File 0.5.8 - The Arrival of Three New Detectives

"Ada apa, Wat?" Jeremy bertanya.

"Apanya?" Watson balik bertanya.

"Kamu tampak tak tertarik dengan kasus ini." Jeremy mengedikkan bahu. "Padahal sudah jelas kasus pembunuhan ruang tertutup. Kamu tidak mau ngapain 'gitu? Antusias misalnya. Bukankah kamu selalu semangat biasanya?"

"Entahlah, aku kehilangan minat." Watson menatap datar punggung Deon yang tengah menerima kertas hasil tes DNA darah di lantai. Sudah keluar, huh?

Watson melihat Deon menghela napas. "Benar.Darah ini adalah darah milik Tuan Mili." Dia menatap sekeliling. "Tidak ada jendela, lorong atau sebagainya. Juga CCTV. Dengan kata lain ini kasus pembunuhan ruang tertutup. Jasadnya pasti tersembunyi di suatu tempat," ucapnya pada anak buahnya beralih memandangi Watson, tersenyum misterius. "Yeah, kasus ini akan segera selesai. Karena tidak ada yang memiliki kelir."

"Eh?" Rekan-rekannya bersitatap bingung.

Tsk! Deon pasti menunggu Watson memulai aksi deduksi. Sayang sekali, sherlock pemurung itu datang bersama anggota klub detektif. Dia bisa mengandalkan mereka, memberi semua yang dia tahu pada Aiden, Hellen, dan Jeremy.

Sebenarnya trik pembunuhan kali ini sangat sederhana. Hanya saja caranya rumit. Watson langsung mengetahuinya melihat keberadaan kotak kubus yang berton-ton beratnya, sebuah papan, benang, dan bau lem kuat. Watson sudah tahu triknya tapi belum menemukan bukti dan penjelasan.

Watson melangkah ke meja ruang Nyonya Sunni, membungkukkan badan. Bingo. Dia temukan tabung silinder seukuran botol minum jumbo di sana. Sangat tidak wajar.

"Aiden."

"Kenapa, Dan? Kamu menemukan sesuatu?"

Watson menunjuk benda tersebut. "Berikan itu pada Inspektur Deon. Aku akan memeriksa lainnya."

Aiden menurut tanpa banyak tanya. Sepertinya dia tahu Watson memaksa serius padahal hati menolak. Sherlock pemurung itu tidak ingin pekerjaannya dipantau. Dan Deon sialan tak mau berhenti menatapnya.

Mengibaskan tangan, Watson menyeret kaki ke tempat dua tim forensik yang memotret tetesan darah di bagian kiri ruangan, dekat lemari yang terserondok ke dinding. Ini mengingatkan Watson kalau di kamar-kamar tertentu banyak lemari yang menjorok ke dalam, menyatu dengan dinding.

Watson berdecak datar. Sepertinya pelaku membunuh korban di tempat ini dan memindahkannya di sisi lain untuk menyembunyikan jasadnya, lalu melakukan trik mainan itu. Mengakali para polisi.

Watson menatap jam di ponsel.

Sementara dia ada di tempat ini pukul tujuh malam bersama Lupin. Kalau tidak salah, Mrs. Urdle menemukan mayat setengah delapan lewat lima menit. Tidak cukup merancang TKP dengan waktu sesingkat itu. Belum lagi anak buah atau Nyonya Sunni sendiri keluar-masuk ke ruangan ini, menjaga lukisan.

Berarti pelaku sudah menyiapkan senjata pembunuhan sebelum acara dimulai lantas mengajak korban kemari dan membunuhnya.

Melangkah ke crime scene, Watson mencium baik-baik bau lem tersebut. Apakah ini tipe lem kayu? Aica Aibon? Epoxy? Yang jelas lem ini kuat sekali. Matanya menatap lurus lukisan di dinding, melihat tepi-tepi lukisan yang retak. Juga tetesan di dekat bingkai menyerupai tetesan lilin.

Mendongak, tim forensik sedang membersihkan langit-langit TKP. Mereka hati-hati mengurus benang-benang yang tersangkut di antara lampu.

