File 0.5.6 - In The Middle of Doubt

Watson keluar dari kamar mandi, mengeringkan rambut dengan handuk. Setelah setengah hari mondar-mandir di Kota Uinate, akhirnya dia dan yang lain kembali dengan berbagai banyak pertanyaan di kepala. Letih sudah badan ini.

Tetapi, Watson beruntung dia punya persiapan di kepala. Watson sudah menyiapkan amunisi dan siap menembak kapan saja.

Mengeluarkan sebutir obat anti-ngantuk, Watson menelannya bulat-bulat.

Lawannya hari ini ada dua orang; Si Pencuri Pemburuk Nama dan orang dalam. Watson tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya, tapi dia tidak boleh tidur di tengah-tengah kasus seperti dulu-dulu hari. Itu akan merepotkan Aiden, Hellen, dan Jeremy. Watson harus pandai-pandai menjaga kantuk agar tetap terjaga sampai kasus ini selesai.

Apa pun yang terjadi, Watson tidak boleh tidur hari ini. Tak boleh.

"Watson, kamu pasti bisa. Bukankah kamu sering begadang menyelesaikan kasus-kasus selama tinggal di New York? Kamu sudah berpengalaman. Kasus seperti ini bukan hal baru untukmu. Waktunya bernostalgia." Sherlock pemurung itu menyemangati diri.

Akan tetapi, takdir berkata lain.

Pada akhirnya Watson tepar dan tidur selama satu jam di kamar karena kelelahan. Dia takkan bangun dan ketinggalan pengamatan jika Aiden tidak masuk ke dalam dan membangunkannya. Payah ah.

"I wake, i wake." Watson bangkit dengan wajah khas bangun tidur. Kepalanya berat. Rasanya baru sebentar dia tidur.

Aiden geleng-geleng kepala, menatap Watson kasihan. "Ilermu tuh."

Watson menyapu mulut, mengucek kedua mata. Tatapan Aiden membuatnya semakin terlihat menyedihkan. Pandai ngomong doang.

"Sekarang jam berapa?" Watson bertanya.

"Jam tujuh. Orang-orang sudah berkumpul di lobi. Buruan bangun dan keluar gih. Dan harus di sana untuk melihat-lihat. Pencuri itu akan datang satu jam lagi. Tepat jam 8 malam."

Watson mengusap wajah yang bengong. "Aku tidur dua jam, ya?" Karena mereka kembali dari luar pukul lima sore. Tampaknya Watson harus pensiun dari dunia misteri.

Di luar pengetahuan Watson, Aiden tersenyum tipis. Tangannya menyembunyikan sesuatu. Dia memotret wajah tidur sherlock pemurung apatis itu.

Tanpa basa-basi lagi Watson segera mengganti pakaian. Dia harus memantau calon TKP sebelum semuanya terlambat. Mungkin saja pencuri awam itu sudah masuk dan menyamar jadi salah satu tamu.

"Lho? Di mana Lupin?" tanya Watson begitu sampai di lobi yang sudah penuh oleh kunjungan rekan Nyonya Sunni. Ck. Kenapa biang kerok dari semua kasus ini justru main sembunyi-sembunyi sih? Padahal Lupin selalu senang di TKP atau bau-bau calon TKP. Dia memang bukan detektif, tapi Lupin punya logika sendiri sejak bergaul dengan Watson.

Dia seperti bukan Lupin saja...

Deg! Watson tergelak membuat Hellen dan Jeremy menoleh kepadanya.Tiba-tiba tertawa sendiri. Apa Watson kesurupan?

"Tidak mungkin."

"Apanya yang tidak mungkin?" tanya mereka nyaris berbarengan.

"Ah, tidak. Cuman pemikiran konyol."

Ini menarik. Amat menarik!Buat aku puas, Pencuri Rendahan. Akan kubuat kamu malu karena berani berurusan denganku.

Nyonya Sunni membuka acara dengan beberapa kalimat pembuka. Lukisan miliknya sudah berdiri gagah di atas panggung, ditutup tirai. Sepertinya beliau akan memamerkan lukisan tersebut ke semua orang di sini sebelum masuk ke acara utama sebagai bentuk apresiasi.

Watson tidak terlalu mendengar kalimat-kalimat introduksi dan sorakan senang para tamu. Fokusnya jatuh pada keberadaan Lupin yang tidak ada di lobi. Ke mana dia? Menghilang dengan cepat.

"Aku harus mencarinya," gumam Watson segera menyisih dari kerumunan.

Watson menyuruh Jeremy dan Hellen tetap di sana untuk memantau orang-orang yang dirasa mencurigakan bersama Aiden.

Tak membutuhkan waktu lama untuk menemukan Lupin. Dia berada di ruang kamar Nyonya Sunni... Tunggu, apa? Kamar Nyonya Sunni? Sedang apa dia di sana?

