File 0.9.5 - Feelings of Discomfort
"Begini..." Deon mengusap rambut yang lepek, menatap sangsi layar komputer bergantian dengan Watson. "Kamu tidak bisa langsung menyimpulkan seperti itu, Watson. Bahaya jika salah menafsirkan penyebab kematian."
Watson menggeleng. "Tidakkah Inspektur menyadari ada yang ganjil saat Adams jatuh? Dia terhenyak ke depan seolah ada dorongan tak kasat mata."
"Rekaman ini tidak komplet untuk dijadikan barang bukti, Watson."
"Ck!" Watson berdecak sebal. Dia tahu itu belum cukup, tapi paling tidak bisa menentukan ke arah mana alur kasus ini bergerak, dan jelas pembunuhan. "Apakah forensik sudah melakukan autopsi?"
Deon diam. Apa ini? Kenapa dia diam?
Aiden mengembuskan napas panjang. "Pusat tidak memberi izin, Dan," katanya menjawab wajah tanda tanya Watson. "Mereka bilang, kita butuh surat permintaan persetujuan autopsi pada komisaris tetapi beliau tidak memperkenankan dan menyuruh polisi menutup kasus ini secepat mungkin."
Watson mengumpat tertahan di dalam hati. Si Raum bangsat, sherlock pemurung itu tidak mengerti mengapa polisi korupsi sepertinya mendapatkan kedudukan tinggi dia kepolisian. Apa dia menyuap saat kampanye? Apa dia membaik-baikkan penduduk, mengambil hati mereka, kemudian menjawabnya dengan ini?
Sampah.
Tidak bisa begini. Mereka tak bisa terus buntu di sana. Sekarang sudah pukul setengah tiga kurang. Klub detektif Madoka dibatasi waktu.
Jemari Watson terkepal. Kilatan serius terpancar dari kedua bola matanya. Jika mereka tidak memberi izin, maka biar kuperlihatkan senjata pembunuhan dan menguak kebenaran atas dua mayat yang ditemukan. Demikian maksud wajahnya.
Jika opini publik yang bisa menaikkan statusnya, maka opini publik juga lah yang akan melengserkan martabatnya.
"Arahan selanjutnya bagaimana, Watson?" Jeremy bertanya.
Watson tidak menjawabnya, merampas portofon di tangan Aiden. "Stern, cobalah cari hubungan Adams dan Nyonya Cleona setelah bertemu dengan Moore. Periksa seluruh cctv yang memungkinkan memotret perselingkuhan Nyonya Cleona."
[Aku mengerti.]
"Inspektur Max dan Inspektur Shani," Watson menghadap pada dua teman Deon, "carilah wedding customers yang mengurus tentang Moore Paddok. Siapa pengantinnya, resepsi pernikahan dan keluarga besan segala macam. Beritahu aku lewat radio."
Mereka berdua bersitatap tak percaya, termasuk Deon. Watson tahu tatapan ini. "Kamu serius memberi kami pekerjaan?"
Watson mengangguk, memberikan dua portofon pada mereka. Lebih banyak yang ikut membantu, makin cepat dia mendapatkan jalan keluar dari kasus. Lagi pula ini bukan kali pertamanya Watson bertemu tim Deon.
"Bari dan Inspektur Deon pergilah ke Utara lapangan rumput," kata Watson pendek beralih tatapan kepada pemilik nama. "Carilah benda janggal yang terfokus satu titik: posisi Adams jatuh secara ganjil. Andai dugaanku benar, maka senapan itu masih ada di sana. Andai tidak, maka ada orang ketiga atau analisisku salah. Kita akan memaksa Komisaris Raum untuk memberikan izin autopsi."
Deon dan Jeremy mengangguk.
"Kamu dan aku," Kini mata Watson pindah ke Aiden yang seperkian detik semangat. "Tetap di TKP untuk memantau keadaan. Stern akan menjadi otak kita."
Aiden tersenyum lebar, mengangguk tanpa berpikir dua kali.
"Bergerak sekarang!"
*
Watson memperhatikan Aiden yang tidak lagi menggerai rambutnya. Pita hitam itu dia gunakan untuk menguncir rendah alhasil rambut pirangnya jatuh di bawah kuduk.
Tolong fokus, Watson.
Watson mengedarkan pandangan, cek per cek yang bisa dijadikan petunjuk tambahan. Masa sih tak ada satu pun sesuatu yang membantu? Jongkok ke bagasi mobil, sherlock pemurung itu mengernyit. Kenapa ada banyak jejak lumpur gompal? Apa dia melewatkan ini tadi?
Pandangan Watson mengabur.
"Ng?" Aiden menghentikan aksi tanya-menanya, segera melompat ke arah Watson yang memegang kepala. "Ada apa, Dan? Ngantuk?"
Tidak. Watson sudah tidur tadi. Ini terlalu cepat untuk kembali tidur ulang. Narkolepsi sialan, menghambat pekerjaan saja.
"Kita ke mobil yuk. Kita tunggu informasi dari Hellen dan teman-teman," usul Aiden menarik tangan Watson. "Aku sudah menanyakan banyak hal, tapi terbatas mengingat Mayor Kejahatan Khusus sudah ikut andil menutup kasusnya."
Saran yang bagus. Setelah sepuluh menit memberi perintah pada Deon dan yang lain, mobil patroli polisi-polisi dari Divisi Kriminal Satu datang dan segera memerintahkan untuk membersihkan TKP. Berada di sana hanya mempercepat proses demam.
Watson mengangguk mengiyakan usulannya. Hanya menambah keributan berada di TKP, lihat, bahkan satu dua dari mereka telah memberi sinyal agar mereka menyingkir sebelum disoraki. Menyebalkan, ck.
