File 0.5.7 - Already Destined
Watson masih ingat Nyonya Sunni memerintahkan semua staf untuk menyingkirkan jam-jam di hotel. Benda kecil itu mengingatkan trauma beliau.
Tetapi kenapa Lupin dan Hotear—yang notabenenya 'dekat' dengan klien justru memakai benda tersebut? Watson dan yang lain datang ke sana demi menolong Lupin. Hotear adalah wakil dari perusahaan Nyonya Sunni sendiri.
Dua jam dari pengguna yang berbeda. Satu di antara jam itu pasti ada yang asli. Sudah menjadi tugas Watson mencari tahu. Tapi yang dia takutkan, bagaimana jika ada jam lain di luar sepengetahuan?
Inilah musuh Watson. Pemikiran terbuka yang menjalar ke mana-mana. Bisa jadi ada yang tertinggal di kepala dan deduksinya pun goyah. Kepingan petunjuk yang mulai menyatu di kepala perlahan berantakan.
Watson merebahkan kepala ke leher kursi, menatap langit-langit aula hotel, hanyut dalam pikiran. Kadang jika buntu, Watson sering melakukan itu tanpa takut leher patah.
"Kalau tidak salah penyakit yang diderita almarhum ibu klien sumsum tulang belakang, kan, ya? Apa itu penyakit bawaan lahir?" gumam Watson memejamkan mata. "Keluarga yang malang."
Eh? Watson bangkit dari posisi absurd itu, tersentak kaget akan perkataan sendiri. Penyakit bawaan? Sebentar, itu berarti penyakit beliau turun-temurun?
Aiden menepuk bahunya. "Dan, kami menemukan sesuatu pada acara lelang lukisan," ucapnya to the point. Watson suka Aiden yang seperti ini—tiada basa-basi.
Watson beringsut ke tempat Aiden. "Apa?"
Aiden menyerahkan percakapan yang terekam oleh CCTV. Itu Mrs. Urdle dan Mr. Mili. Wajah mereka berdua terlihat serius.
"Apa yang mereka bicarakan?" tanya Watson yang disambut gelengan kepala Aiden.
"CCTV tak mampu merekam percakapan mereka, Dan. Sepertinya ini diambil sesudah acara lelang selesai." Aiden berkata lugas.
Watson mengambil inisiatif lain. "Stern, coba cari tentang lukisan itu."
Jeremy menatap Watson intens. "Apa maksudmu Nyonya Sunni?"
Watson menggeleng. "Lukisan yang dilelangkan," ulangnya lebih jelas. "Aku ingin tahu lebih detail maksud dari lukisan yang mereka rebutkan ini. Aku tak bisa menyimpulkan rekaman CCTV yang tidak bersuara," lanjut Watson setengah jengkel. Kasus ini memang menarik tapi seolah memilin otaknya. Simpel namun rumit.
Tak sengaja menoleh ke anak tangga, Watson mendapati Lupin dan Nyonya Sunni berbincang-bincang.
Di antara para tersangka, dialah yang paling mencurigakan, batin Watson mendesah. Menjadi seorang detektif memang tidak mudah. Watson harus pandai-pandai mengontrol emosi serta menenangkan pikiran. Jika satu tali lepas, maka tali-tali lain ikut menggar dan lepas.
Mereka berdua beranjak ke atas. Eh? Mau ke mana mereka? Bersama-sama begitu membuat Watson makin curiga!
Ingin rasanya mengejar dan menguping pembicaraan mereka, namun, Watson tidak bisa melakukannya. Watson sudah diajarkan oleh ibunya sejak kecil, dilarang mengganggu privasi orang kecuali jika diizinkan. Itu tidak baik. Biarkan saja Nyonya Sunni dan Lupin pergi. Itu urusan mereka.
"Ketemu, Wat." Hellen menemukan apa yang sherlock pemurung itu inginkan. Tanpa berpikir dua kali, Watson segera memutar tubuh. "Lukisan tersebut mengartikan seorang gadis biasa dikurung dalam rumah yang penuh dengan dosa-dosanya selama hidup. Dia selalu menatap laut berharap jika suatu saat warna terang biru bisa membebaskannya dari neraka."
Watson berpikir keras. Apakah ada makna tersirat dalam lukisan itu? Kenapa Lupin menekankan kata 'melindungi'?
Mari kita coba rakit secara pelan.
Nyonya Sunni membeli lukisan demi almarhum Sang Ibu. Beliau telat memberikannya dan... dan menyesal? Lukisan itu jelas menyindir orang yang mempunyai dosa besar yang belum termaafkan sampai dia sadar akan dosanya. Dia dikurung, dijauhkan dari laut biru nan cerah yang artinya 'kebebasan'. Apa yang dimaksud 'dosa besar' itu di sini? Apa Nyonya Sunni pernah melakukan perbuatan tercela yang menyakiti hati almarhum ibunya?