Watson menghela napas.

"Menggantuk?" celetuk Hellen dari tadi bersandar, memperhatikan Watson bolak-balik di TKP layaknya setrika berjalan. "Atau perlu kupanggilkan Aiden untuk memberimu pertanyaan sulit?"

Watson menggeleng. "Tidak perlu, tidak usah. Kasus ini sudah selesai."

Hellen terkesiap. "Sungguh? Secepat ini?"

"Yeah. Triknya sangat simpel." Watson membalas santai, ikut bersandar. "Yang kuperlukan sekarang adalah penjelasannya ... Ng?" Sherlock pemurung itu mengetuk dinding yang bergema. Dugaannya benar. Kamar ini tersambung dengan kamar sebelah.

"Berarti kamu juga sudah tahu dimana mayatnya?" Hellen bertanya.

Watson mengangguk.

"Pelakunya?"

Watson mengangguk skeptis.

"Lalu kenapa kamu masih diam? Dilema?"

"Ada sesuatu yang kurang."

BRAK!

Kaget? Siapa yang tidak kaget melihat seseorang menerobos masuk dengan menggebrak pintu. Menerobos police line dan tim forensik. Beruntung Deon langsung mencegat langkahnya sebelum mengacaukan TKP. Waduh, mereka barbar sekali.

"Siapa kamu? Apa kepentinganmu di sini?" tanya Deon tajam. Orang di depannya tidak beretika padahal tahu tempat ini sedang ditutup dan hanya pihak berwajib diperbolehkan masuk.

Aiden dan Jeremy bergabung dengan Watson bersama Hellen, menatap tiga remaja sekitar 16-an tahun tersebut. Tampak sebaya dengan mereka. Pakaian yang dikenakan terlihat acak-acakan, tak rapi. Rambutnya berantakan. Dia memakai seragam sekolah.

"Siapa aku katamu? Kamu tidak tahu aku?!" serunya malah membentak. Emosian sekali orang ini.

Masih bersabar karena lawan adalah remaja, Deon bertanya sekali lagi, "Siapa kamu?"

"Aku Taran! Detektif terkenal dari Distrik Uinate! Calon sih lebih tepatnya."

Watson menepuk dahi. Dipikir pasien rumah sakit jiwa, ternyata lebih parah lagi. Geleng-geleng kepala, Watson pun melangkah pergi keluar dari TKP. Ke tempat ruang saksi mata, menanyakan alibi.

"Lalu? Kenapa kamu datang kemari?"

"Kudengar klub detektif Madoka datang kemari untuk menyelidiki sebuah kasus. Makanya kami juga datang! Kami takkan kalah dari mereka!" Taran berseru lagi. "Izinkan kami ikut menyelidiki, Inspektur!"

"Kami?"

Taran menoleh ke pintu. "Hei, kenapa kalian diam di sana? Ayo masuk!"

Dua cewek masuk dengan malu-malu ke TKP. Yang satu berambut merah jambu muda, panjang bergelombang. Satu lagi pendek memakai bando. Mereka berdua memakai seragam yang sama dengan Taran.

"Perkenalkan anggota detektifku!" Taran menunjuk cewek berambut panjang. "Dia adalah Valentine Volvo. Ahlinya menganalisis barang-barang. Di sebelahnya Celeste Candy, jago menafsir waktu kematian. Dan aku ketuanya, Taran Taman. Jago berdeduksi."

Kalian pikir ini wahana mainan detektif-detektifan? Heran aku. Watson menepuk dahi, lagi.

Deon sama herannya dengan Watson. "Begini, anak muda, tempat ini bukan mainan. Ruang ini adalah ruang TKP. Seseorang terbunuh dan jasadnya belum ditemukan. Dan lagi klub detektif Madoka di sini karena sebuah kebetulan. Mungkin ini agak lancang, tetapi bisakah kalian pergi—"

"Trik kasus ini sangat sederhana!" sela Taran memotong perkataan Deon.

Langkah Watson terhenti, menoleh ke Taran, menatapnya tertarik. Oh? Apa dia tahu triknya? Deon saling tatap dengan rekannya.

