File 0.7.2 - Cunning Classmates

Hari senin. Hari peperangan melawan massa, sekaligus pemberitahuan terang-terangan tentang anggota klub detektif Madoka yang keempat. Akhirnya hari ini datang juga.

"Terima kasih tumpangannya, Dokter Reed."

"Ini tidak seberapa." Reed tersenyum, mengacungkan kepal tangan, menyemangati. "Kamu harus menjaga baik-baik tubuhmu, Watson. Luka di betismu belum sepenuhnya tertutup. Jangan ikut kelas olahraga atau berlari. Mengerti?"

Watson mengangguk kuyu. Mobil Reed kembali meluncur ke jalan raya.

Oh, dunia, lihatlah. Puluhan mobil hitam dengan label stasiun TV berduyun-duyun memenuhi parkiran. Gerbang sekolah sesak oleh wartawan yang 'buas' meminta informasi.

Baru satu langkah menuju takdir, mulut Watson sudah dibekap seseorang, ditarik mundur dari sana. Timingnya sangat pas karena salah satu wartawan hampir melihat sosok Watson.

Menepis tangan orang yang membekapnya, Watson melotot. "Aiden! Apa yang kamu lakukan, hah?!"

"Menyelamatkanmu, Dan! Apa lagi? Bukankah kamu sendiri bilang tidak mau terekspos ke mana pun?" Aiden mengomel.

"Tapi tidak dengan membekap mulut orang. Itu pelanggaran etika, tidak baik. Kamu bisa dituduh melakukan penculikan atau pelecehan."

Aiden bersedekap, mendelik. "Eh, hei, aku menyelamatkanmu dari kamera media, Dan. Harusnya kamu berterima kasih, bukan malah membentakku."

"Itu bukan menyelamatkan, Aiden. Itu membuat orang takut, berpikir dirinya diculik penjahat. Aku takkan berterima kasih." Watson mendengus. Baru juga mulai sekolah, paginya sudah berantakan.

Aiden mengerjap. "Maksudmu barusan kamu takut, Dan?"

"Tentu saja. Kupikir siapa—"

Watson terdiam. Waduh, keceplosan.

"Biar kami berdua yang mengurus wartawan-wartawan menyebalkan itu. Kalian bisa masuk lewat pintu belakang."

Untunglah sebelum Aiden menggoda, datang tokoh lain. Tadinya Watson mengira itu adalah Hellen dan Jeremy, namun rupanya tidak. Mereka adalah anggota konsil, bawahan Apol. Kalau tidak salah, nama mereka Deanbigatran Gainevere (wakil) dan Lioranivo Katernisel (wakil seksi keamanan II).

Watson mau menjawab, bilang terima kasih, tapi Aiden menarik lengan Watson. Segera enyah dari hadapan mereka berdua. Dasar gadis tidak sopan!

Liora bersungut-sungut. "Aduh, Eldwers masih saja dingin pada kita."

"Lupakan itu, Liora. Ada masalah yang harus kita urus di sini." Tatapan Dean jatuh pada gerombolan reporter.

Perintah Apol: singkirkan nyamuk berisik.

*

"Tunggu dulu, Aiden." Sejak tadi Watson susah payah menyamakan langkahnya dengan Aiden. Kaki kirinya berdenyut ngilu. "Aku bilang tunggu!"

Melihat Watson meringis, baiklah, Aiden berhenti berjalan (cepat). Emosinya selalu terpancing hanya melihat anggota konsil berkeliaran. Entahlah, Aiden sangat menaruh kesan tak suka pada perwakilan siswa.

"Kamu sebenarnya punya dendam apa pada mereka, Aiden? Apa masalah ancaman pembubaran klub? Kan sudah lama."

"Entah." Aiden menjawab ketus. Kalimat Watson sangat retorik. "Bukankah kamu sudah tahu jawabannya, Dan? Itu kan maksudmu 'parahnya' saat masuk ke klub pertama kali?"

