File 0.5.9 - Heart, The Past Rival
Polisi langsung membawa jasad Tuan Mili ke rumah sakit untuk dibawa ke departemen forensik. Watson bisa melihat luka tusukan, belasan jumlahnya, di dekat leher korban saat tandu digiring ke luar TKP.
"Watson, bisa kamu jelaskan maksud perkataanmu?" kata Deon menginterogasi.
"Bukankah sudah jelas, Inspektur? Nyonya Sunni yang asli sudah meninggal. Bukankah itu sebabnya Anda memakai jam, Pak Hotear? Untuk bersiap-siap menyambut kematian Nyonya Sunni kapan saja." Watson bersedekap tangan.
Kalimat Watson sukses membulatkan mata semua entitas manusia di TKP, termasuk timnya. Selain trik pembunuhan yang sederhana, masalah kasus ini juga sederhana. Klub detektif Madoka lah yang terlalu berpikir rumit tadi.
"Penyakit almarhum Ibu Nyonya Sunni adalah penyakit turunan. Penyakit ini jelas juga diturunkan ke Nyonya Sunni. Klimaksnya beliau juga meregang nyawa bertepatan meninggalnya almarhum Sang Ibu. Si Nyonya Sunni palsu yang berdiri bersama kita sekarang sudah menunggu di dalam kamar, mendengarkan wasiat Nyonya Sunni untuk menghancurkan lukisan.
"Kenapa? Bukankah beliau menghabiskan uang memenangkan pelelangan untuk almarhum Sang Ibu? Kenapa beliau ingin menghancurkannya? Jawabannya, hutang Nyonya Sunni yang tidak terlunasi itu adalah waktu bersama almarhum Sang Ibu. Beliau terlalu sibuk akan pekerjaannya hingga tidak punya cukup waktu menjenguk atau sekadar menemani Ibunya melakukan terapi. Beliau berpikir membeli lukisan ratusan dolar akan menyenangkan hati ibunya, namun dia salah besar. Tidak ada yang lebih berharga dibanding waktu bersama anak.
"Nyonya Sunni menyampaikan wasiat pada dirinya yang palsu untuk merancang acara ini, acara amal di Hotel Hondlon. Mengundang rekan-rekan serta pengusaha dari perusahaan lain. Lalu mengundang Detektif Madoka karena tahu hal ini akan terjadi.
"Mrs. Urdle mengetahui rahasia itu lantas bergerak cepat. Beliau tahu waktu Nyonya Sunni tidak banyak dan hendak mencuri lukisan yang masih berada di gedung pelelangan dengan alasan membayar utangnya pada Nyonya Sunni. Dan Tuan Mili, salah satu pelelang, tahu niat jahat Mrs. Urdle lalu menegur beliau. Pertemuan mereka berdua terekam CCTV yang sayangnya tidak bisa merekam pembicaraan. Waktu Mrs. Urdle menipis dan lukisan pun dipindahkan."
Aiden, Hellen, dan Jeremy saling tatap. Juga detektif-detektif dari Uinate SHS. Deon menyimak serius.
"Tidak sampai di situ. Mrs. Urdle yang tahu Tuan Mili hanya hambatan dalam mencuri lukisan pun membunuh beliau dengan trik yang dijelaskan Detektif Taran, berlagak seperti saksi mata. Waktu itu di tangga, Anda sengaja mendorongku untuk menyingkirkanku, bukan? Karena aku, Aiden dan yang lain penghambat kedua setelah Tuan Mili," jelas Watson panjang lebar menatap Mrs. Urdle datar tak minat.
"A-apa?"
"Anda lah pelakunya, Mrs. Urdle. Anda pembunuh Tuan Mili."
"TIDAK MUNGKIN!" Suara Mrs. Urdle menggelegar di langit-langit TKP. "Aku lah yang menemukan mayatnya! Kenapa kamu malah menuduhku, anak muda?! Dan yang di tangga itu aku benar-benar tak sengaja karena meninggalkan tasku! Anak ini mengarang-garang!"
