File 0.8.5 - I Know But I Don't Remember

"Stop, Pak! Stop!" Aiden berseru.

Watson, Hellen, dan Jeremy menatap layar komputer saksama. Di antara murid-murid Andeng yang lalu lalang, terdapat satu gadis memakai seragam berbeda.

Singkat cerita, agar tidak membuang-buang waktu, Watson langsung saja menuju toko penatu yang berada di seberang Andeng. Dia berpikir positif ada 'Kotak Hitam' di toko tersebut, merekam keadaan jalan. Dan benar dugaannya.

"Ng?" Watson berdeham.

"Kenapa, Wat? Apa kamu tahu gadis itu?"

Watson menggeleng. "Entahlah. Aku rasa aku tahu asal seragam itu, tapi aku tidak ingat." Di mana dia pernah melihatnya? Samar, hanya terlintas memori mereka pernah membahas salah seorang murid yang memakai seragam itu.

Beginilah nasib. Kepingan-kepingan puzzle itu bertumpuk di kepalanya sehingga susah untuk menarik kembali ke permukaan. Tidak sulit, tapi membutuhkan waktu untuk mengingatnya.

"Heh, Jer, kamu lupa? Ini kan seragam sekolah Zerana Junior High School. Kita pernah menyelidikinya." Hellen menceletuk, setengah meledek daya ingat Jeremy yang (agak) buruk.

Watson termangu. Zerana? Terdengar tak asing. Ayo berpikir! Di mana dan kapan Watson pernah mendengar sekolah itu.

Kesal, Jeremy pun melemparkan tatapan tajam. Hellen tidak takut dan malah balik melotot. Jika ini animasi, seperti ada aliran listrik terpancar di dua mata mereka.

"Kenapa akhir-akhir ini mereka suka bertengkar?" gumam Watson manyun.

"Kapal baru," cetus Aiden tanpa dosa.

Dua insan itu menoleh cepat, melotot. "Heh, jangan bercanda!"

"Ufu~! Bahkan kalimatnya barengan."

Impas, kan? Hellen sering kali menggoda Aiden. Sekarang waktunya pembalasan. Mana mau si Aiden membiarkan dirinya digoda. Itu melukai kehormatannya sebagai putri keluarga Eldwers.

Zerana... Memangnya kami pernah menyidik sekolah itu? Kontras dua sisi, Watson asyik berargumen dengan otaknya sementara tiga teman klubnya sibuk main goda-godaan tak jelas.

Watson mengepalkan tangan, sudah diduga, dia tahu sekolah itu tapi tidak ingat. Tunggu sebentar. Apakah ini ada kaitannya dengan Child Lover? Aduh, Watson ingin istirahat sebentar memikirkan kasus itu.

Dia mau memfokuskan otaknya untuk membantu Ommatz. Kembali menyambilkan dua kasus hanya membuat kepala Watson berantakan. Hal-hal berbau Child Lover akan tertuju pada; 002562.

Angka-angka itu membuat Watson gila.

Aiden melambaikan tangan, pindah ke sebelah Watson. "Bagaimana, Dan? Mendapatkan sesuatu?"

"Aku hanya menduga-duga, kurasa ada kaitannya dengan CL. Tapi abaikan masalah Child Lover, kita harus menemukan gadis ini dulu. Mungkin saja dia tahu suatu hal."

"Maksudmu, orang yang tadi kamu lihat... adalah dia?" Jeremy mengernyit. Andai benar, itu jadi masuk akal. Gadis ini gerak-geriknya mencurigakan. Apa yang dilakukan anak sekolah menengah di depan gerbang Andeng?

"Ada kemungkinan."

Sontak ketiga anggota klub detektif Madoka saling tatap heran. Kemungkinan? Itu berarti setengah-setengah, bisa tidak bisa jadi. Kenapa Watson memberikan jawaban yang keliru? Tidak biasanya Watson skeptis begini.

Aiden memegang bahu Watson. "Dan, apa ada yang mengganggumu? Beri kami pengarahan yang tegas. Bukankah itu yang biasa kamu lakukan?"

Akhirnya Watson berhenti bergelut dengan otak, menoleh ke tiga manusia yang masih memandang bingung. Astaga, sepertinya Watson terlalu tenggelam dengan istana pikiran sampai-sampai tidak sadar akan apa yang dia ucapkan.

"Apa yang kamu pikirkan, Watson?" Kali ini Jeremy yang bertanya, gemas cowok itu justru diam seribu bahasa. "Apa yang mengganggumu?"

Watson diam, ikut mengernyit. Apa yang dia pikirkan? Memangnya apa? Dia hanya melamun, tak ada yang mengganggu sama sekali.

"Dan, hei, berbicaralah. Kenapa kamu diam mendadak?"

Watson hendak membuka mulut, tapi pintu ruangan terbuka, menampilkan penjaga toko. "Maaf, anak-anak, tapi waktu kalian sudah habis. Saya ingin menutup toko, ada kepentingan mendesak. Bisa tolong pergi sekarang?"