Watson berdecak kagum. Tak disangka Aiden mengerti gumamannya (bab 2), dan hei, ingatan Aiden bagus sekali.

"Mendengarnya langsung darimu lebih baik daripada menelaah tanpa alasan."

Aiden mengembuskan napas panjang, berusaha menahan dongkol. "Mereka memanfaatkan kita, Dan. Kita yang bekerja, mereka yang mendapat pujian."

"Eh?"

"Kamu tidak mengerti, Dan."

"Bagaimana aku mengerti kalau kamu hanya berbicara setengah-setengah? Katakan secara spesifik. "

"Sudahlah. Aku tidak mau pagiku hancur karena memikirkan orang-orang konsil."

Oh, ya? Watson hampir kelepasan menarik rambut gadis itu—dia tidak memakai apa pun karena masih mengenakan perban. Enak saja Aiden bilang begitu sementara dia sudah merusak pagi Watson.

Membuka pintu kelas. Kejutan.

Ternyata teman sekelas sudah menunggu kedatangan mereka berdua. Terjadilah pesta ucapan selamat karena berhasil menyelamatkan Roxa. Rambut Watson dan Aiden penuh dengan pernak-pernik kertas.

"Kudengar kamu terluka, Aiden. Kamu baik-baik saja?" Kaum adam mencari muka, menempel ke Aiden, menatap khawatir.

Dulu, jangankan mendekat, mereka sudah jauh-jauh begitu Aiden misuh-misuh masuk ke kelas. Katanya Aiden tipe murid pemarah, suka bertengkar walau penyebabnya sepele. Makanya tidak ada yang mau bergaul dengan Aiden. Andai saja jika sifatnya sedikit feminim, wah, Aiden bisa menjadi primadona.

Watson mendengus masam, mencak-mencak menuju kursi. Lihatlah si Aiden, malah senyam-senyum pencitraan, tak keberatan menjawab. Cih.

"Kamu cemburu?"

Alis Watson bertaut. Cemburu? Pertanyaan tak masuk akal macam apa itu. Lagian, siapa yang barusan menceletuk? Dia harus merevisi perkataannya.

Keadaan langsung menjawab. Siswa di kursi depan bangku Watson bangkit. Entahlah, gadis atau lelaki. Dia memakai hoodie yang gombrang, tali earphone terjulur, ada jepitan es krim di tudung hoodie. Oh, dia memakai mainan rambut. Berarti cewek.

"Kamu sudah bersamanya di satu klub selama sebulan setengah. Tidakkah terlalu cepat menaruh hati? Dia bisa saja menusuk dari belakang lho."

"Siapa kamu?"

"Sarkas sekali detektif satu ini. Apa teman-teman di kelas hanya semut di matamu? Oh, atau kamu memilih-milih teman? Mengemis dulu baru kamu beri makan?"

"Kamu baru saja membalikkan kalimatmu sendiri." Watson memutar mata.

"Hahaha, aku suka ketegasanmu dalam komunikasi, Watson. Membuat lawan bicara kalah telak." Dia membuka tudung hoodie. Poninya menutup sebagian mata. Surainya nan cerah bagai pelangi tampak. "Namaku Konza Chuanlu.Salam kenal."

Watson terkesiap. "Kamu cowok?"

"Umm. Apa ada yang salah?"

"Tidak. Kamu terlihat cantik untuk cowok."

"Ah, soal itu. Aku takkan tersinggung, jangan khawatir. Bukan kamu seorang yang berpikir demikian. Tapi aku laki-laki tulen kok. Kamu belum bertemu dengan cowok cantik yang sebenarnya."

"Kenapa kamu berpenampilan begitu?" tanya Watson dengan intonasi 'geli'. 

"Untuk memancing Child Lover."

Pupil mata Watson sedikit terbelalak, mulutnya membentuk huruf O kecil. Kon tersenyum miring, puas dengan reaksi yang ditunjukkan Watson.