Ingatan di rumah sakit Hannze datang tak diundang. Prosedur terapi. Waktu itu Watson menebak pukul enam petang padahal dia melihat dengan jelas jadwal terapi itu jam tiga sampai pukul lima. Bagaimana jika dosa yang belum terlunasi itu adalah...?
Tujuan si pencuri yang sebenarnya bukanlah mencurinya. Melainkan...
"KYAAAA!!!!"
Jeremy berhenti mengunyah cemilan. Hellen menoleh ke arah tangga. Aiden berhenti memainkan laptop. Watson, yang terlarut dalam pikiran, membuka mata. Kembali ke ekspresi datar. Mereka bersitatap.
Sosok Mrs. Urdle tergesa-gesa menuruni anak tangga. Wajahnya pucat bukan main. Watson bisa melihat sorot khawatir terpancar di mimik muka beliau. Sudah dimulai rupanya.
"Ada apa?" Hotear pertama yang bertanya.
Watson bangkit dari kursi.
Mrs. Urdle menarik napas dalam-dalam. "A-ada yang terbunuh," cicitnya.
Terbunuh. Kata itu sukses membuat satu aula heboh laksana festival. Para bodyguard yang ditugaskan oleh Nyonya Sunni susah payah menenangkan tamu-tamu. Suasana berubah mencekam.
Watson tidak melepaskan pandangan dari Mrs. Urdle. Siapa yang tewas? Si pencuri itu bahkan belum datang.
"Mr. Mili di ruangan Nyonya Sunni."
Tanpa berpikir dua kali, Watson, Aiden, Hellen dan Jeremy segera meluncur ke kamar Nyonya Sunni. Menyusul Mrs. Urdle, Hotear serta pengawal-pengawal lainnya.
Sesampainya, pintu ruangan itu tertutup rapat. Mrs. Urdle mengernyit. "Kenapa pintunya tertutup? Aku ingat tidak menutupnya!"
Apa? Insting Watson bergerak lebih dulu. Dia mendobrak pintu tersebut secara paksa dengan bantuan para pengawal. Mereka masuk ke dalam tak sabaran.
Tidak ada! Kosong melompong! Tidak ada apa-apa. Di mana mayat itu?!
"Dan, lihat!" Aiden menunjuk.
Tepat di bawah dinding dengan lukisan Nyonya Sunni berjarak lima meter, tergenang bercak darah. Di sana juga terdapat sebuah kotak kubus dan... papan?
Watsom menunduk, merasakan suhu darah itu. "Masih hangat." Sudah begitu tempat ini penuh dengan bau lem kuat. Ah, Watson tidak bisa menciumnya lama-lama.
Jeremy mencoba mengangkat kotak kubus, melotot kesal. "Ini berat sekali!"
Nyonya Sunni bersama Lupin bergabung ke TKP, menutup mulut. "Apa yang terjadi di dalam sini?!" seru beliau panik, menoleh cepat pada siapa pun yang berada dekat dengannya. "Hei, cepat panggil polisi!"
Lupin menghampiri Watson. "Bagaimana?"
Watson berdiri. "Sepertinya baru beberapa menit yang lalu. Mayatnya pasti ada di suatu tempat... Ng?"
Lupin mengerjap demi melihat Watson yang menatapnya bingung. "Apa?"
"Kamu sudah ubanan?"
"Sungguh, At, ini bukan timing pas untuk bercanda!" sergah Lupin kesal.
"Lalu benda apa di kepalamu itu?" kata Watson ketus. Buat apa juga dia bercanda di TKP. Terlebih sherlock pemurung itu punya selera humor yang lumayan tinggi.
"Apaan?" Lupin mengibaskan rambut, terkesiap. Benda itu adalah benang yang berkilat karena silau lampu ruangan. Benang tersebut berjumlah banyak, terjuntai kusut ke bawah. "Apa-apaan ini?"
Watson menarik benang itu secara hati-hati agar tangannya tidak terluka. Asalnya dari lampu gantung di atas kepala. Sebentar, jadi kilau yang Watson lihat di ruangan ini tadi asalnya dari benang ini?
Benang itu tersaur ke kenop pintu kamar. Watson berhenti menggulungnya, menghela napas panjang. Kamu harus bersiap-siap, otak. Ada pekerjaan yang harus kamu selesaikan. Demikian batinnya.
Sepuluh menit kemudian, akhirnya polisi berdatangan ke TKP.
"Harap tinggalkan TKP jika tidak berkepentingan. Tutup semua area. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kumpulkan para saksi." Sialnya Watson mendengar suara yang tak asing di telinga. Ck, kesialan macam apa ini? Padahal Watson ingin menyelesaikannya dalam diam.
Deon tertegun melihat Watson berdiri di TKP. Dia perlahan melangkah ke tempat Watson, menatapnya yang diyakini bertampang datar.
"Sepertinya ini sudah takdir, Watson Dan."
Watson menatap tanda tanya.
"Untuk kamu dan aku bekerja sama," lanjutnya menyeringai tipis. Dia melewati Watson selangkah, menepuk bahu sherlock pemurung itu. "Mohon bantuannya, Detektif."
Terserah saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top