*

Dua puluh menit duduk di bangku toko.

"Kita kembali ke Andeng?"

"Tidak ada gunanya. Watson juga sudah bilang tadi, kita selesai di sini untuk hari ini."

"Apa kita akan ke Zerana?"

Mereka bertiga menoleh ke Watson, meminta konfirmasi tujuan berikutnya, melupakan sejenak masalah 'diamnya Watson' di dalam toko.

"Aku tidak tahu."

Perkataan Watson berhasil mengerutkan kening mereka. Sungguh, apa yang terjadi pada Watson? Dia terlihat sangat kacau dan terganggu oleh suatu hal sejak tadi.

Aiden membenarkan posisi duduknya, menghadap ke Watson, ingin bersuara namun dicegat oleh Jeremy. Menggeleng.

"Kenapa kamu menggeleng?"

"Tampaknya pikiran Watson sedang kusut. Beri dia ketenangan sementara waktu," bisik Jeremy pelan.

Aiden dan Hellen mengangguk. Mengunci mulut rapat-rapat. Benar, mereka harus diam supaya Watson bisa berpikir lancar. Ada sesuatu yang mengusik pikiran teman mereka.

Di sisi lain, Watson menatap kosong jejalanan. Apa ya tadi... apa yang dia pikirkan tadi? Aduh, gara-gara melamun, analisisnya menjadi hancur.

Baiklah, mari kita coba anggap Andeng ada hubungannya dengan Child Lover. Tapi pertanyaannya, kenapa tali-menali sama kasus Hindegrass? Ini menjadi kapiran. Aiden benar, ada yang mengganggu pikiran Watson sehingga dia tidak fokus.

"Maaf Aiden, Bari, Stern," gumam Watson mengernyit. Seolah mengatakan 'maaf' adalah pekerjaan yang berat.

Masing-masing pemilik nama bersitoleh.

"Kalian benar, sesuatu mengganggu pikiranku tapi aku tidak tahu apa itu. Jadi keputusanku, kita kembali ke sekolah. Semoga saja pikiranku bisa jernih."

"Tapi bukankah kamu tadi mengatakan kita akan menyelidiki gadis yang terekam—bugh!"

Hellen melotot jeri. Aiden menyiku perut Jeremy tanpa pengurangan tenaga sedikit pun, membuat cowok kacamata berbadan tegar itu terjungkal jatuh ke belakang.

"Tidak apa, Dan! Mari kita kembali ke sekolah! Apa kamu mau Hellen membuatkanmu mopu tofu super pedas?" ucap Aiden cengar-cengir, bertentangan dengan tindakannya barusan.

Watson mengangguk. "Boleh juga."

"Ayo kita ke Madoka!" seru Aiden memimpin jalan. Tidak ada tempat berpikir lebih tenang daripada ruang klub.

Hellen jongkok, menatap prihatin. "Kamu tak apa-apa?"

Jeremy bangkit dengan urat-urat di leher. "Si Aiden budak cinta itu! Lihatlah, besok-besok akan kugoda lewat studio penyiaran!" umpatnya bersungut-sungut marah dan kesal.

Nasib Jeremy benar-benar apes mempunyai teman seperti Aiden—entah dia suka betulan ke Watson atau tidak, tak ada yang tahu.

Berniat membantu untuk bangkit, badan Jeremy yang terlampau berat malah menarik tubuh ceking Hellen. Mereka kembali jatuh dengan posisi absurd, Hellen di atas dan Jeremy di bawah sebagai penopang. Saling tatap kaget.

Netra mereka berdua bertemu. Melihat wajah Jeremy dari dekat, sialan, dia ganteng sekali di balik kacamata bodoh itu! Hellen bahkan bisa merasakan deru napas Jeremy nan halus menyapu wajahnya.

Gawat. Hellen menggigit lidah. Jantungnya memompa semangat seolah mengikuti turnamen lari. Aduh! Kenapa sih ini!

Sebaliknya, Jeremy melemparkan wajah ke samping, menyembunyikan pipi yang merona samar. Hatinya mengucapkan; terima kasih dan maaf, Aiden.

*

Pukul empat sore.

Watson masuk ke pekarangan rumah dengan air muka lesu. Pada akhirnya dia tidak bisa berpikir lancar walau sudah berada di ruang klub dan memilih pulang.

Ada apa dengannya hari ini? Padahal tadi dia masih baik-baik saja. Apa sebenarnya yang mengganggu pikirannya? Watson mengembuskan napas berat. Bertambah lagi masalah baru. Kemajuan kasus Hindegrass akan bergulir lamban jika Watson begini.

"Ng?" Manik mata Watson bermain, mengernyit. Ada dua mobil terparkir di halaman. Lho? Ada tamu? Beaufort sudah pulang?

Melupakan sebentar pikiran yang resah, Watson bergegas memasuki rumah. Jarang-jarang ada tamu, mengingat cowok itu sulit berinteraksi. Mungkin kolega Beaufort atau Noelle.

