan lembut.

Jin hanya bisa tersenyum.

"Waeyo, hyeong? Kau... Tidak suka bersamaku?" tanya Taehyung.

Tiba-tiba saja air mata menetes dari kedua bola mata Jin. Membuat kedua bola mata Taehyung membulat dengan sempurna.

"Kau.. Kenapa, hyeong?" tanya Taehyung.

"Gumawo, Taehyung ah.. Karena sudah menjadi pasangan dateku hari ini... Aku.. Sangat senang... Jinjja.." sahut Jin sambil menghapus air mata yang menetes dari kedua bola matanya.

"Lalu... Mengapa kau.. Menangis?" tanya Taehyung.

"Karena ini.. Akan menjadi pertemuan terakhir kita.." sahut Jin. Air mata Jin kembali menetes.

Taehyung membelalakan kedua bola matanya menatap Jin. "Wae.. Waeyo?"

"Karena aku... Sudah menikah..." sahut Jin sambil berusaha menahan agar tangisnya tidak meledak saat itu.

"Mwo.. Mwoya?" Kedua bola mata Taehyung semakin membulat dengan sempurna.

Jin menganggukan kepalanya. "Mianhae, Taehyung ah.. Karena tidak memberitahumu sejak tadi... Aku... Berusaha menghindarimu awalnya.. Karena aku.. Sudah menikah... Tapi, kau bersikeras mengatakan ingin berkenalan denganku.. Jadi, kupikir, akan menyenangkan jika bisa menjadi pasangan kencanmu untuk satu hari ini..."

Taehyung terdiam. Menatap Jin dalam diam.

"Aku.. Benar-benar merasa sangat bahagia menjadi pasangan kencanmu hari ini.. Jinjja gumawo, karena sudah membuatku tertawa seharian ini..." sahut Jin sambil terisak dalam tangis.

Taehyung masih tak bisa bergerak. Ia hanya bisa menatap Jin dalam diam.

"Dan sekarang... Sudah saatnya kita.. Untuk benar-benar berpisah.. Terima kasih untuk semuanya hari ini. Taehyung ah..." sahut Jin.

Jin segera berjalan menjauh dari Taehyung.

Taehyung menatap punggung Jin yang berjalan semakin menjauh darinya.

"Ia.. Sudah... Menikah?" gumam Taehyung.

Seketika itu juga, bersamaan dengan sosok Jin yang berjalan semakin menjauh darinya, perasaan Taehyung hancur berkeping-keping.

Cinta pertamanya yang baru saja membuatnya tertawa seharian itu... Harus berakhir dengan tragis... Sebelum ia sempat berjuang untuk mendapatkannya...

TES~

Air mata menetes dari kedua bola mata Taehyung.

.

.

.

AUTHOR POV - 16 OKTOBER 2016

Seminggu sudah berlalu sejak perpisahan mereka malam itu.

Dan Taehyung, masih belum bisa menghapus wajah dan senyuman manis Jin dari benaknya.

"Jin hyeong... Bogoshipo..." gumam Taehyung malam itu sambil duduk di rerumputan di tepi Han River, tempat ia dan Jin minggu lalu berbincang-bincang disana.

Tempat dimana Taehyung untuk pertama kalinya melihat senyuman di wajah manis Jin.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, namun Taehyung masih tidak beranjak dari rerumputan itu.

"Taehyung ah! Kim Taehyung!"

Terdengar suara dari kejauhan memanggil nama Taehyung berkali-kali.

Taehyung terdiam. Ia mengadahkan kepalanya ke atas, menatap ratusan bintang di langit malam itu.

Tak lama kemudian, sosok mungil bernama Yoongi tiba di hadapan Taehyung.

"Yaishhh, Kim Taehyung! Tidak bisakah kau sehari saja tidak membuatku khawatir begini?" bentak Yoongi ketika ia akhirnya berhasil menemukan tunangannya itu di tepi Han River.

Taehyung menatap Yoongi.

