File 0.9.6 - The Proverb That Helps

"Kenapa, Dan? Mukamu tegang."

Watson menoleh ke Aiden yang memandang khawatir dari tadi. Entahlah, dia seolah deja vu. Kenapa penyelidikan mereka selancar ini? Tidak adakah drama yang menutupi kebenaran? Dan akan selalu Watson ingat pepatah ini: ada udang di balik batu.

Benar, ini tidak beres. Watson tidak bisa membiarkan kebenaran yang sebenarnya malah tersembunyi. Bukan detektif namanya mengambil kesimpulan salah dan kebenaran justru tertimbun.

Suara portofon ketiga menyala sumbang. [Watson, ada yang aneh.]

"Apakah Inspektur Shani dan Inspektur Max mendapatkan sesuatu?" Aiden yang menjawab.

Diam-diam, Watson melayangkan tatapan masam. Tolonglah, jangan menyanggah kalau dia sudah mau buka mulut.

[Di sini tertulis bahwa resepsi pernikahan kedua Nyonya Cleona tidak didaftarkan secara resmi. Bahkan, WO yang menanggung pendaftaran Moore Paddok berasal dari asosiasi ilegal, tidak tercatat ke WO internasional. Moore dinyatakan melobi ketika mengetahui kerusakan rumah tangga dua pasangan itu.]

Aiden menoleh cepat. "Apa maksudnya ini, Dan?" Cewek itu kelewat peka sedikit saja perubahan air muka Watson.

Watson mengacak rambut masygul. Sherlock pemurung itu sudah menduga kalau-kalau ada yang disembunyikan di sini. Tidak sia-sia dia mengingat pepatah itu. Sangat membantu.

Coba kita uraikan. KDRT, gugatan cerai, perselingkuhan istri korban, pernikahan yang tak didaftarkan. Wah, apa ada lagi drama lainnya? Sekalian sudah kepalang tanggung melengkapi puzzle ini.

Tangan Watson mulai menggaris-garis bagan hubungan di notebook. Fokus. Ke mana dia harus mengais kebenarannya?

[Watson, ada yang ingin kukatakan.]

Kepala pemilik nama tegak, menghiraukan Aiden turun dari mobil, bergabung pada Deon dan Jeremy di luar sana. Baguslah, mereka harus mencegah Mayor Kejahatan Khusus membawa jasad korban juga Cleona pergi dari TKP begitu saja.

"Ada apa, Stern?"

[Aku menemukan surat permintaan maaf di blog pribadi Mendiang Adams.]

Alis Watson bertaut. "Apa?"

[Menurutku, suatu hubungan tidak selamanya bermasalah termasuk ikatan suami-istri. Jadi, aku iseng mencarinya dan mendapatkan bahwa mendiang Adams mempunyai blog. Di situ, dia menulis catatan maaf karena telah memperlakukan istrinya dengan buruk. Beliau berjanji akan memulainya lagi dari awal. Selain ketikan kata menyesal, juga dilampirkan gambar buah murbei kesukaan Nyonya Cleona. Bisa dipastikan bahwa mereka dalam tahap rujuk.]

"Yeah, dan Moore Paddok datang memperkeruhnya. Rujukan itu pun tertahan sebab Moore melamar istrinya." Watson mengangguk-angguk, menyilang ini-itu di notebook. "Stern, carikan aku transaksi pembelian senjata berat yang dilakukan Nyonya Cleona."

[Aku mengerti.]

Kalau saja deduksiku benar, maka...

"Kamu tidak mendengar perkataanku, Ernest? Kasus ini ditutup!"

Suara Kepala MKK merancukan dugaan demi dugaan yang mulai bermunculan di kepala. Dengan malas, Watson menoleh, menatap apa yang terjadi dari kaca mobil.

Deon bersedekap, menatap berang. "Seharusnya kamu katakan itu pada dirimu. Ini pembunuhan! Kamu mau jadi polisi jahat yang tak mempedulikan kematian korban?! Dua warga sipil ditemukan tewas! Pikirkan dengan akal sehatmu jika kamu benar-benar seorang polisi!"

Sosok yang menjabat Kepala Mayor Kejahatan Khusus a.k.a Angra Nosaroc, ikut menatap gemas. Kedua matanya laksana keluar dari rongga saking payahnya menahan emosi.

"Apakah kamu melawan perintah atasan?"

"Persetan dengan otoritas sialan itu! Sejak dulu aku tak menyukai sistem yang kalian terapkan. Silakan mengadu pada majikanmu. Itu takkan menghentikanku mengekspos kasus Adams."

"Ernest Deon! Jaga bicaramu! Apa kamu sedang mengancamku?!" suara Angra terdengar bergelegak.

Atensi Watson buyar karena suara Hellen.

[Watson! Aku menemukan catatan bon Nyonya Cleona membeli dua buah senapan barret M82 di toko Swynacre. Tapi di sini tertulis dia melakukan transaksi itu secara prabayar!]

Watson terdiam. Apa? Prabayar? Artinya... jangan-jangan senjata itu belum ada pada beliau? Lalu siapa yang....

[Mendiang Adams lah yang membeli senapan itu, Watson.] Lanjutan investigasi dari Hellen itu menuntaskan teka-teki rumit ini. Watson menghela napas. Kenapa bisa sepelik ini masalahnya?

Simpul ikatan longgar. Jejak lumpur di bagasi mobil. Cincin di jari jasad kedua. Obat Skopolamin. Pakaian pernikahan. Keganjilan jatuhnya Adams.

Semua itu berebutan masuk ke otak Watson tanpa permisi. Duh, niatnya Watson mau menjabarkannya satu-satu. Tapi kenapa semuanya bersitungkin menyerbu otaknya yang malang?!

