File 0.7.6 - Unfavorable Bets
Watson berhenti berjalan, menjadikan dinding selasar kelas sebagai penopang badan.
Bodoh sekali. Padahal sudah tahu si Apol mencampurkan sesuatu ke dalam teh. Kenapa Watson tetap meminumnya seteguk? Sebegitu sopannya kamu, Watson? Buang sopanmu yang merugikan itu.
"Watson."
Pemilik nama menoleh, mendapati sosok Hellen tengah menatap serius. Apa dia melihat Watson keluar dari ruang konsil? Watson rasa Hellen hendak memarahi atau lebih-lebih menyeretnya ke klub, membiarkan Aiden yang memutuskan hukuman.
"Ada apa?" tanya Watson basa-basi busuk.
"Kita harus melanjutkan kasus Robin."
Sial. Kenapa Watson malah teringat perkataan Dean? Hellen dikejar penguntit? Dia tidak pernah menyinggungnya, juga bersikap biasa saja. Apa karena tidak mau memperlihatkan kegelisahannya pada Watson si orang asing?
Jangan dipikirkan, Watson. Semakin kamu pikirkan, semakin besar rasa kecewamu. Diam dan tenanglah seperti biasa. Jangan biarkan emosi mengambil alih. Watson mendesah.
Mereka sampai di klub, ada Kon di sana, serius mencoret-coret papan kaca dengan spidol. Sepertinya dia sedang merangkai para tersangka. Lalu Jeremy sibuk mencari artikel, menyusul Aiden merapikan dokumen-dokumen yang berantakan.
Soal si Robin, Watson masih agak bingung. Cara dia melarikan diri dan hubungannya dengan Monarz Gift. Mereka harus menanyainya secara langsung.
"Watson, kebetulan..." Jeremy lebih dulu menghampiri dengan langkah timpang. "Aku berhasil mengontak sang ayah."
Watson mengusir rasa simpati, menormalkan wajah. "Ayah Robin?"
Jeremy mengangguk, menatap salinan lampiran yang telah diduplikat. "Beliau setuju mengajak kita bertemu di Kafe Heizen, sabtu besok. Bagaimana?"
Harusnya Watson senang tentang itu, namun responnya justru berbanding terbalik.
Eh? Disetujui begitu saja?
"Beliau tidak bilang apa pun mengenai Robin? Maksudku, semacam reaksi cemas atau khawatir. Atau pertanyaan yang mengarah pada klub detektif Madoka, mengapa kita menyelidiki anaknya," tanya Watson spontan. Ada yang aneh.
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Dan." Aiden mengembuskan napas panjang. "Memang benar Jeremy berhasil mendapatkan kontak Ayah Robin, namun beliau hanya bilang 'mari kita bertemu' dan menutup sambungan telepon."
"Hanya itu?"
"Well, yeah. Just like that."
Aneh, sangat aneh. Seharusnya sebagai seorang ayah dia tentu panik akan masalah sang anak. Kenapa reaksinya begitu standar? Jangan-jangan beliau sama ego-nya dengan Rondala, istrinya?
Watson melirik Kon sepintas, menatap ketus. Anak itu juga menyembunyikan sesuatu. Dia bergabung dan memanfaatkan klub detektif yang terlindungi oleh Pusat Penahanan, namun Watson tidak tahu dia bekerja untuk siapa. Sok misterius.
Agen semacam FBI? Tidak mungkin lah. Kenapa pula merekrut bocah kerempeng rentan kurang gizi sepertinya. Mendingan aku. Sudah ganteng, putih lagi. Cocok untuk mata-mata.
Watson tertawa garing dalam hati.
Dia lupa, bahwa dirinya lebih pendek dan kurus dibanding Kon.
"Dan, bagaimana menurutmu? Apa yang akan kita lakukan?" Aiden bertanya.
Watson bersedekap. Bagaimana sekarang? Mencurigakan sih, tapi mereka butuh informasi walau dari orang awam sekalipun! Sherlock pemurung itu juga ingin tahu mengapa beliau kayak tak tahu-menahu tentang Robin.
"Kita akan menemuinya. Sebagai perwakilan, biar aku dan Aiden yang pergi. Stern, Bari, tetaplah di klub. Tunggu perintah dariku. Kita akan berkomunikasi lewat walkie-talkie mini."
Kon lagi-lagi menunjuk diri. "Lalu aku apa kerjanya?'
Ah, benar. Watson juga harus memberinya pekerjaan. "Kon, kamu ikut bersama kami. Peranmu adalah turis yang baru tiba di Moufrobi. Berkelilinglah di sekitar Kafe Heizen, kabari jika menemukan sesuatu yang aneh. Apa pun yang terjadi, jangan sampai bertindak sendiri."
"Siap!" Mereka mengangguk serempak, terlihat mantap dan serius. Bagus deh. Watson suka tekad mereka.
Sherlock pemurung itu mengeluarkan ponsel. Dia harus memberi Deon pesan untuk jaga-jaga. Pertemuan ini bisa jadi berbahaya.
Sabtu di kafe.
Oke sip. Sudah terkirim. Nanti Watson juga harus memikirkan rencana selanjutnya.
