File 0.7.5 - The Affairs I Have Solved Voluntarily

"Tempat ini benar-benar damai." Watson memejamkan mata, membiarkan angin memainkan anak rambut.

Sherlock pemurung itu sengaja minta izin di menit-menit terakhir jam ketiga, tidak bilang pergi ke taman belakang pada Aiden sebab Si Penata Rambut itu pasti akan mengikuti dan membuat kebisingan. Kadang Watson heran, ada gadis segila Aiden.

Pohon sakura di dekat perpustakaan, di sana lah semuanya dimulai. Dewan guru memerintahkan tukang kebun untuk menebangnya, mengantinya dengan pohon sakura baru, hasil cangkok. Tak disangka sudah tumbuh secepat ini.

Walau begitu, mengingat kejadian Child Lover meninggalkan jasad korban di dalam batang pohon, sudah menjadi alasan menyeramkan taman belakang kosong dan sepi. Tidak ada yang mau ke sana lagi.

Ya sudahlah. Watson bisa memonopoli tempat itu seorang diri tanpa ada yang mengganggu, menenangkan pikiran. Semoga saja naik kelas nanti kelasnya beda dengan Aiden. Sungguh, Watson tidak tahan.

Watson membuka mata. Mari kita coba rakit kronologi kasus ini.

Rondala membenci anaknya yang bisa menimbulkan kontroversial dan desas-desus destruktif akan reputasinya lantas mengasingkan Robin ke gunung. Pertanyaannya di sini, bagaimana cara CL menculik Robin?

Tidak, tidak. Apa Rondala baru mengetahui tentang penjahat anak dan langsung menyusun rencana 'menghilangkan' putranya? Bisa jadi Rondala bekerjasama dengan Inazuka membuat dirinya seolah-olah diserang Child Lover, membiarkan Robin diculik, atau membayar beliau melakukan rencana sesat tersebut.

Tapi, menurut data yang mereka temukan, Inazuka belum ditemukan semenjak penculikan Robin. Maka opsi ini salah.

Apa benar Rondala bertemu langsung dengan CL? Di mana? Kapan? Bukankah dia selebritis yang padat oleh jadwal? Kapan dia keluar dari lingkaran bodyguard-nya dan melakukan pertemuan dengan penjahat nomor satu Moufrobi? Lebih-lebih, bagaimana cara Robin melarikan diri?

Watson menyuruh Kon menyelidiki murid Dorias karena sekolah dasar satu ini adalah 'lumbung' utama target CL, dan benar saja dugaannya. Monarz Gift hilang seminggu sebelum Robin diculik. Apakah CL tahu dua anak ini memiliki hubungan?

Akan tetapi, kenapa?

Bukankah CL sudah mengumumkan jenis kelamin dari jumlah sasarannya? Harusnya Watson tahu bahwa berita itu hanyalah omong kosong, namun dia bertahan dengan pikiran mengenai: harga diri Child Lover.

Dia seorang penjahat terampil, bukan? Popularitasnya di dunia kriminal tidak dipungkiri lagi. Tentu saja seorang penjahat profesional sepertinya mengutamakan harga diri. Child Lover adalah penjahat berkelas.

Ada yang ganjil di sini. Sesuai pengalaman kasus Tiga Korban Berkacamata, CL mencoba membuat teka-teki baru setelah mendengar berita member klub detektif Madoka masih hidup. Dia pasti mengantisipasi bahwa mereka akan kembali menginvestigasi.

Watson menggigit bibir.

Ck! Bagaimana kalau dari awal CL memang sudah menyiapkan teka-teki untuk mempermainkan mereka? Ada yang kurang. Watson tidak tahu pasti, tapi dia juga tidak boleh berlandasan pada pemikiran abstrak.

"Wajahmu serius sekali. Sepertinya sedang memikirkan hal rumit, ya?" celetuk seseorang mengacau. Watson naif sekali berpikir takkan ada yang datang ke sana.

Watson terdiam, pernah melihat gadis itu. Dia adalah Wakil Apol, Deanbi apalah itu Gainevere.

"Boleh aku bergabung?" Dean menunjuk tempat kosong di sebelah Watson.

"Silakan. Aku juga mau pergi." Ketidaksukaan Aiden, Jeremy dan Hellen membuat Watson harus waspada terhadap anggota konsil. Mereka ini punya siasat tertentu dengan menggunakan klub detektif Madoka.

"Ah, aku jadi tersinggung nih. Aku mengganggumu, ya?"

"Benar. Tinggalkan aku sendiri atau aku yang pergi," jawab Watson kelewat jujur. Semoga saja bisa menampar Dean untuk tidak mendekatinya lagi.

Dean terkekeh kecil, tidak mendengar 'ancaman' Watson, tetap duduk. Oke, baik. Watson tidak main-main dengan kalimatnya.