"Anda tergesa-gesa ke bawah karena Tuan Mili sudah berada di ruangan ini. Senjata pembunuhan ada di dalam tas yang Anda tinggalkan. Kemudian aku kebetulan berdiri di tangga memberi Anda keuntungan untuk mendorongku," tukas Watson masam. Yang tadi itu dia betulan nyaris jatuh jika tidak ditolong cepat.
Deon menyela, "Tunggu, senjata pembunuhan? Apa maksudmu, Watson?"
"Luka tusuk di leher korban, itulah penyebab kematiannya, Inspektur." Aiden yang menjawab. Bagus, sudah semestinya Watson juga memberinya bagian.
Aiden menoleh kepada Watson. Sherlock pemurung itu mengangguk.
"Karena tusukannya kecil berjumlah banyak, dapat dipastikan korban dibunuh menggunakan pisau tajam kecil. Benda itu tersimpan di tas Mrs. Urdle," lanjut Aiden. Watson terkekeh sinis mendengarnya. Dia memang jago menyimpulkan. Jika tidak, Aiden tidak mungkin jadi anggota detektif.
Ada sesuatu yang tidak harus kamu ketahui, Dan. Itu akan merugikan. Kata-kata Aiden datang tanpa permisi.
Ah, benar. Tentu saja hanya mereka bertiga anggotanya, tidak termasuk Watson. Dia hanya member cadangan yang membantu kala mereka kesulitan. Tak masuk hitungan.
Tanpa bertanya, Deon memerintah anak buahnya. "Periksa tasnya!"
"Siap, Inspektur!"
Mrs. Urdle menantang, memberikan tasnya dengan sukarela. "Oke! Silakan periksa sendiri! Aku akan menuntut kalian karena berani menuduhku, dimulai darimu, Anak Muda," beliau menatap Watson tak suka.
Watson menghela napas pendek, bergumam pelan, "Kamu bisa menang jika kamu tidak menunjukkan kepanikanmu. Pembunuhan ini pun akan lancar jika Lupin tidak mengundangku."
Rekan-rekan Deon menjatuhkan semua barang-barang milik Nyonya Urdle. Dimulai dari charger ponsel, botol kutek, buku tabungan, bedak make-up dan beberapa obat. Tidak ada pisau atau benda lain yang bisa dijadikan alat membunuh.
"Tidak ada, Inspektur." Polisi-polisi yang melakukan penggeledahan, melapor.
"See?" Mrs. Urdle tersenyum congkak.
Aiden menoleh panik ke arah Watson yang bermuka datar, juga Hellen dan Jeremy. Bagaimana kalau hipotesanya salah dan Mrs. Urdle benar-benar akan menuntut?
"Kuku Anda terlihat cantik, ya, Mrs. Urdle."
Peka akan maksud Watson, Deon pun menyambar botol kutek di lantai, membuka penutupnya sontak menutup hidung. "Bau lem apa ini?" ucapnya mengeluarkan kuas kecil untuk mencat kuku. Kuas tersebut sudah diganti jadi pisau silet ukuran kecil.
Ruang TKP senyap.
Bruk! Mrs. Urdle terduduk, pasrah. "Ini semua salahku. Harusnya aku merelakan lukisan itu bukan gelap mata dan membunuh orang tak bersalah. Aku terlalu serakah. Aku patut dipenjara."
Para polisi memasangkan borgol ke kedua tangan beliau. "Mrs. Urdle Priner, Anda ditangkap karena melakukan pembunuhan terhadap mendiang Tuan Mili Niozu. Anda berhak memanggil pengacara dan jelaskan lebih detail di kantor." Mereka menggeret beliau keluar dari TKP. Kasus ini selesai.
Taran menatap Jeremy dengan senyum mengambang. "Kali ini kita seri, Wahai Detektif Madoka!"
Jeremy berkacak pinggang, tak jauh kalah sombong. "Kalian terlalu kekanakan. Kasus ini selesai oleh kami. Kami yang pertama mendapatkannya. Kalian orang baru, pergi sana."
"Bukan sembarang orang," ralat Taran. Candy dan Valentine bergabung dengannya. "Tetapi detektif. Kami detektif Distrik Uinate, rival kalian."
