File 0.5.5 - Looking For Information

<11 jam sebelum insiden terjadi>

Watson menatap lekat-lekat lukisan milik Nyonya Sunni. Seorang gadis memandangi laut di rumah tanpa ada yang menemani.

Maksudnya apa ya kira-kira? Entah bagaimana nasibmu, kebebasanmu ada pada tanganmu sendiri. Begitu? Lalu kenapa si gadis tampak merana?

"Apa yang membuatnya tidak bisa keluar untuk melihat laut?" gumam Watson tanpa sadar. "Kenapa bagian rumah diberi warna gelap sementara di luar terang?"

"Karena masih ada dosa yang belum dia tebus," celetuk seseorang tak ada angin tak ada hujan sudah berdiri di belakang Watson. "Maka dia mengurung diri di rumah sampai dosanya terbayarkan."

"Nyonya Sunni?"

Beliau tersenyum hangat. "Pagi, detektif manis. Sampai seserius itu, apa kamu menemukan sesuatu di balik pesan tersirat lukisan ini?"

"Bukankah Anda sudah menjawabnya?" balas si sherlock pemurung ogah-ogahan.

Beliau hanya terkekeh.

Watson larut dalam pikiran. Ada yang aneh dengan wanita ini. Aku tidak tahu apa yang dia sembunyikan, apa yang dia rencanakan, tetapi kenapa aku tidak merasakan aura jahat darinya? Dia amat mencurigakan. Demikian isi pikirannya.

Sepertinya Watson perlu menggali informasi sedalam mungkin supaya dia bisa tahu tujuan asli wanita di sebelahnya itu.

"Dan!" Aiden memanggil. Pagi ini dia tidak memakai apa pun di kepala. Mungkin dia tidak membawa serap mainan rambut. "Kami berencana pergi ke luar. Sekalian melihat-lihat distrik ini. Apa kamu ikut?"

"Tumben?" Watson menunjuk rambutnya. Rasanya aneh jika Aiden tidak memakai 'sesuatu' di kepala. Kesannya beda 'gitu.

"Ya karena itulah aku mau pergi membeli bando di luar. Ikut tidak?"

Boleh juga. Daripada menunggu lumutan di sana. Lagi pula masih ada setengah hari lagi acara dimulai. Watson harus refresing dan bersiap akan malam nanti. Lalu dia ingin memastikan sesuatu tanpa sepengetahuan orang-orang hotel.

"Aku ikut."

*

Toko Emondo.

Watson menarik lengan Hellen sebelum melesat masuk ke dalam mengikuti Aiden dan Jeremy. Sedikit humor melihat Jeremy masuk ke toko khusus anak perempuan.

"Ada apa?" Hellen bertanya.

Watson cengegesan dalam tampang datar. "Seperti biasa. Aku butuh bantuanmu. Ini soal informasi Nyonya Sunni. Kamu tahu, kan, aku tak mungkin menyelidiki di hotel." Watson berkata hati-hati sambil melihat sekeliling. Mana tahu ada yang mengikuti.

Hellen menghela napas kasar, memegang tangan Watson. Sherlock pemurung itu menatap tanda tanya. "Aku sudah tahu tabiatmu. Kamu telat mengetahuinya. Ada telinga di mana-mana."

"Eh?" Hellen menarik Watson masuk ke dalam toko. Aiden dan Jeremy ternyata sudah menunggu, bersedekap kesal.

"Kalian...?"

Jeremy menggaruk kepala. "Watson, aku tahu kamu ini tipikal hati-hati dalam melakukan sesuatu. Tapi jangan sendiri-sendiri dong. Bagaimana kalau penjahatnya kuat dan kamu terluka? Parahnya diculik dan dijadikan tawanan?"

Siapa yang mau menculik cowok? Child Lover mungkin. Hiy, menjijikkan.

"Aku sudah berbicara dengan pemiliknya. Kita boleh menggunakan bilik toko. Kita bisa menelusuri apa yang kita butuhkan." Aiden menceletuk, menunjuk sebuah kamar ruang ganti yang terletak di sudut toko.

