File 0.5.3 - Everything is Suspicious
Watson sama sekali tidak kuat seperti anak laki-laki yang lain. Tidak berdaya dan paling payah di olahraga. Sejak kecil dia selalu menghindari kekerasan atau sesuatu yang bisa membahayakannya.
Tapi anehnya, kenapa Watson bisa jatuh cinta ke dunia yang penuh dengan semua bahaya itu? Mengherankan.
Watson sama sekali tidak pandai membela diri, lebih memilih memikirkan penyelesaiannya dengan otak daripada menggunakan otot. Sejak kecil dia hanya menyukai dunia misteri, musik, dan dongeng. Tidak tertarik dengan hal-hal yang disukai 'lelaki' umumnya.
Dengan kata lain, Watson sama sekali tak ada istimewanya. Dia hanya murid bayangan yang bisa ditemukan di pojok kelas atau di sudut-sudut tempat sepi.
Lalu kenapa mereka peduli padanya? Kenapa banyak orang yang memperhatikannya? Melindungi dan membahayakan diri hanya demi Watson?
"Karena itu adalah Dan, aku mau melakukannya."
"Because it's Watson, i want to do it."
Padahal, kan, masih banyak anak laki-laki lain yang mungkin lebih hebat dari Watson. Bukan hanya dia sendiri.
Hei, katakan. Kenapa kalian peduli padaku? Kenapa harus aku yang kalian pedulikan?
Apa karena Watson pintar? Dia bisa tahu apa yang tidak diketahui oleh orang? Jangan bercanda. Ini adalah kutukan bagi Watson. Dia kehilangan senyumnya karena bakat sialan itu.
Watson bangun dari kasur, menatap hampa sekeliling. Sepertinya dia berada di kamar hotel, dan ini sudah pukul sembilan malam menurut jam ponsel. Narkolepsi yang tak terkontrol membuat Watson kesal.
Ingatannya masih jelas. Lupin sialan, berani sekali dia membawanya ke tempat itu. Watson takkan mengampuninya. Dia harus mengisi tenaga untuk menghajar tengik yang satu itu.
"Dan, kamu sudah bangun?" Aiden masuk ke dalam kamar dengan membawa semangkok sup. "Bagaimana perasaanmu?"
Watson menjawab datar, "Di mana Lupin?"
Tubuh Aiden tegang sejenak, dua detik kemudian dia tersenyum sambil mengetuk kepala. "Sudah kuhajar kok! Dan tidak usah khawatir. Mungkin dia butuh perawatan sekarang, tee he."
Si Aiden kebiasaan mengambil jatah orang. Jelas-jelas itu adalah urusan pribadi. Kenapa dia ikut campur sih? Lalu dia beneran menghajar si Lupin? Bohong pasti.
Benar Aiden bohong.
Pintu kamar diketuk. Lupin masuk ke dalam bersama seorang wanita paruh baya berwajah blasteran.
"Beliau adalah Nyonya Sunni dari perusahaan Neazen. Dialah klien kita, At," ucapnya memperkenalkan wanita tersebut.
"Klien?" ulang Watson mengernyit. Aiden menyimak. Bukannya Lupin klien mereka untuk saat ini?
"Beliau memenangi lukisan hasil lelang dengan tawaran paling tinggi, satu juta dolar. Itulah yang sedang diincar Lupin palsu." Lupin menjelaskan singkat.
Watson cengo. Aiden terbelalak. Satu juta dolar?! Gila! Itu mahal sekali!
Sunni menyuruh anak buahnya masuk sambil mendorong kereta berisi lukisan yang sedang dibicarakan. Itu adalah lukisan pemandangan. Seorang gadis memandangi laut dari rumah. Sendirian.
Watson memandangi Nyonya Sunni lekat-lekat. Tinggi 174, berat mungkin sekitar 53. Pakaiannya mewah dan itu buatan luar negeri. Dia belum pernah melihat produk itu. Pekerjaannya mungkin kantoran melihat kulitnya putih mulus. Bibir lembap menandakan dia hanya memakai lip bam. Sepatu high-heel merah juga barang impor. Sepertinya dia tidak terbiasa memakai hak tinggi. Kakinya kesakitan tuh. Dan matanya... Terasa tak asing. Di mana Watson pernah melihat mata Tosca ini? Apa sebelum ke Moufrobi?
"Lukisan ini," Nyonya Sunni berkata pelan. Watson berhenti mengomel tak jelas, beralih menoleh kepada beliau. Tatapannya sendu. Diusapnya pinggir lukisan. "Aku membelinya untuk ibuku yang kritis. Aku rela memakai semua tabunganku demi memenanginya. Tapi..." Mata beliau berkaca-kaca. "Sayang sekali, aku terlambat memberikan lukisan ini."
Apa-apaan? Watson tergemap. Beda dengan Aiden yang bersimpati pada beliau. Cewek ini terlalu mudah percaya.
Lupin mengambil alih percakapan. "Jadi, At, tugas kita adalah menjaga lukisan ini dari si Lupin. Tidak hanya dia, tetapi juga dari orang dalam."
"Orang dalam?"
Lupin mengangguk. "Besok malam akan datang semua rekan-rekan Nyonya Sunni dari kantor pusat termasuk cabang-cabang perusahaan Neazen ke hotel ini. Di antara mereka ada yang mengikuti pelelangan dan kalah tawaran dari beliau. Aku berspekulasi mereka hendak mencuri lukisan ini.