Bangkit, Watson membungkuk hormat. Dean kelas dua dan dia adik kelas. Bukankah itu hal wajar? Sepertinya Watson harus ke perpustakaan melanjutkan analisis.

"Kudengar kamu masuk ke klub detektif karena dipaksa oleh Eldwers, ya?"

"Kalau itu benar, apa mau kakak?" Jangan menjawabnya, Watson! Aku punya firasat buruk untuk ini. Watson harus segera pergi sebelum dia mengatakan yang tidak-tidak dan memengaruhi pikiran. Dia harus pergi.

"Aku kasihan padamu, Watson Dan. Eldwers memanfaatkanmu sebagai pelampiasan."

Kasihan? Pelampiasan? "Maaf, aku tidak—"

"Apa kamu tidak ingin tahu siapa pemimpin dan pendiri sebenarnya klub yang kamu ikuti itu? Atau paling tidak latar belakangnya yang ironis." Dean tersenyum misterius. Sialan, dia tahu Watson yang mudah penasaran dan mencari topik brilian.

Sial. Sherlock pemurung itu terlambat pergi.

"Malang sekali nasibmu masuk ke klub itu. Tidak ada yang percaya padamu, Watson. Bahkan aku bisa menebak Jeremy Bari belum mengatakan masalahnya padamu, atau Hellen Stern yang dikejar oleh penguntit. Dan terakhir, kematian kakak Aiden Eldwers."

Watson terkesiap, menoleh kepadanya. "Kakak? Aiden punya kakak?"

"Benar." Dean menyeringai. "Dia seangkatan dengan kami. Dialah yang mengusulkan pada dewan siswa untuk mendirikan klub detektif. Tapi sayang sekali, dia tewas karena menyelidiki satu kasus bahaya."

"Aiden tidak pernah bilang punya saudara. Dia bilang dia anak tunggal..."

"Sudah kubilang bukan, dia tidak percaya padamu. Mungkin kamu mengingatkannya pada Sang Kakak dan memaksamu masuk ke klub itu, sekaligus diam-diam memancingmu agar mencari petunjuk kematian kakaknya."

Ah, begitu. Pantas saja saat kasus Kakak Pengemis yang Malang dia sangat bersimpati dan tergesa-gesa. Watson membatin. Dia mendesah berat. "Kenapa Kak Dean mengatakan itu padaku?"

Dean tersenyum simpul, menepuk bahu Watson, berbisik, "Supaya kamu keluar dari klub itu. Aku dan Apol mengkhawatirkanmu. Kamu tidak tahu kepribadian mereka bertiga yang asli. Kamu dianggap orang asing."

Watson diam. Dean sudah menjauh delapan langkah, kembali ke gedung sekolah.

"Kalau kamu butuh sesuatu, datang saja ke ruang konsil. Apol menunggu kedatanganmu."

*

Aiden sudah menyambut di pintu kelas, berkacak pinggang. Hari ini dia menghias rambutnya seperti murid primitif. Kepang anak-anak dan mengikatnya dengan pita hijau-putih bermotif bubble.

"Ke mana saja kamu, Dan? Aku sudah ke sana-sini mencarimu."

Watson diam saja.

"Kenapa kamu diam heh! Kamu juga tidak ada di perpustakaan!"

Watskn mengangkat bahu. "Ke kantin. Perutku lapar, lupa sarapan."

"Jangan bohong kamu, Dan! Aku juga ke sana tadi. Kamu tidak ada."

"Maksudku kantin di luar sekolah, Aiden."

Mungkin kalian pikir perkataan Dean tadi membuat Watson jaga jarak atau membenci Aiden dan yang lain. Pada nyatanya itulah salah satu poin kepribadiannya yaitu sabar dan menunggu Aiden sendiri memberitahu.

Watson berani bertaruh, Dean sengaja memberitahu supaya hubungannya dengan klub detektif Madoka rusak karena ketidakpercayaan satu sama lain. Seperti yang dia bilang, dewan siswa menginginkan Watson keluar dari klub. Pasti ada alasan di baliknya. Dasar menyebalkan.

"Mereka memanfaatkan kita, Dan. Kita yang bekerja, mereka yang mendapat pujian."

Perkataan Aiden lusa lalu membuat Watson terdiam bergeming. Mungkinkah...!

"Maaf, Aiden. Aku harus ke ruang konsil," kata Watson segera berbalik, tidak menghiraukan panggilan Aiden yang terdengar panik.

Mungkinkah alasan Apol ingin Watson keluar dari klub supaya kasus Child Lover tidak memiliki kemajuan? Jika kasus itu selesai, maka warga tidak lagi memberi 'uang harapan' dan hadiah pada Madoka.