Mereka beranjak pergi ke sana. Di ruang kecil itu tersedia meja kecil. Aiden mengeluarkan perkakas di dalam tasnya berupa ponsel, tablet android, dan laptop.

"Tunggu," Watson mengerjap bingung. "Jadi kamu sudah bersiap-siap sebelum pergi keluar?"

Aiden mengangguk. "Dulu sebelum kamu datang, kami sudah seperti ini juga kok. Jauh lebih sigap ketimbang seseorang yang polos," katanya menyeringai.

Ctik! Tanda jengkel muncul di kening Watson. Kesal. Aiden menyindirnya?

"Jadi, siapa yang harus kita selidiki lebih dulu?" Jeremy membuka suara.

"Stern, coba cari daftar pengusaha yang ikut ke pelelangan." Watson memberi arahan. "Bari cari tentang keluarganya. Kita butuh informasi lengkap agar siap senjata untuk nanti malam."

Hellen mengangguk. Jemarinya menari cantik di papan keyboard.

"Aku apa, Dan?" sahut Aiden tak terima tak dikasih tugas. Dasar tak sabaran.

"Aiden coba cari riwayat kesehatan Ibunya Nyonya Sunni," kata Watson menghela napas jengah. "Kudengar beliau punya penyakit dan meninggal sebelum Nyonya Sunni memberikan lukisan itu. Pasti ada sesuatu di sana."

"Ayey, kapten!"

Dia benar-benar kayak bocah TK. Kenapa Watson bisa terlibat dengan mereka sampai sejauh ini? Alur cerita yang klise.

"Ketemu!" Hellen mengetuk enter. "Tapi ada ratusan yang ikut partisipasi."

"Lakukan eliminasi." Watson berkata cepat.

"Caranya?"

"Ambil lima pelelang dari tertinggi sampai terendah yang menantang tawaran Nyonya Sunni."

Aiden, Hellen, dan Jeremy saling tatap.

"Apa?" Watson mengernyit.

"Kamu terlihat profesional. Responmu sangat alami dan tangkas."

"Jangan buang-buang waktu."

"Hanya ada tiga orang." Hellen membaca paragraf di layar laptop dengan serius. "Mili Niozu dari perusahaan Gilletto. Beliau menawar 500 dolar. Kedua Mrs. Urdle Priner dari industri properti melakukan penawaran 650 dolar. Terakhir Herry Hotear wakil CEO perusahaan Nyonya Sunni dengan tawaran 400 dolar. Sisanya menawar di bawah angka nominal.

Kenapa kaki tangan Nyonya Sunni bisa menawar setinggi itu? Jika dia kaya, dia tidak mungkin bekerja sebagai wakil beliau, kan? Dengan kekuasaannya, dia mampu mendirikan perusahaan kecil.

"Hmm. Tidak ada masalah pada keluarga beliau, Wat." Giliran Jeremy memberitahu hasil pencariannya. "Beliau masih wanita muda tanpa anak dan suami, single woman. Sepertinya Nyonya Sunni terlalu sibuk akan pekerjaan dan Ibunya. Tapi di sini dikatakan beliau dekat dengan Mrs. Urdle. Bahkan ada foto mereka berdua."

"Stern."

"Aku mengerti."

Aiden menopang dagu. "Ini mencurigakan."

Kepala Watson berputar ke arah Aiden. "Kamu menemukan sesuatu?"

"Ya. Begitu Ibu beliau meninggal, Nyonya Sunni dinyatakan menghilang tanpa kabar selama 3 hari. Beliau tidak datang ke rumah atau ke kantornya. Ini membuat bawahannya khawatir, menduga Nyonya Sunni melakukan percobaan bunuh diri."

"Kapan dia kembali?"

"Hari ke-5 setelah kematian mendiang Ibunya." Aiden memeriksa.

"Tidak. Maksudku tanggal berapa."

"12 Juni."

Jeremy dan Hellen berhenti melakukan aktivitas demi mendengar yang satu itu.