Melihat keringat di wajah Yoongi, di tengah malam yang dingin itu, Taehyung tersadar, pasti sudah sejak tadi Yoongi berlarian mencari dirinya.

"Bukankah sudah kukatakan, jangan mencariku? Aku akan pulang jika aku ingin pulang, dan aku tak akan pulang jika aku belum mau pulang.." sahut Taehyung.

"Apa apartement yang kubelikan untukmu dan kedua orang tuamu itu kurang luas? Haruskah aku membelikan kalian rumah yang luas, seluas rumahku? Agar kau tidak terus-terusan menghilang seperti ini dan berkata tidak betah berada di apartementmu?" sahut Yoongi sambil menatap tajam ke arah Taehyung.

Taehyung menatap Yoongi. "Aku... Lebih suka tidur di jalanan daripada harus tinggal di apartement pemberianmu... Harusnya kau sudah tahu akan hal itu..."

Yoongi menatap Taehyung. "Aku... Sudah menyelamatkanmu dan kedua orang tuamu dari lintah darat brengsek itu, imma... Apa kau.. Tidak pernah berniat... Sedikit saja berterima kasih padaku?"

Taehyung menatap Yoongi. "Kurasa kau tahu betul betapa aku dan kedua orang tuaku sangat berterima kasih atas semua pertolongan dan bantuanmu... Makanya kau memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan diriku..."

Yoongi terdiam.

"Bukankah sudah sejak lama kukatakan padamu? Aku... Menyayangimu sebagai hyeong dan sahabatku... Namun, hanya sebatas itu! Tidak lebih! Lalu... Mengapa kau begitu tega, seolah berusaha menolongku dan kedua orang tuaku, sementara ada niat busukmu di balik itu semua?" sahut Taehyung dengan ekspresi sangat kesal di wajahnya.

Yoongi terus terdiam.

"Apa yang kau katakan pada kedua orang tuaku? Tenang saja? Semua akan baik-baik saja, lupakan semua uang yang telah kau bayarkan kepada lintah darat sialan itu atas nama ayahku? Namun sebagai gantinya kau memohon agar mereka mengijinkan dirimu untuk menjadi tunanganku? Setelah kau melakukan itu semua demi keegoisanmu untuk memilikiku, kau berkata aku tidak tahu terima kasih? Ucapan terima kasih apa yang harus kukatakan padamu jika aku bahkan sangat muak dengan pertunangan kita ini, hyeong!" teriak Taehyung.

Air mata mulai menggenangi kedua bola mata Taehyung saking kesalnya ia akan semua kenyataan yang harus dihadapinya akan kehidupannya.

Taehyung segera berjalan meninggalkan Yoongi sendirian disana.

Setelah Taehyung menghilang dari pandangannya, Yoongi berjongkok sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Air mata membanjiri wajah Yoongi.

Rasa sakit yang teramat sangat dirasakan dalam hatinya.

Taehyung, satu-satunya pria yang paling dicintainya sejak ia pertama kali pindah dari Daegu ke Seoul, justru menjadi orang yang paling menyakiti perasaannya.

Yoongi ingat betul, tujuh tahun yang lalu, ia dan keluarganya pindah ke Seoul, dan mereka pindah ke sebelah rumah Taehyung.

Ketika pertama kali tahu bahwa tetangganya juga berasal dari Daegu, Yoongi merasa sangat senang.

Apalagi, Taehyung, yang berusia dua tahun di bawahnya itu, juga menyambutnya dengan ramah sebagai tetangga barunya.

Mereka bersahabat dengan sangat akrab, dan Yoongi sangat jatuh cinta kepada Taehyung.

Semua berjalan dengan baik, sampai tiga tahun yang lalu, ayah Taehyung mulai berjudi, dan selalu saja kalah... Perlahan demi perlahan harta milik keluarganya terkuras, sampai akhirnya ayah Taehyung harus berhutang kepada lintah darat dalam jumlah yang cukup banyak demi berjudi.

