File 0.8.10 - Utilize a Disease
"Pak, sekolah dan rumah Anda sudah diblokir polisi. Bagaimana sekarang? Jadwal penerbangan Anda diundur akibat cuaca."
Yang ditanya justru tertawa panjang, menatap mobil-mobil patroli memenuhi lapangan sekolah. Lampu merah-biru terlihat samar diguyur jarum air.
Wakil kepala sekolah mengernyit. Beliau tidak kehilangan hasrat untuk hidup bebas, kan? Lagi pula apa sebenarnya tujuan beliau meminta bantuan klub detektif Madoka? Untuk menangkapnya?
"Permisi, Pak, kita sudah dikelilingi unit Mayor Kejahatan Satu. Apa rencana kita untuk melarikan diri dari sini?"
"Tidak ada."
"Maaf?"
Beliau menoleh ke anak gadis yang terbaring lemah di sela-sela rak buku dalam keadaan pingsan, tersenyum miring. "Kita harus menyambut tamu. Bukan begitu?"
*
Aiden menepuk pelan punggung belakang kursi depan. "Kira-kira apa tujuan Ayorac, Dan? Motifnya memanggil kita apa?"
Benar. Motif Ayorac menyetujui penyelidikan kasus Hindegrass, mengizinkan klub detektif Madoka untuk mengetahui kebenaran yang dimanipulasi, Watson berusaha memikirkannya selama perjalanan menuju Andeng. Apa tujuan kepsek itu?
"Aku belum tahu." Watson berkata pendek.
Deon menghentikan laju mobil. Mereka sudah sampai, bersama mobil polisi lainnya. Siswa-siswi sekolah itu dilarang masuk ke gedung, berteduh di toko-toko seberang, memasang raut bingung.
Tidak hanya mobil patroli di situ, namun juga belasan nissan elgrand hitam-putih berlabel agensi milik wartawan, menyerbu Andeng. Tak peduli basah kuyup oleh hujan.
"Para wartawan kelaparan itu tidak kenal kata sakit." Jeremy menceletuk, mengamati jejeran mobil berbaris kacau.
"Karena informasi adalah makanan mereka," imbuh Deon ikut bergosip. "Semakin dalam dan rinci informasi yang mereka dapatkan, semakin bagus kariernya, semakin tinggi gajinya."
"Aku takkan pernah mau jadi wartawan esok hari. Lebih baik jadi penata rambut beneran." Aiden bersungut-sungut.
"Menurutku jadi wartawan tidak buruk-buruk amat."
"Kenapa Nyonya Immith berpikir begitu?"
Mengabaikan keempat orang itu, Watson larut dalam pikirannya. Tetes air hujan di kaca mobil menjadi pusat perhatiannya. Udara sangat dingin membuatnya memakai jaket dua lapis, mengusap kedua telapak tangan.
Kenapa Ayorac membiarkan aktivitas klubnya? Apa motifnya? Watson belum tahu. Dia sudah mengetahui trik yang beliau gunakan untuk memperalat Ommatz, tapi motif mengizinkan para detektif mencungkil faktual, itu yang tidak dimengerti oleh Watson.
Mungkinkah ada sesuatu yang tertinggal? Apa ada yang luput dari otak Watson?
"Harga diri... Martabat... Kepala sekolah... Kedudukan..." Watson mengantukkan kepalanya secara pelan ke kaca mobil berkali-kali tanpa sadar, mencari jawaban atas motif misterius itu. "Balas dendam..."
Ponselnya bergetar. Pesan masuk dari Roldan bahwa dirinya sudah sampai di TKP. Ekspresi wajah Watson berubah dingin seketika, mematikan layar handphone.
Yah, dia bisa mengetahuinya nanti. Jika Watson menunggu karena motif tak terpecahkan itu, bagaimana nasib nyawa Tiara Dewata? Nanti-nanti dia akan tahu.
"Kita keluar sekarang." Perintah singkat nan tegas terucapkan, memutus obrolan mereka berempat, membuka pintu mobil.
"Tunggu, Dan...!"
Suara Aiden menghilang karena Watson sudah melompat turun lebih dulu, segera berlarian kecil menuju lorong sekolah.