Watson mengelus dagu. Hari itu adalah hari terakhir kasus Via dan kedatangan Lupin. Apa dia ada sangkut pautnya dengan Nyonya Sunni?

"Aku menemukannya, Wat." Hellen berseru. "Mrs. Urdle menerima pinjaman uang sebesar 50 dolar dari Nyonya Sunni untuk renovasi rumah. Dia amat berterima kasih dan mengganti uang tersebut bertepatan dengan meninggalnya mendiang ibu beliau."

Sial. Tidak ada yang mendekati. Watson harus mempersempit observasi. "Aiden. Coba cari rumah sakit mana mendiang ibu beliau dirawat. Dan bagaimana hasil riwayat hidupnya."

"Mendiang Ibu beliau menderita sumsum tulang belakang. Selama melakukan pemeriksaan dan terapi, dia dirawat di Rumah Sakit Hanze."

Watson bangkit dari kursi tanpa peringatan. Itu membuat mereka bertiga menatap bingung. "Kenapa?"

"Kita harus ke sana."

"Ke mana?"

"Masih bertanya? Tentu saja ke Rumah Sakit Hanze."

*

Sial. Watson terlalu terburu-buru. Tak disangka pergi ke sana memakan waktu enam jam. Padahal Watson sudah memperhitungkan tiap jam ke depan. Mereka harus sampai ke Hotel Hondlon pukul tujuh malam tepat. Tidak boleh sampai terlambat.

"Rekaman CCTV tanggal 7 Juni pada kamar mendiang Ibu Nyonya Sunni." Hellen berkata cepat pada bagian administrasi.

Jika beliau menghilang setelah kematian Sang Ibunda, berarti ada dua dugaan. Dia menemui Mrs. Urdle membahas tentang pengembalian uang pinjaman atau memang menyembunyikan diri untuk menenangkan mental yang terguncang. Mrs. Urdle mengembalikan uang pinjaman itu tepat pada kematian mendiang Ibunya, kan? Maka Watson yakin dia mencari timing yang pas untuk mengembalikannya.

Tunggu. Bukankah hubungan mereka berdua cukup akrab? Nyonya Sunni bisa dong menunggu dan tidak harus menerima uang itu di hari duka? Astaga. Pikiran Watson mulai tumpang tindih.

"Dan! Ke sini!" Suara Aiden mengaburkan lamunan Watson. Dia menarik tangannya untuk mendekat.

"Ada apa?"

"Dia meminta jam."

"Jam apa?"

"Jam rekaman CCTV. Kita tidak mungkin menonton keseluruhannya."

Manik Watson bermain ke sekitar, melirik papan spanduk di dekat pintu sebuah ruangan. JADWAL TERAPI BERSAMA DOKTER XXX (untuk penyakit tulang 07.00-10.00, untuk penyakit bawaan pukul 15.00-17.00). Bergumam pelan.

"Jam 6 sore." Watson berkata tak yakin, mengikuti insting.

Mereka berempat memelototi layar komputer, tersentak. Mereka bisa melihat sosok Nyonya Sunni tersenyum pasrah sambil menangis begitu mengetahui ibunya tewas. Tilam pasien didorong keluar, menuju kamar mayat.

"Stop, Kak!" Hellen berseru.

"Lho? Dia siapa?" Jeremy menunjuk pria misterius yang terekam kamera. "Apa dia cuman penjenguk?"

Video kembali berputar. Pria aneh itu masuk ke kamar Nyonya Sunni.

"Dia bukan penjenguk."

Nyonya Sunni menyusul ke dalam sepuluh menit kemudian. Dan tidak ada lagi yang keluar selama bermenit-menit.

"Bisa percepat?"

Kosong. Mereka berdua membisu di dalam kamar pasien berjam-jam lamanya.

"Apa yang terjadi sih?" Aiden, Hellen, dan Jeremy greget. Mereka menoleh ke belakang. "Bagaimana menurutmu, Wat?"

"Daripada memikirkan klien kita, aku lebih fokus pada pria berjaket hitam itu. Tidakkah karakteristiknya terlihat familiar? Itu lho, nenek-nenek pencuri semalam."





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top