Dan dua tahun yang lalu, Taehyung dan keluarganya terpaksa pindah dari rumah mereka yang mewah itu ke sebuah rumah susun kumuh di pinggiran Seoul, karena rumah mereka disegel.

Kedua orang tua Taehyung berusaha kabur dari lintah darat yang terus saja menagih hutang ayah Taehyung sampai mereka harus hidup dalam persembunyian.

Membuat Taehyung dan ibunya ikut menderita atas kebodohan yang dilakukan ayahnya.

Entah berapa kali ayah Taehyung pulang dalam keadaan babak belur karena berpapasan dengan lintah darat itu secara tidak sengaja dan dihajar habis-habisan karena tidak juga bisa membayar hutang-hutang mereka.

Sampai ketika malam itu, setahun yang lalu, sang lintah darat berhasil menemukan tempat persembunyian keluarga Taehyung.

Ayah Taehyung, ibu Taehyung, dan Taehyung, dihajar habis-habisan malam itu oleh sang lintah darat, karena mereka belum juga bisa membayar hutang-hutang mereka.

Kebetulan, sudah sejak beberapa waktu yang lalu Yoongi meminta tolong orang untuk mencari tahu keberadaan Taehyung, dan Yoongi berhasil mendapatkan alamat persembunyian Taehyung.

Tepat ketika Yoongi tiba disana, Yoongi melihat ayah Taehyung, ibu Taehyung, dan Taehyung tergeletak di lantai dengan wajah babak belur...

Darah menetes dari kepala ayah Taehyung karena dipukul habis-habisan dengan menggunakan tongkat kayu..

Wajah Taehyung dan ibunya juga tak kalah babak belurnya.

Darah mengalir dari bibir dan hidung Taehyung dan ibunya.

Yoongi akhirnya membayarkan semua hutang-hutang itu kepada sang lintah darat, lalu segera memanggil ambulans dan membawa keluarga Taehyung ke rumah sakit terdekat.

Setelah keadaan keluarga Taehyung jauh membaik, Yoongi membelikan sebuah kamar apartement untuk ditempati keluarga Taehyung.

Ayah dan ibu Taehyung benar-benar kebingungan bagaimana harus membayar semua yang sudah dikeluarkan Yoongi untuk menolong mereka, dan akhirnya Yoongi meminta agar mereka menyerahkan Taehyung untuk menjadi tunangannya.

Ayah dan ibu Taehyung memaksa Taehyung dengan berbagai macam cara, namun Taehyung terus menolak.

Sampai akhirnya, ayah Taehyung menampar wajah Taehyung dengan keras sambil membentak Taehyung.

"Appa sudah membesarkanmu dari kecil hingga sebesar ini, tapi apa balasanmu untuk appa? Kau menolak pertunangan itu? Kau tahu apa artinya jika kau menolak bertunangan dengan Yoongi? Kita akan menjadi gelandangan! Kau.. Apa kau tega melihat appa dan eomma menjadi gelandangan di tengah jalan? Apa kau... Tidak pernah terpikirkan sedikitpun untuk membalas budi kepada appa dan eomma yang sudah membesarkanmu sejak kecil?" bentak ayah Taehyung saat itu setelah menapar wajah Taehyung.

Ibu Taehyung juga berlutut, menangis di hadapan Taehyung, memohon agar Taehyung menerima pertunangannya dengan Yoongi agar ibunya Taehyung bisa hidup dengan kemewahan yang ditawarkan Yoongi padanya.

"Eomma tidak mengharapkan lebih dari ini... Demi eomma yang sudah melahirkanmu ke dunia ini... Eomma mohon.. Terimalah pertunanganmu dengan Yoongi... Apa kau tega melihat eomma menjadi gelandangan? Apa kau tega melihat eomma dan appa terlantar?" pinta ibu Taehyung sambil berlutut memeluk kaki Taehyung.

Dan dengan sangat terpaksa akhirnya Taehyung menerima pertunangan itu.