Jeremy tergelak. "Seriosly, ada detektif yang labil seperti kalian? Menganggap semua ini tantangan untuk menang berdeduksi. Kalian masih terlalu cepat menganggap diri seorang detektif."
"Buktinya kami menang dari kalian," sahut Taran kesal akan gaya bicara Jeremy yang terkesan meledek dan meremehkan. "Kami menemukan kebenarannya! Dan kalian, malah diam-diaman saja padahal datang pertama ke kasus ini."
"Kamu cari ribut?!"
"Ayo!"
Hellen menjitak kepala Jeremy. Valentine mengeplak Taran. "Ini ruang TKP, jangan berisik."
"Serius deh, Jer." Aiden geleng-geleng kepala. "Kamu juga sama dengan Taran karena menjawab dan meledeknya. Lagi pula trik ini terungkap berkat mereka bukan kita."
"Kamu mau kalah dari detektif tak diundang seperti mereka, Aiden?!"
"Aku juga sedikit tak terima." Hellen setuju dengan Jeremy. "Maksudku, kita sudah sana-sini menyelidiki latar belakang kasus. Lalu mereka, entah siapa, datang mengambil alih. Apa gunanya penyelidikan kita?"
"Itu karena kami jauh lebih sigap dari kalian!" Valentine menceletuk. "Kami sudah tahu kalian pasti mencari asal-usul acara yang diselenggarakan Nyonya Sunni dan kami juga melakukan hal sama. Hanya saja beda jalur dengan kalian. Ketika dua mobil memilih jalan yang sama dari sisi bertolak belakang, maka dua mobil itu akan bertabrakan. Kami lebih cerdik dari yang kalian tahu."
"Permisi," Aiden tersulut emosi. "Niatnya aku tak ingin berdebat dengan kalian. Memang benar kalian lebih cepat mengetahui triknya dari kami, tapi Nyonya Sunni lah yang mempercayakan kasus ini pada Detektif Madoka. Apa kalian tidak tahu hukuman campur tangan dalam kasus yang sudah diambil oleh pihak lain?"
"Yang terpenting kasus ini sudah selesai dan dominan andil kami yang terbanyak." Valentine mendengus dingin.
Watson menghela napas panjang. Dia kira si Aiden akan menegur dan tidak ikut berdebat. Percuma dia berharap.
"Hmm?" Watson menoleh ke samping, mendapati Hotear menatapnya dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan lewat kata-kata. "Ada apa, Pak?"
"Anak Muda, kamu tadi mengatakan Nyonya Sunni sudah meninggal karena penyakit yang sama dengan almarhum ibunya." Hotear menunjuk Nyonya Sunni yang berdiri di dekat jendela bersama Lupin. "Lalu siapa dia sebenarnya?"
"Ah, benar. Apa kamu tahu soal itu, Dan?"
Deon bersedekap.
Watson tersenyum miring, juga Nyonya Sunni palsu itu. "Tentu saja..."
Dia membuka baju mewah yang dipakai.
"Heart, si pencuri ulung yang mau menerima tawaran Nyonya Sunni. Pencuri yang mau mengambil lukisan sudah ada bersama kita sejak awal. "
Di setiap dunia detektif, akan selalu ada musuh berprofesi mencuri seolah sudah menjadi hukum alam tersendiri.
Deg! Refleks Deon menodongkan pistol tetapi percuma, dia sudah berdiri di bingkai jendela yang terbuka. Angin malam meniup pakaian aslinya. "HEART!"
Heart. Saingan masa lalu, pencuri yang berhasil mengalahkan Watson. Meledek harga diri Watson sebagai detektif. Pencuri wanita yang suka memperburuk nama orang atas aksinya. Watson tak berhak memanggilnya musuh atau saingan karena sherlock pemurung itu tidak tertarik dengan kasusnya.
Heart tersenyum menyeringai. "Lama tak bertemu, Detektif Manis. Rasanya baru kemarin aku melihat wajah kesalmu saat gagal menangkapku."
Watson menatap datar, menggeleng tak tertarik. "Itu masa lalu, Heart. Aku sudah tidak mempedulikannya. Percuma memanasiku."