Sangat sulit meluruskan pohon kasus yang satu ini. Maksud Watson, Lupin meminta bantuan klub detektif Madoka. Itu berarti dia sekarang adalah klien. Tetapi, dia justru membawa klien lain ke bagan kasus dan sekarang malah bertingkah mencurigakan.

"Lupin," panggil Watson. "Sedang apa kamu?"

"Menunggu." Lupin menjawab santai. Dia tidak peduli tatapan Watson yang curiga. Ini makin membingungkan.

"Menunggu apa?"

"Lukisannya."

Oh, benar. Begitu acara pembukaan selesai, Nyonya Sunni beserta para pengawal akan meletakkan lukisan itu di kamar tersebut.

"Kamu... jangan bilang kamu akan menjaga lukisannya?" Watson memicing. "Matrixcube, jika kamu terus bersikap aneh seperti ini, kamu bisa merusak kepercayaanku. Apa kamu bekerja sama dengan pencuri? Atau kamu punya tujuan lain? Lalu kenapa kamu meminta bantuanku? Jujurlah."

"Wat," Lupin justru membalas lain. "Tolong, lindungi lukisan itu. Aku tidak bisa melakukannya. Hanya kamu yang bisa. Itu permintaan terakhir Nyonya Sunni."

"Tunggu, apa? Kamu ini kenapa? Kamu membicarakan apa?"

Tiba-tiba Lupin memegang tangan Watson. "Aku mengandalkanmu, Teman."

"Tidak," Watson mengerjap bingung, tak sengaja melirik langit-langit kamar. Ada kilau aneh terlihat berjalin-jalin di antara lampu gantung dengan mainan terbuat dari beton, menampung suatu benda. Watson tidak bisa melihatnya karena gelap.

"Aku tidak mengerti, Matrix. Katakan dengan jelas tujuanmu supaya aku paham dan membantumu menyelesaikan—"

Belum habis kalimat Watson, pintu kamar terbuka. Masuk lima orang pengawal sambil mendorong lukisan. Tidak ada Nyonya Sunni. Beliau pasti sudah memasuki acara utama.

Watson menatap Lupin sekali lagi. Tidak ada ekpresi apa pun di wajahnya. Watson yakin sekali ada sesuatu yang diam-diam dia lakukan dengan menggunakannya. Tsk, sialan.

Lalu, apa maksud Lupin mengenai permintaan terakhir Nyonya Sunni? Melindungi lukisannya? Bukankah memang itu misi klub detektif Madoka sejak awal?

Watson kembali bergabung dengan Aiden dan yang lain. "Bagaimana?"

"Tidak ada yang mencurigakan sejauh ini kecuali satu orang." Hellen yang menjawab.

"Siapa?"

"Kami melihatnya..."

Watson menunggu.

"Tuan Herry Hotear memakai jam tangan. Kami melihatnya saat beliau bersalaman dengan tamu. Di sebelah Nyonya Sunni."

Hening. Watson bisa merasakan bulu kuduknya meremang saking heningnya padahal mereka berada di tengah-tengah acara ramai. Ah, kepala Watson mau pecah.

Bukankah dia wakil Nyonya Sunni sendiri? Kenapa dia malah...? Watson menelan ludah. Apa dia sengaja untuk membuat mereka bingung karena tahu bosnya memanggil bantuan pada detektif? Memangnya dia tahu mereka berempat siapa?

Tidak, dia pastilah dekat dengan Nyonya Sunni. Dia pasti tahu apa yang sudah ditimpa beliau atau paling tidak trauma yang dimiliki beliau. Kasus ini semakin menarik saja.

Asyik-asyiknya berdebat dalam Istana Pikiran, seseorang yang hendak turun ke bawah tak sengaja menyenggol bahu Watson. Karena sherlock pemurung itu berdiri di anak tangga, dia pun oleng ingin jatuh ke lantai.

"DAN!" Aiden berseru tertahan.

Tep! Seseorang menahan punggung Watson dari bawah, membantunya menegakkan tubuh.

"N-nyonya Sunni?" Watson bergumam kikuk. Dari mana dia datang? Tidak. Watson yang bodoh tidak menyadari kehadirannya.

"Kamu tidak apa-apa, Nak?"

Watson mengangguk ragu.

Yang menabrak Watson barusan adalah Mrs. Urdle. Beliau meminta maaf sebesar-besarnya karena benar-benar tidak sengaja. Dia tergesa-gesa ke bawah mengambil tas yang tertinggal.

Aiden menghampiri Watson. "Tidak apa?"

"I-iya..." Watson tak melepas sedetik pun pandangan dari punggung Nyonya Sunni, menatap tak percaya.

Barusan, dia yang salah lihat atau memang tangan kanan wanita itu bengkak?









Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top