Dan sejak saat itulah, bagi Taehyung, kehidupannya sudah berakhir... Apa yang dijalaninya bukan lagi kehidupannya, karena hidupnya kini berada di bawah kendali kedua orang tuanya, bukan kehidupan yang berjalan sesuai dengan keinginannya sendiri.

.

.

.

JIN POV - 20 OKTOBER 2016

Aku lagi-lagi, seperti biasanya, hanya bisa pasrah, setiap melihat Jeon Jungkook, pasanganku yang brengsek itu, bermesraan dengan Park Jimin dan Jung Hoseok, dua pelacur dari cafe tempat dimana Jungkook dan komplotannya sering berkumpul.

Malam itu aku turun ke lantai satu, hendak mengambil minum ke dapur.

Namun, yang kulihat di sofa di ruang tamu adalah, Jungkook sedang asik bercinta dengan Jimin.

Aku berusaha seolah-olah tidak melihatnya, namun desahan-desahan yang keluar dari mulut biadab milik pelacur bernama Jimin itu terus terdengar di telingaku.

Bahkan hingga aku masuk ke dalam dapur, suara itu masih bisa terdengar.

"Nghhhhhh~ Ini sangat nikmat, Jungkook aaaahhhhhh~ Nghhhh~ Shhhhh~"

Yaishhhhhh! Ingin kurobek rasanya mulut pelacur jahanam itu! Cih!

Aku bahkan bisa mendengar suara Jungkook yang memuji betapa hebatnya permainan Jimin di atas sofa untuk memuaskan hawa nafsu biadabnya itu!

Dan seperti biasanya... Aku hanya bisa berjongkok di sudut dapur yang gelap, menangis menahan sakit, sementara desahan Jimin dan Jungkook bisa kudengar dengan sangat jelas.

.

.

.

AUTHOR POV - 21 OKTOBER 2016

Jin turun ke bawah untuk menuju ruang makan pagi itu.

Sementara Jungkook sudah menunggu Jin di meja makan.

Jin duduk di kursinya yang terletak sangat jauh dari kursi Jungkook.

"Mengapa kau duduk disana?" tanya Jungkook sambil menatap Jin dengan tajam.

"Aku bahkan sudah biasa makan sendirian, untuk apa kau menemaniku sarapan pagi ini?" sahut Jin dengan ketus.

"Uh... Kau cemburu? Melihatku dan Jimin semalam?" sahut Jungkook.

Jin terdiam.

"Cih.. Dasar munafik... Bukankah kau sendiri yang bilang, bahwa kau tidak pernah mencintaiku? Bukankah kau mau menikah denganku karena kedua orang tuamu tidak bisa membayar hutang-hutang kalian padaku? Bukankah pada akhirnya kau bersedia menikah denganku sebagai syarat agar hutang-hutang kedua orang tuamu padaku kuanggap lunas? Lalu, mengapa kau harus cemburu melihatku bercinta dengan pria lain?" sahut Jungkook dengan nada sinis.

Jin tetap terdiam, menahan tangisnya.

"Apa kau mulai jatuh cinta padaku?" sahut Jungkook dengan ekspresi yang sangat angkuh di wajahnya.

Jin terus terdiam, menahan agar air matanya tidak menetes.

"Aku.. Sudah tertarik padamu sejak melihatmu saat aku menagih hutang pada ayahmu sore itu... Tapi dengan angkuhnya kau selalu menolak ajakanku untuk berkencan..." sahut Jungkook.

"Karena aku tahu, kau pria brengsek yang memeras uang kami para rakyat miskin demi memperkaya dirimu sendiri... Dan pria brengsek sepertimu, pasti dikelilingi oleh banyak pelacur.. Bagaimana mungkin aku bisa menyukaimu?" Kali ini Jin akhirnya buka suara.

"Cih... Aku tak perduli... Toh pada akhirnya, kau jatuh dalam pelukanku..." sahut Jungkook sambil memakan sarapannya.