"Lantas, apa kamu tidak mau menangkapku?" Heart membentangkan tangan seolah keberadaan Deon dan polisi-polisi lainnya hanya anak kecil tak berdaya. "Balas dendam?"
Watson melambaikan tangan, melangkah keluar ruangan. "Aku tahu di kantongmu ada bola bom asap. Dan balas dendamku sudah terbayar berkat Aiden membantingmu," katanya terkekeh miring. "Bagaimana rasanya dibanting? Tangan kananmu pasti sakit."
Heart menyeringai. "Kamu tidak pernah berubah ya, Detektif Manis. Masih pintar seperti dulu membuatku makin tertarik saja. Masih mencolok seperti biasa sampai menarik orang-orang hebat."
"JANGAN BERGERAK, HEART!"
Tak mengindahkan larangan Deon yang mendekat, Heart justru berlari kencang menuju ke arah Watson. Sherlock pemurung itu tersentak. Hei! Mau apa dia?!
Aiden lebih dulu berdiri di dekat Watson dengan wajah kesal, meninju tangan ke depan. Tubuh Heart menghilang berbarengan matinya lampu dan munculnya asap mengaburkan pandangan Aiden.
TKP gelap beberapa detik.
Oh? Dia memakai EMP (elektromagnetic pulse)? Yeah, namanya juga pencuri. Pasti punya banyak alat yang berguna saat terdesak seperti sekarang.
Klik! Lampu ruangan kembali hidup menampilkan sosok Heart tepat di depan Watson. Dia tersentak. "Apa yang mau—"
Bats! Heart menyambar sesuatu.
"Dan!" Aiden membantu Watson karena Heart 'menyerang' secara mendadak. "Kamu tidak apa-apa?" Faktanya Heart tidak melakukan apa pun yang berdefinisi bahaya.
Tangan Heart memegang nametag Watson. "Aku curi ini. Anggap saja imbalan dari pekerjaanku. Sampai jumpa, Detektif!" BOFF! Heart memakai bom asap lain, menghilang dari TKP menyisakan lengang.
Si pencuri sialan itu. Watson menggeram, mengepalkan tangan.
Deon mengembuskan napas, memasukkan kembali pistol ke sabuk. "Memang, sesuai dugaan, pencuri itu takkan mudah ditangkap. Kita hanya membuang-buang waktu." Beliau menoleh kepada kami, tak lupa Taran dkk. "Terima kasih atas kerja sama kalian. Maaf sebelumnya meragui tim kalian, Taran. Kasus ini akan diumumkan ke publik untuk menaikkan nama kalian di Distrik Uinate."
"YEPI!" Taran meloncat senang, memeluk kedua rekannya. "KITA AKAN JADI TERKENAL, CANDY, VALEN! IMPIAN KITA! INI AWAL PERTANDINGAN, DETEKTIF MADOKA!
Jeremy memutar bola mata. "Bocah."
Hellen malas bersuara. Aiden menatap Watson yang berhadapan dengan Lupin.
Watson tersenyum masam. "Hei, Matrix, tidakkah kamu punya sesuatu untukku?"
Lupin takut-takut mengeluarkan sebuah amplop, menyerahkannya secara gemetaran. "I-ini, Wat. Tenang, aku tidak lupa kok. Se-sesuai janji. Tiket tanda tangan..."
"Kamu tahu?" Watson mengambil ponsel. "Aleena pasti senang melihat ulahmu yang satu ini. Aku ingat kalian sedang PDKT. Bagaimana ya reaksinya kalau tahu..."
Lupin bersujud. "Maafkan hamba, Wat. Hamba takkan mengulanginya. Maafkan hamba yang apalah daya ini. MOHON JANGAN MENGADU PADA TUAN PUTRI ALEENA! Aku akan melakukan semua perintahmu! Jadi budak pun aku mau!"
Watson mendecih.
"Ngomong-ngomong Dan, aku lupa memberitahu sesuatu." Aiden berkata.
"Apa?"
"Nametag sekolah itu mahal. Kamu akan didenda karena menghilangkannya."
"Hahaha, great." Dalam hati Watson menyumpah serapahi Heart.
Case Closed!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top