"Ng?" Watson menoleh pada Aiden, mengernyit. Wajahnya tampak memerah. "Kenapa, Aiden? Kamu tidak enak badan? Haruskah kuganti ke Stern—"
Aiden refleks mengibaskan tangan. "Ti-tidak! Aku baik-baik saja kok! Aku yang pergi!"
Aduh, kenapa Watson bisa lupa sifat Aiden yang gila alami. Biarkan sajalah.
*
Watson mengerjap lima kali. Beaufrot sudah pulang, namun tidak pulang sendiri.
"Tante Noelle? Apa yang Tante lakukan di sini? Bukankah Tante ada di Inggris?" tuturnya dilandasi kebingungan. Sementara itu, Noah sepupuku, sudah merengek.
"Noah kangen Kak Watson. Mau main sama Kak Watson."
"Iya, Noah. Nanti—"
"Tidak mau! Noah mau main sekarang!" tuntutnya menghentakkan kaki. Dasar anak kecil, senjatanya selalu air mata.
"Tsk! Berhentilah merengek seperti bayi, Noah. Kamu membuatku merinding geli."
Noah mencibir. "Daripada kamu malu-malu kucing! Naoi juga kangen Kak Watson tapi segan menunjukkannya!"
"Fitnah macam apa itu, hah?!"
Aduh si kembar berisik ini. Ketenangan rumah terancam nih.
Noelle menepuk kepala Watson, tersenyum lembut. "Tante bosan di sana, tidak ada yang menarik. Tante juga ingin melihat keponakan Tante yang manis."
"Tante pindah ke Moufrobi?"
"Hmm! Dipikir-pikir lagi Tante tidak bisa membiarkan keponakan Tante yang manis tinggal sendirian di rumah." Beliau menarik Watson ke pelukannya, menebar senyum senang. "Tante boleh ya tinggal sama Dan!"
Watson mengernyit serius. "Tante yakin? Tante pasti lah tahu kabar mengenai Kota Moufrobi." Apalagi ada si kembar yang bisa dijadikan target oleh CL. Tinggal di sana sama saja mencari masalah baru.
"Aku sudah mengingatkannya tapi dia kepala batu," imbuh Beaufrot datang dari dapur, memegang secangkir kopi. "Dia ngotot ingin melihatmu."
"Paman," Watson mendesah pelan, melirik Noah dan Naoi yang masih beradu mulut kembali menatap mereka bedua, mengecilkan volume suara. "Moufrobi tidak aman. Si kembar bisa celaka. Penjahat itu belum tertangkap."
"Investigasimu belum berkembang?"
Watson menggeleng. "Masih buram, namun kami mencungkil tiap kasus yang berkaitan. Penjahat satu ini amat jeli."
"Kalau begitu tidak apa!" seru Noelle lagi-lagi mendekap Watson. "Tante yakin keponakan Tante yang manis dan pintar ini pasti bisa menyelesaikan kasusnya!"
"Tante... Dan tidak bisa bernapas..."
"Aduh, maafkan Tante! Tante terlalu bersemangat melihat keponakan Tante yang manis!" serunya cengengesan. "Dan pasti lapar, kan? Ayo kita makan malam bareng! Tante buatin makanan kesukaanmu."
Watson manyun, tapi juga bersyukur Beaufrot membawa keluarganya kemari.
Dahinya berkerut. Jika Noelle akan tinggal dalam kurun waktu lama di Moufrobi, maka Watson harus secepat mungkin menangkap CL sebelum melihat sosok si kembar. Dia tak bisa membiarkan mereka menjadi target empuk untuk penjahat pedofil itu.
Apakah klub detektif Madoka akhirnya bisa mendapatkan petunjuk tentangnya? Apakah Robin tahu di mana tempat CL menyekap? Bagaimana jika dia mengalami trauma berat akibat penculikan tersebut hingga Robin amnesia? Ini taruhan tak menguntungkan.
"Kak Watson tidak lapar, ya? Kenapa nasinya masih penuh?"
Watson terkesiap. Lamunannya buyar.
Noelle menatap khawatir. "Ada apa, Dan?"
"Ah, tidak. Aku hanya melamun..." Semoga saja sabtu depan Watson mendapatkan sesuatu dari Ayah Robin—
Sherlock pemurung itu tertegun.
Mungkinkah alasan mengapa respon beliau sangat pendek dan terdengar tidak peduli pada Robin karena memang sudah menunggu seseorang menelepon dan mengabari? Atau jangan-jangan dia diancam?
Watson menggigit bibir. Bagaimana jika dia dan Aiden menemuinya bukan mendapatkan informasi melainkan mengantarkan nyawa?
Tapi siapa yang mengancam beliau? Teleponnya disadap? Beliau bekerja sama dengan CL? Atau bersekongkol dengan Rondala, sang istri? Watson tidak mengerti. Ini kompleks.
Hupla~ Mendadak Noelle memangku Watson. Dia tersenyum, mengambil sendok makan. "Nah, biar Tante suapin Dan, ya?~"
Wajah Watson refleks bersemu. "Ta-tante! Aku sudah besar! Tak perlu dipangku dan disuapi lagi ah!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top