"Aku... Bahkan masih sedikit berharap... Setidaknya jika aku menikah denganmu walau dengan sangat terpaksa, kau bisa memperlakukanku dengan baik selayaknya seorang pasangan hidup... Namun nyatanya? Kau masih saja bercinta dengan dua pelacur kesayanganmu itu!" gerutu Jin sambil menahan rasa sakit di hatinya.

"Itu resiko yang harus kau terima jika menikah dengan pria kaya raya sepertiku!" sahut Jungkook dengan angkuhnya.

"Kekayaanmu ini kau dapatkan dari hasil memeras kami para rakyat miskin.. Untuk apa kau begitu membanggakannya?" sahut Jin dengan ketus.

Jungkook bangun dari kursinya dan berjalan menghampiri Jin, lalu menjambak rambut Jin dan menarik rambut Jin hingga kepala Jin mengadah ke atas.

"Toh, kau juga menikmati semua kekayaanku yang kuperoleh dari hasil memeras ini kan? Jadi, sebaiknya tutup mulutmu rapat-rapat jika kau ingin nyawa kedua orang tuamu selamat!" bentak Jungkook.

Jin tiba-tiba teringat, bahwa kedua orang tuanya berada dalam pengawasan Jungkook, dan Jungkook selalu mengancam akan membunuh kedua orang tua Jin jika Jin berusaha kabur dari rumah Jungkook atau berusaha meninggalkan Jungkook.

Jungkook mendorong kepala Jin sambil melepaskan cengkramannya di kepala Jin, lalu berjalan menuju kamarnya.

Segera setelah Jungkook menghilang dari ruang makan itu, Jin langsung menangis tersedu-sedu... Menangisi kehidupannya yang sangat tragis itu...

Sementara para pelayan yang melihat kejadian itu hanya bisa terdiam, karena mereka juga tak berani bergerak... Mereka takut bagaimana jika Jungkook mengamuk dan memecat mereka jika mereka berusaha menenangkan Jin.

.

.

.

AUTHOR POV - 22 OKTOBER 2016

Jin terpaksa menemani Jungkook malam itu untuk menghadiri sebuah pesta pernikahan sahabat Jungkook.

Sebenarnya, Jin paling benci harus ikut ke acara teman-teman Jungkook, karena pestanya pasti brutal-brutalan.

Dan benar saja, di pesta itu, si pelacur bernama Jung Hoseok juga hadir, dan Jungkook sangat asik bermesraan dengan Hoseok, sampai-sampai ia mengabaikan Jin.

Jin merasa kesal dan berjalan keluar dari gedung itu, dan secara tidak sengaja ia justru berpapasan dengan Taehyung yang sedang melintas tepat di depan gedung itu.

"Jin hyeong?" Taehyung membelalakan kedua bola matanya.

Begitupun dengan Jin. "Tae.. Taehyung ah?"

"Sedang apa kau... Disini, hyeong?" tanya Taehyung. "Kau terlihat sangat manis dalam dandananmu yang sangat rapi ini..."

"Uhm..." Jin bingung harus menjawab apa.

"Aku... Menemani pasanganku ke pesta pernikahan sahabatnya..." sahut Jin akhirnya,

"Aaaah.. Kau bersama dengan pasanganmu?" sahut Taehyung, ekspresi mukanya begitu kecewa mendengar Jin tengah bersama pasangannya.

Baru saja mereka berbincang-bincang sejenak, tiba-tiba Jungkook berjalan keluar menghampiri Jin.

Jungkook memegang erat bahu Jin dan menarik tubuh Jin agar menoleh menghadap ke arahnya. "Siapa yang menyuruhmu keluar dari tempat pesat seenaknya?"

Jin menahan nafasnya, sementara Taehyung membelalakan kedua bola matanya.

Terkejut melihat Jungkook yang tiba-tiba muncul dihadapannya.

Taehyung tak menyangka... Bahwa ia harus bertatapan muka lagi dengan Jungkook.

Si lintah darat bajingan yang memeras harta kedua orang tuanya.

Si lintah darat keparat yang pernah menghajarnya dan kedua orang tuanya habis-habisan tanpa ampun.

.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top