Watson menatap gedung untuk para guru serta ruangan kepala sekolah, lampunya menyala. Apa ada orang di sana? Jangan-jangan Ayorac beserta dewan guru sama sekali tidak berniat kabur?
Menyalakan radio, mata Watson tak lepas dari titik cahaya di gedung. "Stern, beritahu kondisi rumah Ayorac dan guru-guru yang terlibat. Apakah mereka sudah tertangkap?"
[Polisi sudah mengepung kediaman mereka 20 menit yang lalu. Beberapa guru sudah ditangkap, tapi Ayorac dan wakilnya tidak ada di rumah, Watson. Polisi juga sudah menggeledah rumahnya, tidak ada tanda-tanda Tiara Dewata di situ.]
Watson mengepalkan tangan. "Tetap perhatikan kamera cctv!" serunya mematikan radio lalu menoleh ke Deon yang baru saja tiba. "Inspektur, bagaimana situasi timmu?"
"Kamu takkan percaya apa yang kami temukan," kata Deon menyerahkan iPad mini kepadanya. "Salah satu anggota divisi center mendapatkan cctv di ruang kepala sekolah. Dan lihatlah, Tiara ada di sana! Bersama Ayorac dan wakil kepsek."
Sial! Kondisi Tiara menyedihkan! Om Roldan tidak boleh sampai tahu mengenai... Benda itu direbut oleh seseorang di depan Watson, spontan mengamuk. Watson terlambat mencegahnya.
"AYORAC BRENGSEK! TERNYATA KAMU DALANGNYA! KAMU AKAN MATI HARI INI!" pekik Roldan tanpa basa-basi langsung berlalu dengan amukan.
Tidak boleh. Kemarahan Roldan hanya akan memperkeruh keadaan dan bisa jadi menciptakan dorongan untuk mengancam nyawa Tiara.
"Inspektur!"
Deon mengangguk, mencegat langkah Roldan dan menahan pergerakannya. Beliau memberontak, beringas, memukul-mukul penghalang yang menghalau jalan menuju sang anak. "LEPASKAN! AKU AKAN MEMBUNUH ORANG YANG MENCULIK ANAKKU!" soraknya meracau.
Memasukkan radio ke saku, Watson pun menyusul dan kini mereka saling berhadapan. "Om Roldan, saya mohon pengertiannya untuk tenang agar kita—"
"Tenang katamu, huh? Bagaimana bisa aku tenang melihat putriku yang menghilang rupanya diculik temanku sendiri?!" selanya tertawa setelahnya. "Oh, tidak, dia bukan temanku lagi. Tapi manusia sampah yang harus dilenyapkan!"
"Membunuh tidak akan menyelesaikan apa pun, percayalah padaku. Bukankan Om Roldan yang meminta saya untuk menyelamatkan putri Om? Om mendatangi paman untuk meminta bantuan saya, kan?" kata Watson tenang dan serius, mengirimkan sugesti dari tatapannya.
Aiden dan Jeremy akhirnya bergabung. Sementara Immith berpisah, menuju studio penyiaran, diikuti beberapa petugas polisi dan wartawan.
"Saya akan memastikan untuk membebaskan Tiara dari penjahat itu. Jadi saya minta untuk Anda berkepala dingin sekarang, dan kembali ke belakang. Biar kami tangani ini."
Roldan terduduk lemas. "Tolong... kumohon, selamatkan putriku, Watson Dan."
Watson tidak menjawab, menatap Aiden, Jeremy dan Deon, lantas mengangguk.
"Ayo pergi!"
*
Ini sungguh kejutan tak terduga. Ayorac justru menunggu kedatangan mereka, duduk anteng di kursinya, menatap hujan seperti kakek-kakek yang menunggu anak dan menantunya.
Astaga! Watson menggeram pelan, mencoba sabar. Apa dia sedang mempermainkan mereka? Meremehkan? Atau memang ingin menyerahkan diri?
"Sepertinya kalian sudah datang," sapa Ayorac meletakkan nampan cangkir.
Deon menodongkan pistol, mengambil kuda-kuda. "Tuan Ayorac Athlopan Aren, Anda ditangkap atas penculikan Tiara Dewata dan penghasutan pembunuhan Tiara Tardea. Anda berhak memanggil pengacara dan berdoa lah untuk pengurangan jangka hukuman. Dimohon kerja samanya."