Apol keparat. Dia sama sekali tidak peduli pada masalah Moufrobi atau kerisauan penduduk. Dia hanya ketua konsil berengsek yang hanya menginginkan popularitas dengan memanfaatkan klub detektif yang mati-matian menyelesaikan kasus!

Tidak melihat jalan sebab tergesa-gesa, Watson menubruk seseorang yang asyik menceritakan jejepangan pada temannya.

"Hei, lihat-lihat dong!" ketusnya jengkel.

"Maaf," sahut Watson pendek tanpa melihat wajah siswa yang dia tabrak. Sherlock pemurung itu kembali melanjutkan langkah.

"Ck! Beruntung istriku baik-baik saja. Kalau sampai rusak, dia habis olehku. Aku tandai dia." Siswa itu mengelap figur di tangannya menggunakan ujung seragam. Seperkian detik wajahnya mengernyit. "Tapi dia siapa btw?"

"Sudahlah, King. Dia anggota klub detektif. Pasti sibuk mondar-mandir mencari informasi." Temannya menegur simpul, menyerahkan novel yang terjatuh. "Nih! Novel kesayanganmu."

Siswa yang dia panggil King menerima novel berjudul 'Please Find My Brother' dengan sungutan. "Apa bagusnya sih klub itu? Menurutku kegiatannya tidak jelas."

"Kamu jangan begitu. Mana tahu suatu saat nanti kamu malah bergabung dengan mereka."

"Aku? Klub detektif? Ahahaha, imposible!"

*

Brak! Watson membuka pintu ruangan.

Apol tersenyum, meletakkan cangkir teh ke alasnya. "Wah, tak kusangka kamu datang secepat ini, Watson Dan. Aku harus lebih memujimu nanti sepulang sekolah, Dean, tapi bisa tolong tinggalkan kami berdua?"

"Sesuai perkataanmu, Ketua." Dean keluar dari ruang konsil, meninggalkan mereka.

Hening menyergap.

"Bagaimana kalau kamu duduk dulu? Aku akan membuatkan teh."

Watson menurut patuh. Lihatlah, sofa ruangan itu sangat tidak lumrah. Sofa ini jelas sangat mahal dan golongan bakir. Tidak lupa lemari kaca yang penuh gelas antik pelelangan. Kerutan Watson tak mau hilang.

Apol menyuguhkan secangkir teh manis dengan cangkir menawan.

"Jadi, apa yang ingin kamu katakan?" Apol mulai berbicara, duduk di singgasananya. Mata Apol amat sipit apalagi saat tersenyum. "Tanyakan saja apa yang mengganggu pikiranmu. Aku akan sukarela menjawab semuanya."

"Kami akan menangkap Child Lover dalam waktu dekat."

Mata sipit itu terbuka. Ekspresi datar.

Watson tersenyum miring. "Kenapa? Wajahmu tidak terlihat senang, Ketua Apol. Apa kamu tidak suka penjahat itu akhirnya berhasil dipenjara? Atau jangan-jangan kamu tidak mau CL tertangkap?"

"Apa yang kamu katakan, Watson Dan. Tentu saja aku senang. Penduduk bisa—"

"Aku tidak tertarik dan sama sekali tidak peduli pada adu domba yang kamu lakukan di ruangan ini, Apol. Menyuruh wakilmu membeberkan privasi orang, sangat tidak sopan untuk murid konglomerat sepertimu. Aku juga tidak akan bertanya lagi, mengapa kamu mencari tahu tentangku. Tapi kamu harus tahu satu hal, berhenti menggali informasiku atau kamu celaka. Aku tidak sendiri," ancam Watson serius.

Wajah jemawa itu masih senantiasa tersenyum.

"Dan untuk klub detektif, biar aku katakan langsung padamu karena aku tidak ingin ke sini lagi." Watson bangkit dari kursi, menatap Apol tajam. "Aku lah ketuanya sekarang. Temui aku kalau kamu punya keluhan."

"Apa Dean kurang jelas mengatakannya padamu, Watson Dan? Di sana tidak ada yang mempercayaimu. Kamu hanya tempat pelampiasan."

"Aku tahu dan aku tidak tuli. Aku hanya ingin melakukannya. Terserah dimanfaatkan. Jika kamu memang menggali tentangku, kamu pastilah tahu aku sudah sering dibegitukan sejak sekolah dasar."

Watson meraih gerendel pintu. "Ah, terima kasih soal tehnya. Lain kali aku akan meminumnya sampai habis jika kau tidak menuangkan sesuatu ke dalamnya."

Pintu ruang konsil tertutup, menyisakan Apol yang beringas, melempar semua perkakas di atas meja. Dengan begini, urusan Watson dengan Apol selesai.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top