"Titik terang kasus ini masih belum terbentuk," kata Watson menutup pintu mobil. "Aku tidak mengerti motifnya. Jika yang Bari katakan itu benar, berarti ada pihak tengah yang menembak Adams."
"Kamu mencurigai Nyonya Cleona, Dan?"
Watson menghela napas pendek. "Kurasa dia menderita schizophrenia. Matanya sama sekali tidak fokus saat Bari menanyainya. Atau mungkin saja yang beliau katakan tentang mendiang suaminya..."
Kata-kata Watson tertelan di ujung lidah. Aiden menatapnya sangat intens membuat grogi seketika. Apalagi jaraknya yang bisa dibilang cukup dekat menambah kecepatan adrenalin serta endorfin.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Watson setelah berhasil menormalkan kekikukan konyol. Malu hei kepergok tak nyaman.
"Aku tidak tahu kamu setampan itu dilihat dari dekat."
Dengan super berlebihan, topangan tangan Watson di titian jendela jatuh, menatap Aiden cengo. Hah? Apa tadi katanya? Dia kesambet sesuatu? Apa cewek ini tidak bisa mengontrol kefrontalannya heh.
Watson memilih diam tak menanggapi. Aiden dengan sifat blakblakan-nya, lebih baik tidak usah dihiraukan dari pada nantinya dia yang dibuat salah tingkah. Sebentar, buat apa juga Watson merasa canggung?
Watson dengan tingkah plinplan-nya.
"Serius," kata Aiden berbinar-binar. "Kamu lebih ganteng dari Grim."
Watson meremas ujung seragam sekolah. Meskipun di luar dia sok-sokan menolak semua pujian yang tertuju, masa bodoh pandangan segala pihak, tetap saja di dalam dia sedang melanglang buana. Senang selangit.
Terakhir kali Watson menunjukkan kekanakan-nya itu bersama Mela dan Aleena. Mereka pun menertawakan Watson sampai terbahak karena Watson memalukan katanya. Sherlock pemurung itu mendengus dan sepakat untuk mengabaikan komentar-komentar terhadapnya, termasuk sanjungan dari Aiden sekarang.
"Oh, benarkah? Terima kasih kalau begitu." Watson menjawab sedatarnya.
Tak terima pujiannya ditepis begitu saja, Aiden menggelembungkan pipi kesal, beranjak dari kursi untuk mendekat ke bangku, memegang kedua pundak Watson, melotot. "Eh, aku bilang aku serius. Kenapa responmu dingin, hah?"
"Aiden—"
"Aku tak pernah bercanda dalam memuji orang, Dan. Apa kamu tidak suka cara aku mengomentarimu yang gamblang? Ajarin dong yang sopan menurutmu," kata Aiden nyarkas.
Watson kesusahan mencari pegangan sebab Aiden terus-menerus menekan bahunya, menatap galak seakan ingin menerkam.
"Atau... kamu tidak mau pujian dariku? Sampai kapan kamu tertutup begini?"
"Aiden, kamu dekat—"
"Kamu masih belum lupa tentang Mela? Apa aku tidak punya kesempatan?"
"Aiden, kamu terlalu dekat—"
"Aku ini sedang bicara! Jangan memotong!"
Susah payah mencari pegangan, tak sengaja tangan Watson menekan tombol reclining hingga sandaran bangku otomatis jeblok ke bawah. Duk! Aiden berseru kecil, keningnya mengantuk dagu Watson. Jadi posisinya sekarang, Aiden di atas menimpa badan Watson.
Sherlock pemurung itu meringis, mengusap-usap dagu yang terbentur, menatap sebal. "Aiden! Inilah kubilang supaya menjauh sedikit—"
"Dan, kok seru ya dengar suara jantungmu?" Aiden tak peka malah memperdalam telinganya ke dadanya. Sialan! Itu cewek sedang apa!
"Aiden! Menyingkir dariku!"
Penyelamat tiba. Suara portofon terdengar samar namun mampu menghentikan Aiden yang makin membuat Watson menegang tak jelas.
[Di sini Dispatch Dua. Di sini Dispatch Dua.]
Buru-buru Watson menyambar benda tersebut. "Iya, Inspektur. Aku bisa mendengar suaramu."
[Kamu benar, Watson! Kami menemukan senapan barret M82 dan aroma bubuk mesiu, juga jejak kaki dari bot lateks.]
Tunggu, apa? Sebuah bot? Ingatan Watson kembali pada bekas rekah-rekah lumpur yang menempel di badan bagasi. Dia menyeringai. Analisisnya berkurang satu, tidak ada pihak ketiga di TKP.
"Kembali ke sini, Inspektur! Bari! Kita harus mencegah MKK menutup kasusnya!" Aiden yang berseru, cepat tanggap maksud seringaian halus barusan. Kepekaannya membuat Watson merinding sendiri.
"Stern, bagaimana pencarianmu?"
[Ini KDRT, Watson. Aku menemukan banyak pengajuan gugatan cerai dari Nyonya Cleona yang tidak ditanggapi oleh pengadilan. Selain itu, mendiang Adams juga memukuli Moore setelah mengetahui perselingkuhan istrinya.]
Tuxedo. Cincin. Kulit jasad yang sudah membiru lama. Ikatan simpul longgar. Mungkinkah, dia berniat melamar Nyonya Cleona? Berpikir lagi, Watson!
[Aku mendapatkannya, Watson! Pengadilan menolak persetujuan surat cerai karena dua penyebab; pengajuan sepihak dan pengesahan Pak Adams bahwa hubungan mereka berdua baik-baik saja.]
Tangan Watson yang memegang portofon perlahan turun. Telinganya pengap. Suara Hellen mendadak tak terdengar lagi.
Kenapa Watson merasa tak nyaman? Apakah ini sudah benar?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top