Beliau bergeming di tempat, terkekeh. Seakan kalimat-kalimat Deon hanyalah sapaan dari tetangga sebelah rumah. Apa dia sungguh tidak takut akan todongan pistol di depannya?
Deon mengode dua rekannya alias Max dan Shani. Mereka harus menyelamatkan Tiara Dewata dulu. Dalam jarak sempit ini, tembakan bisa terjadi kapan saja jika Deon kehabisan cara membujuk dan emosinya terpancing akan keabnormalan Ayorac.
Ayorac menatap wajah Watson. "Bagaimana kamu mengetahuinya, Nak?"
Watson diam. Mimik datar seperti biasa.
"Bagaimana kamu mengetahui tentang pembunuhan Tardea? Kesalahpahaman Ommatz?" tanyanya lagi bersandar santai di tepi meja, bersedekap. "Watson Dan, bukankah itu namamu? Bisakah kamu memberitahu analisismu? Aku yakin Nyonya Hindegrass dan beberapa wartawan sedang di ruang penyiaran sekarang. Sekalian saja kamu berpidato soal pembunuhan unik itu."
Watson menatap ke depan, ke arah jendela. Banyak cahaya lampu kamera tersohor, drone yang memaksa terbang, dan mobil stasiun TV yang makin ramai. Bahkan di luar pintu, lorong sudah sesak oleh puluhan wartawan.
Dia yakin, di tengah badai ini, kejadian sekarang sedang direkam langsung dan ditayangkan sebagai berita nasional Kota Moufrobi.
"Hemispatial neglect."
Dua kata itu membius semua orang.
Ayorac yang tadinya santai, memucat seketika. Aiden dan Jeremy menoleh kaget. Deon juga dua rekan timnya menatap tak percaya. Tak lupa para wartawan di luar ruangan, berhenti memotret. Hellen di sekolah, tertegun.
"Sindrom pengabaian atau kerusakan pada lobus parietal kanan yang menyebabkan pasien kehilangan kemampuan merasakan rangsangan di sisi satunya. Mengurangi indra penglihatan, perabaan, dan pendengaran, sehingga hanya bisa menyadari satu sisi saja. Dalam kasus tertentu, pasien hanya akan makan makanan di sisi kanan piring."
Watson mengembuskan napas panjang, memasukkan kedua tangan ke saku hoodie.
"Anda tahu bukan bahwa Nyonya Hindegrass dan anaknya mengidap penyakit itu lalu memanfaatkannya. Bermula dari lokasi kelas, 9 lokal 4 di kanan dan 5 di kiri, yang seharusnya 8 kelas dengan satu kantor cabang guru... Ruangan tempat Anda menyiksa Tiara Dewata yang disaksikan Tiara Tardea, teman korban yang salah Anda culik. Tapi, saksi saat itu bukan hanya mendiang Tardea namun juga Ommatz yang kebetulan ada di kelas satunya, ruang di sebelah TKP.
"Karena 9 adalah angka ganjil, Ommatz takkan menyadarinya. Maka langkah awal yang Anda lakukan adalah mengawasi Ommatz sebab dia juga saksi, tanpa tahu penyakit ini pertamanya.
"Seiring berjalannya waktu, melihat Ommatz tak kunjung membuka suara, Anda pun beranggapan bahwa Ommatz memang melihat kejadian itu namun tak menyadarinya. Sebuah penyakit langka yang menuntut para dokter untuk menangani lebih lanjut. Sehingga Anda pun menjadikan tempat itu kelas dadakan untuk memastikan apakah Ommatz tahu itu kelas dulunya atau tidak. Dan ternyata benar, Ommatz tidak mengetahuinya.
"Terbitlah ide memanfaatkan kekurangannya untuk menyingkirkan Tiara Tardea dengan menggunakan satu pion lagi, siapa lagi kalau bukan sosok yang membenci Ommatz alias Thomasen Thanase. Panggung pun akhirnya selesai sempurna.