"Ketika beban sisi kanan timbangan lebih berat maka beban sisi kiri terangkat, berlaku kebalikan." Taran tergesa-gesa ke crime scene, memasang sarung tangan karet. "Mula-mula pelaku membunuh korban di ujung sana, lalu menyeretnya ke sini."

Watson bersedekap tangan. Sepertinya kedatangan Taran memberi keuntungan.

"Pelaku meletakkan lukisan yang seluruh bingkainya sudah dilem," Taran menunjuk lukisan di dinding. "Bersama korban di atas papan dengan tabung silinder sebagai penyangganya. Lantas kotak kubus berat yang sudah dia sediakan, yang tergantung di antara lampu, jatuh menimpa belahan papan yang kosong. Tubuh korban pun terlempar ke dinding yang menjorok ke dalam. Kudengar hotel ini memiliki kamar yang saling terhubung dengan kamar sebelah. Lukisan itu pun menutupi jasad korban karena sudah diberi lem, mengunci korban di dalam dinding."

Ruang TKP senyap.

Watson ber-wah pelan. Dia menjelaskannya dengan singkat dan jelas. Tapi Taran melupakan satu hal.

"Lalu, apa teorimu tentang pintu TKP yang tertutup padahal saksi mata tidak menutupnya?" Hellen ikut bertanya. Pemandangan ini amat ganjil. Hellen dan Jeremy merasa tersaingi.

Nah, ini dia yang dia lupakan, batin Watson melipat tangan ke dada.

"Dan," gumam Aiden pelan tahu-tahu sudah berdiri di sebelah si sherlock pemurung. "Kamu takkan bertindak?"

"Aku tahu maksudmu, Aiden," kata Watson anteng. "Jangan khawatir. Aku sudah tahu jawabannya."

Aiden diam saja.

"Itu karena pintu kamar ini memang sudah tertutup sejak awal," celetuk Candy gemetaran. Merasa tertekan berhadapan para polisi dan detektif yang lagi terkenal. "Benang-benang yang menahan kotak kubus dengan berat 10 ton—jika aku tak keliru menebak—sudah dimodifikasi jatuh saat sekali saja pintu kamar terbuka. Karena hantaman dari kotak membentur lantai cukup keras, pintu pun terkatup dengan sendirinya saat saksi mata memanggil kalian semua."

Aiden menoleh kepada Watson yang berdiri dengan wajah datar. Mereka detektif hebat.

"Itu teori yang masuk akal, tetapi tidak ada bukti, Nak Taran, Nak Candy." Deon menggeleng tegas. "Tidak mungkin di balik lukisan terdapat jasad Tuan Mili. Ruangan ini milik pribadi Nyonya Sunni."

"Ayo kita buka lukisan itu jika Inspektur tidak percaya deduksiku."

"Jika yang kamu katakan itu benar, bingkai lukisan sudah dilem, berarti pelaku memakai lem yang kuat sampai bisa melekatkan lukisan itu dalam sekali dorongan. Lukisan tersebut akan rusak kalau dibuka paksa." Jeremy menceletuk, tidak mau diam saja.

"Ya sudah, tinggal pecahkan saja." Sial, Watson keceplosan. Alhasil semua pasang mata tertuju padanya. Mulut oh mulut.

Deon menghela napas gusar. "Tidak bisa, Watson. Ini adalah lukisan milik Nyonya Sunni. Kecuali beliau mengizinkan."

"Justru itulah yang beliau inginkan." Watson akan mengutuk diri setelah kasus ini selesai. Karena kelepasan, dia justru keterusan.

Watson melangkah ke tengah-tengah ruangan, mencomot obeng di kotak tim forensik. Semua oknum di ruangan TKP fokus menatap apa yang mau dilakukannya dengan benda itu.

Watson tersenyum miring. "Menghancurkan lukisan agar beliau bisa bebas, itulah wasiat Nyonya Sunni yang asli."

Dengan separuh tenaga, Watson melempar obeng tepat ke lukisan. Benda itu retak dan PRANG! Memuntahkan tubuh Tuan Mili.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top