Di saat semua anak kecil berhati-hati ketika keluar rumah, di saat para orangtua kalang kabut membatasi pergaulan buah hati dengan lingkungan, Kon justru menunjukkan performa mencolok agar CL terpikat dan menculiknya.

Tetapi, rencana Kon tidak terlalu buruk. Bisa memungkinkan menangkap CL, menemukan tempat sekapan dengan berpura-pura menjadi anak kecil dambaan penjahat itu.

Namun, siasat ini memiliki celah kelemahan. Jika CL lebih dulu mengetahui kedok Kon, nyawa sebagai taruhan. Melihat taktik CL melakukan penculikan dan menghilangkan jejak, jelas CL tidak bodoh. Dia sangat pintar dalam menyembunyikan keberadaan.

"Kenapa, Watson?" gumam Kon menopang dagu, memotong penjabaran di kepala pemilik nama. Kon tersenyum misterius. "Wajahmu terlihat serius sekali. Memikirkan sesuatu?"

"Kamu sengaja mengatakan idemu untuk memanfaatkanku? Brilian sekali."

Kon terdiam, lantas lima detik dia tergelak. Tawa datar. "Hebat sekali kamu langsung mengetahuinya. Detektif berbakat memang beda. Otaknya didesign sehebat mungkin."

"Kata-katamu itu kasar."

"Memangnya kenapa?" Tawa Kon menghilang. "Bukannya itu kegunaan orang genius? Membantu orang bodoh?"

"Apa—"

"Orang-orang pintar itu hanyalah mesin cerdas untuk menolong masyarakat bebal,  Watson. Bukankah kamu juga begitu? Mereka mendekatimu saat dibutuhkan, lalu setelahnya? Mereka membuangmu, tidak membutuhkanmu lagi. Makanya segelintir ada yang menyembunyikan kepintarannya. Apa aku salah?"

Cowok ini... dia mencoba menghasutku? Watson mengembuskan napas singkat. "Aku tidak peduli apa yang kamu katakan. Kenapa tidak kita percepat saja obrolan ini? Tinggal lima menit lagi bel akan berbunyi."

"Wah, kamu berbeda sekali saat pindah kemari, Watson. Apa anggota klub itu benar-benar memengaruhimu sepenuhnya? Kamu tercantol pada Aiden?"

"Kamu membuang dua menit," ujar Watson datar, sama sekali tak tertarik dengan hasutan Kon. "Cepat katakan rencanamu sebelum kuhiraukan."

"Baik, baik." Kon angkat tangan. "Aku menyerah. Hatimu terbuat dari apa sih? Sangat mati."

Watson menatapnya. "Jadi?"

"Tujuan kita pada dasarnya sama. Aku ingin menangkap Child Lover, melemparnya ke penjara. Tapi aku tidak bekerja untuk polisi."

"Oh." Inilah salah satu ujian ketika berbicara bersama Watson. Jangan berharap dia akan mempedulikan urusanmu selama kamu bukan klien dan memiliki hubungan dengannya.

"Makanya aku tidak memiliki interelasi untuk perlindungan. Aku juga tidak bisa menyelidiki seorang diri, berbahaya walau siasatku berjalan. CL itu lawan orang dewasa, bukan lawan bocah kelas satu sekolah menengah. Kamu paham maksudku, kan?"

"Apa konstribusimu agar aku menyepakati aliansi kerja sama ini?"

Kon berdeham, mengambil sebuah dokumen dari laci, menyerahkannya pada Watson. "Apakah ini bisa kujadikan tiket masuk sementara ke dalam anggotamu, Detektif?"

Watson diam. Sosok Miss Di menghentikan senda gurau murid-murid.

"Diammu kuanggap sepakat." Kon mengedipkan mata, memperbaiki posisi duduk supaya tidak ditegur Miss Di yang mulai mengambil absen.







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top