Jika itu Deon, maka Watson tahu bentuk mobil polisi detektif tersebut. Pemilik mobil satu ini jelas belum pernah tatap muka dengan Watson. Siapa, ya?

Beaufort menoleh. Dia tidak sendiri di ruang tamu, tidak juga bersama Noelle dan si kembar. "Kamu sudah pulang."

Langkah Watson terhenti. Mematung. Dia kenal orang yang berdiri di sebelah Beaufort. Bagaimana ini? Sekarang saja otaknya sudah seperti kaset tua. Dia tidak bisa memaksa menganalisis.

"Ini teman kerja yang Paman bicarakan waktu itu. CEO dari Rana News. Namanya Roldan Dewata."

Dasar paman! Tidak tahu timing! Otakku bakal makin kusut.

"Jadi kamu keponakan Beaufort, Watson Dan. Salam kenal. Pamanmu bicara banyak tentangmu, termasuk penyelidikanmu akan kasus Child Lover." Beliau membuka suara bariton yang berat dan serak. Kantung hitam menempel di bawah matanya, tanda tidak tidur berhari-hari. "Ini istriku."

"Senang bertemu denganmu." Istri Roldan sama cekung matanya.

Astaga, Watson menelan ludah. Berapa hari pasangan suami-istri ini begadang? Apa mereka sudah mengisi perut? Mereka seperti tidak ada hasrat hidup, seperti zombie, pucat menyeluruh.

Tanpa basa-basi, bahkan sebelum Beaufort sempat menyadarinya, kedua pasangan itu sudah berlutut di depan Watson.

"Nak Watson, kami mohon, tolong temukan anak kami. Tangkap penjahat itu. Kami sudah memberikan semua uang kami pada Badan Pencarian Internasional, polisi, semuanya, namun putri kami tetap tak kunjung ditemukan." Mereka berdua berkata putus asa.

Watson gelagapan. "Ka-kami sedang berusaha yang terbaik—"

"Hanya dia satu-satunya anak kami. Tolong temukan putri kami yang malang. Dia masih kecil, polos, tidak berdosa. Kami mohon..."

"Semua keluarga di kota ini sangat berharap padamu dan teman-temanmu, Nak Watson. Tangkap Child Lover. Pulangkan mereka ke keluarga mereka. Tolong temukan putri tercinta kami."

Bagaimana cara aku menangkapnya sementara kepalaku hendak pecah memikirkan kode kejahatannya?

Beaufort menyuruh Roldan beserta istrinya bangun. "Jangan begini. Kamu sudah berjanji padaku untuk tidak merendahkan diri seperti ini."

"Aku tak kuasa, Beaufort... Putri tunggalku diculik. Hari demi hari menyiksa. Entah apa yang dilakukan penjahat anak-anak itu putriku. Aku tak bisa..."

Melepaskan pegangan Beaufort, Roldan pun kembali mencengkeram kuat bahu Watson. Tubuhnya bergetar frustasi. "Kami akan mengabulkan semua permintaanmu. TOLONG TEMUKAN PUTRI KAMI!"

"Tu-tunggu, Om, kamu menyakitiku—" Watson meringis.

"DIA MASIH 13 TAHUN! TEMUKAN PUTRIKU! AKU AKAN MEMBUNUH PENJAHAT ITU! Kembalikan anakku..."

"Roldan! Hentikan!"

"KAMU TAK MENGERTI PERASAANKU!" bentaknya menepis tangan Beaufort, menangis. "Selama ini aku selalu menghabiskan waktu di kantor, tidak memberikan kasih sayang pada anakku seperti ayah sebagaimananya. Aku menyesal. Aku ayah yang buruk! Aku ayah yang jahat!"

"Sayang, hentikan..."

"Maafkan ayah, Nak. Kembalilah pada ayah. Ayah janji akan menyayangimu. Ayah janji akan menemanimu. Beri ayah kesempatan..."

Watson memasang wajah datar, membiarkan Roldan menangis tergugu di bawah. Pikirannya kosong.

Maafkan aku, tapi aku tak bisa janji.

"Watson, kembalilah ke kamarmu," suruh Beaufort menenangkan temannya itu. Mereka duduk di ruang tamu.

Tidak merespon, namun Watson tetap mendengarkan. Dia pergi ke lantai dua, masuk ke kamar, termenung di pintu yang sudah tertutup. Hening, sampai-sampai bunyi jam terdengar.

Satu menit berlalu, Watson melonggarkan dasi, duduk di kursi, menghela napas panjang. Angka 002562 berserakan di buku, notes, bahkan papan.

Bagaimana jika... Dia mencoba berpikir sederhana? Apakah Watson akan menemukan jawabannya?

Line!

Watson merogoh saku. Satu pesan dari Hellen. Tubuhnya spontan membeku. Itu dia! Itu dia yang mengganggu pikiran Watson!

Watson, apa kamu terganggu karena ucapanku tadi? Mengenai sekolah Zerana?





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top