"Stern, suruh Inspektur Shani dan Inspektur Max untuk pergi ke kediaman Mendiang Adams. Cari sesuatu yang berbau peninggalan terakhir darinya untuk Nyonya Cleona." Watson berkata sembari memijat kepala yang kian berdenyut. "Tak lupa, aku ingin informasi lebih tentang pelobian yang dilakukan Moore."

[Oke, serahkan padaku.]

Watson membuka kenop pintu mobil, keluar dari tranportasi beroda empat itu, memeluk tubuh. Sialan, kenapa badai ini tidak mau usai?

Kapan kasus ini berakhir? Sudah dua jam klub detektif Madoka terjebak di lereng gunung. Bisa-bisa mereka gagal mengunjungi vila Robin hari ini. Watson tak mau menunda pekerjaannya memecah angka-angka itu.

"Dingin?" celetuk Jeremy mengulurkan mantel bulu miliknya. "Nih, pakai."

Watson menatapnya datar, menatap benda itu, memalingkan muka. "Tidak usah. Itu punyamu."

"Sok gengsi," ketusnya malah seenaknya memakaikan mantel itu kepada Watson. "Tubuhmu sudah menggigil begitu...."

Ujung mata Watson menangkap gerakan aneh dari Jeremy. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya menatap Jeremy yang loyo. "Wajahmu pucat. Apa luka tembakmu baik-baik saja?"

"Tidak apa. Tidak apa. Kamu Hellen kedua, hah? Dasar." Apanya yang tidak apa! Dia kelihatan seperti mayat hidup! Hellen benar, dia sedang memaksakan diri.

"Kamu beristirahat lah di dalam mobil sebentar," ucap Watson membukakan pintu mobil, mendorongnya dalam sekali tarikan. "Aku lupa kondisimu dan malah memberimu tugas fisik."

"Eh! Eh!" Jeremy melotot. "Enak saja! Aku mau tetap di sana—"

Klep! Suaranya terpotong karena Watson membanting pintu mobil cukup keras, berdecak. Sok sekali bocah ini, tsk. Tidak adakah yang bisa berbicara jujur mengenai keadaan tubuh? Seperti Watson, yang ngomong jujur kalau mengantuk.

Watson menghadap ke lapangan. Deon masih senantiasa adu mulut dengan Angra, kini sudah menjalar ke topik nyeleneh. Baiklah, mari kita selesaikan ini—

Nging! "Ukh..." Sial. Ngantuk.

Masih belum boleh, Watson. Ini belum berakhir, Watson harus menyelesaikannya dulu. Mana obatnya ketinggalan di tas sekolah lagi. Besok-besok, Watson akan meminta Dokter Reed untuk menambah dosisnya. Sherlock pemurung itu bisa ketergantungan obat kalau minum dua pil sehari... Eh? Tunggu sebentar. Dua pil? Sepetinya ada yang kelupaan.

Nyonya Cleona membeli dua buah senapan.

Mata Watson terbelalak. Punggungnya kembali berdiri lurus, mengusap poni frustasi. Astaga! Kenapa dia bisa lupa perkataan Hellen?! Itu petunjuk penting!

Tanpa berpikir dua kali, Watson segera berlarian kecil ke tengah lapangan, ke TKP. Aiden yang melihatnya tergesa-gesa, spontan mengekori. Debat antara dua polisi terhenti, menoleh. Begitu juga para wartawan dan petugas-petugas lainnya.

Bodoh kamu, Watson! Bodoh! Kamu melupakan secuil cahaya kecil yang bisa membantumu mencari jalan keluar!

Watson menerobos pasukan forensik yang menangani tubuh Moore Paddok. "Buka kantongnya! Biarkan aku memeriksa sesuatu!"

"Tidak bisa, Nak Watson. Tubuh korban harus dibawa ke rumah sakit dan akan dikebumikan di rumah duka."

"Kubilang buka sebentar! Aku harus memastikan sesuatu!"

Aiden tiba di belakang Watson. Ngos-ngosan. "Ada apa, Dan? Kamu menemukan suatu hal? Hei, kami Detektif Madoka, kamu pastilah tahu itu. Izinkan kami melihat jasad korban."

Ketua tim forensik menggeleng. "Tidak bisa, Nak Aiden, walau dari kalian sekali pun. Kasus ini sudah ditutup."

Aiden mengeram. Bisa-bisanya!

"Ayolah, bukakan kantongnya sebentar. Mungkin saja tim detektif Madoka mendapatkan kebenaran kematian Pak Adams dan Pak Maddok."

"Tim forensik mengacaukan penyelidikan dengan menolak kerja sama. Apakah ada yang menyuap untuk menutup kasus ini?"

Watson menyeringai. Reporter-reporter ini menunjukkan kegunaan profesi mereka di waktu yang tepat.

Wajah ketua tim forensik dongkol, memberi Watson dan Aiden ruang. "Hanya lima menit. Tidak lebih."

Tak peduli, Watson melewatinya begitu saja, membuka kantong mayat tak sabar. Oh, tentu saja sherlock pemurung itu tak lupa memasang sarung tangan yang disodorkan awak forensik.

"Sudah kuduga...." Pergerakan Watson berhenti melihat luka jahit acak-acakan di daerah pinggang.

Mereka saling melotot. Para wartawan sibuk mengambil gambar. "Astaga! Apa itu?! Sebuah luka jahit?!"

"Jahitannya terlihat rancu. Seseorang menjahitnya dengan kondisi kebat-kebit sehingga hasil jahitannya menjadi kacau," bisik Watson pada Aiden. "Obat-obatan di TKP hanyalah pengalih. Penyebab kematian juga tembakan senapan."

Sialan. Ini tidak mudah.



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top