"Anda tahu, aku juga tidak paham tentang keanehan Nyonya Immith ketika mendatangi klub kami. Stern menyerahkan secangkir teh ke sisi kiri beliau, namun beliau malah mengambil cangkir tehku. Semenjak itulah aku curiga bahwa Nyonya Immith menderita sindrom tersebut. Sama seperti Anda, kami melakukan pertemuan ulang untuk memastikan apakah dugaanku benar, dan yah, itu pun membawa kami ke sini sekarang. Aku yakin Stern juga mengetahui penyakit ini." Watson berdeham panjang, tak menyangka analisisnya akan jadi sepanjang itu. "Bagaimana? Apakah ini sudah cukup?"
Ayorac terdiam. Jeda beberapa detik sebelum dia terkekeh. "Ya ampun, deduksimu begitu akurat, Detektif Muda. Benar, yang kamu katakan itu semua benar. Aku hanya menginginkan Tiara Dewata untuk balas dendam pada mantan temanku, Roldan Dewata."
Watson kembali diam. Ada yang aneh! Kepala sekolah Andeng itu terlalu tenang.
"Mengapa kamu melakukan itu?" Aiden bertanya ketus. "Paman Roldan hanya membantu finansial sekolah yang Anda pimpin, kenapa Anda malah menculik putrinya?"
"Ya... Oleh karena itu aku ingin menghancurkan Roldan," ucapnya menatap langit-langit ruangan. "Perkataan tajam dari media massa, wartawan yang mengejek sekolah ini, harga diriku dipermalukan karena uang pemberiannya, itu sangat melukaiku."
Watson melirik Deon, bertelepati. Cepat sergap dan bawa Tiara pergi dari sini! Yang digelengkan oleh Deon. Hah? Kenapa dia menggeleng?
"Jarak kita terlalu jauh, Watson. Kita tidak bisa mendadak maju, melakukan gerakan tiba-tiba. Itu bukan ide bagus." Max mewakili isi pikiran ketua tim.
Memang benar jarak mereka cukup jauh dari Dewata... Watson terdiam, tiba-tiba teringat pertanyaan Aiden.
Dan, apa kamu sudah tahu motif Tuan Ayorac membiarkan aktivitas kita?
"Stern, coba beritahu lagi padaku tentang reputasi sekolah Andeng."
Dua menit berlalu tegang, Hellen memberitahu informasi yang dia dapatkan.
[Citra sekolah itu sudah sangat lama buruk, Watson. Memang dari tahun 2018 sampai 2020 nama baiknya memulih, namun itu tidak berlaku pada kepala sekolahnya yang telah dipandang negatif oleh publik.]
Watson menelan ludah, kembali mencerna.
"Maafkan aku telah melukaimu padahal kamu tidak ada salah apa-apa," suara Ayorac memecah ketegangan, menatap Tiara yang tergeletak di antara rak buku. "Toh, walau aku melakukan ini namaku juga sudah buruk karena menerima uang Ayahmu, buat apa lagi bersembunyi?"
Suaranya melamban. Mungkinkah...? Kali ini Watson teringat perkataannya sendiri saat masih di dalam mobil.
Jika dia menunggu karena motif tak terpecahkan itu, bagaimana nasib nyawa Tiara Dewata? Mata Watson membulat sempurna. Jangan-jangan dia berniat untuk mengakhiri hidupnya?!
Tepat Watson berpikir begitu, Ayorac mencabut pistol dari saku celana belakang, mengarahkannya pada Tiara. "Aku akan pergi ke neraka bersama putri kesayanganmu, Roldan. Ganti rugi telah melecehkan harga diriku. Selamat tinggal."
"TIDAK! JANGAN—"
Dor! Hellen di ruang klub berdiri. Mendengar sekaligus melihat apa yang terjadi di sana. Matanya mulai memanas.
Aiden terguncang di tempat. Gemetar. Tak bisa menggerakkan seluruh tubuh seolah mati rasa. Sementara Watson berbinar-binar. Inikah firasat buruk yang dia rasakan dari tadi?
Tanpa terkawal, setelah berhasil membaca raut wajah Watson, Jeremy yang jaraknya cukup dekat bertindak nekat dengan meloncat memeluk Tiara Dewata dan tembakan itu mengenai punggungnya.
"JEREMY!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top