Watson mengerti kenapa Lupin berpikir demikian. Lukisan itu amat brilian. Pelukisnya menyiratkan pesan tersembunyi pada setiap orang yang memandangi gambar tersebut. Seorang gadis yang memiliki kehidupan rumit ingin merasakan kebebasan seperti laut. Watson bisa membaca arti lukisan tersebut.
"Nyonya Sunni akan mengadakan Lelang Amal," celetuk Lupin membaca air muka Watson. "Beliau melakukan rapat bersama anggota perusahaannya di hotel ini. Jangan khawatir masalah biaya. Beliau lah yang akan membayar semua tagihan."
Watson ber-oh singkat. Tak tertarik.
Tanda jengkel tercetak di kening Lupin. "Hanya oh gitu? Tak ada hal lain?"
"Ah, ada," Watson pura-pura menatap dinding. "Aku mau mandi. Kalian menganggu. Keluarlah. Kamu juga, Aiden."
"Dih, ngusir."
"Kalau begitu kami tinggal dulu." Lupin serta Nyonya Sunni beranjak pergi dari kamar. Disusul Aiden. Watson berdecak.
Kenapa tidak ada satu pun jam di sini?
*
Hotel Hondlon, pukul sepuluh malam.
"Ramai." Watson menceletuk. Banyak pria-pria berseragam menghias aula hotel yang telah disewa oleh Nyona Sunni. Dimulai dari meja-kursi, perkakas untuk macam-macam kue, lampu gantung mewah, dan sebagainya.
"Bagaimana keadaanmu?" Hellen bertanya.
"Sudah segar setelah mandi." Watson menjawab apa adanya. Mandi memang obat paling mujarab di dunia. Watson sudah melupakan masalahnya hari ini, menguburnya bersama busa sabun.
Jeremy mendekat ke Watson, berbisik, "Aku sudah memeriksa tempat ini. Tidak hanya aula, aku juga pergi melihat tiap kamar di hotel. Sudah kuduga ada yang aneh. Tidak ada jam di mana-mana."
"Oh." Watson bergumam datar.
Watson punya dua dugaan. Pertama, sudah menjadi peraturan hotel tidak memasang alat guna mengetahui waktu. Kedua, karena hotel ini sudah disewa oleh Nyonya Sunni selama tiga hari, bisa saja beliau menyuruh semua pekerja hotel mencopot jam-jam sebab beliau anti atau memang ada alasan untuk beliau melakukannya.
Yang mana yang benar?
Tidak, tidak. Watson tidak boleh berprasangka buruk karena dua wacana dasar. Lagian semuanya masih gelap, belum terlihat. Dia harus menunggu sampai masalahnya terlihat. Ya, benar. Menunggu.
"Lagi lihat apa? Wajahmu serius begitu—grep!" Lupin baru bergabung bersama klub detektif Madoka. Kalimatnya terputus karena Watson menariknya ke belakang. "Apa sih tarik-tarik! Kamu homo, ya?!"
"Aku butuh penjelasan detail tentang si Nyonya Sunni itu. Jelaskan."
Lupin mengernyit. "Bukankah beliau sudah memberitahumu secara singkat tadi? Otakmu sudah mulai turun, ya? Kasihan."
Watson menatap datar. "Ya sudah. Aku kembali ke Moufrobi."
"Eits!" Lupin menahan tangannya. "Aku mengerti. Akan kujelaskan."
"Jangan bertele-tele. Ceritakan saja cepat." Watson melipat tangan ke dada.
Lupin mengembuskan napas panjang. Dia menatap Nyonya Sunni yang berbincang-bincang dengan resepsionis pria. "Seperti yang kita tahu, Ibu beliau meninggal sebelum beliau sempat mengabulkan permintaan terakhirnya. Ibu beliau menderita sumsum tulang belakang dan tidak bisa diobati."
Tentu saja. Itu penyakit yang berpotensi kematian. Tak peduli sehebat apa pun dokter yang bertanggung jawab.
"Meskipun begitu, beliau tetap membelikan lukisan tersebut dan menyimpannya di kamar. Nyonya Sunni menyingkirkan semua jam karena trauma tidak dapat melihat Ibunya untuk terakhir kali," lanjut Lupin. "Saat itu dia tidak melihat jam dikarenakan sibuk bekerja."
Oh, jadi itu penyebabnya toh. Watson tak bisa menyangkal karena dia sendiri punya trauma terhadap taman bermain.
"Oleh karena itu semua jam di hotel ini diminta untuk dilepaskan. Tentu itu berlaku pada para tamu undangan. Kita juga. Jadi, pahami ya jika tidak ada jam di kamar. Kamu kan bisa melihat waktu di ponsel.
"Beliau ingin melindungi lukisan ini. Beliau merasa tak aman meninggalkannya di rumah karena Lupin palsu terobsesi dengan barang-barang lelang. Makanya beliau membawanya ke sini." Lupin menghela napas panjang. "Kuharap kamu bisa menyelesaikan ini, At. Seperti biasa. Aku mengandalkanmu."
Lupin berlalu pergi.
"Masalahnya..." Watson membuka mulut. Tangannya mengeluarkan sesuatu dari saku celana. Itu adalah jam tangan milik Lupin. Si pemilik tak sadar Watson mengambilnya.
"Kamu berbohong padaku, Matrixcube." Watson menatap punggung Lupin yang menjauh dengan tatapan serius.
Ini sepertinya akan menarik.
>22 jam sebelum insiden<
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top