File 0.5.1 - I'm Out of This Club
"Eh? Apa kamu serius?"
Watson menganggukkan kepala. "Saya rasa saya tidak cocok dengan kegiatan klub itu. Makanya saya mengundurkan diri."
Guru yang mengurus perdataan klub-klub di Madoka bernama Amberly Radnawen. Beliau lah penanggung jawab atas segala kegiatan klub di sekolah tersebut. Garis mukanya lurus. Hidung mancung. Rambut cokelat ikal. Papan namanya berkilau disinari cahaya mentari.
Miss Amberly menopang dagu, menatap tajam wajah datar Watson. "Kamu baru mengikuti klub detektif selama satu bulan. Kamu tahu, kan, bahwa sekarang tidak ada klub lain yang membuka slot anggota baru? Apa yang akan kamu lakukan terhadap nilai ekstramu?"
"Saya akan mengurus hal itu dengan cara saya sendiri, Miss. Saya merasa saya hanya merepotkan seisi klub itu, tidak banyak membantu. Saya tidak ingin menjadi parasit di dalam tim. Harap Miss menyetujui surat undur diri ini."
Watson sudah membulatkan tekadnya untuk keluar dari klub detektif Madoka. Dia tidak bisa lagi di sana.
"Miss tidak punya masalah soal itu. Tetapi, apa kamu sudah meminta persetujuan dari sekretaris klub? Miss tidak menerima surat pengunduran sepihak."
Orang ini tahu, ya, aku memutuskan tanpa berdiskusi? Padahal aku sudah mencoba yang kubisa. Kalau minta izin, mana mau si Aiden menyetujuinya. Percuma aku datang pagi. Watson mendengus masam. Sia-sia memasang alarm subuh. Dia rela bangun pagi supaya masalah ini selesai. Lihatlah, kedua mata Watson menghitam laksana kantung mata panda. Kurang tidur.
"Tapi jika kamu punya alasan pribadi, Miss bisa memberi alternatif lain." Sederet kalimat itu membuat Watson mengerjap. "Biar kutanya sekali lagi, apa kamu yakin keluar dari klub ini?"
Selamat tinggal, kalian bertiga. Semoga beruntung tanpaku. Watson menganggukkan kepala yakin. "Aku keluar dari klub ini—"
"Siapa yang memperbolehkanmu keluar?"
Celaka, Watson terlambat. Rencana dia harus berhasil mengambil hati Miss Amberly untuk menerima surat pengundurannya dari Klub Detektif, jadi dia tidak akan berurusan dengan Aiden.
Aiden, rambutnya disanggul membentuk donat kiri-kanan lalu mengenakan pita kupu-kupu biru polos tak bermotif modelan space buns, menatap Watson sambil bersedekap. Alisnya bertaut.
Dia tidak datang sendiri. Ada Hellen dan Jeremy berdiri di belakang.
Aiden melangkah ke meja Miss Amberly, mengambil surat pengunduran Watson. "Maaf, Miss, saya akan mengambil surat tak valid ini. Seorang anggota klub tidak diizinkan keluar tanpa persetujuan sekretaris klub. Bukankah itu peraturannya? Lagi pula Dan amat membantu kegiatan klub. Miss menyaksikannya sendiri, kan, bahwa Departemen Penahanan memberi perlindungan ke Klub Detektif Madoka."
"Tentu saja Miss melihatnya. Mereka para wartawan seperti air bah mewawancarai kalian. Siapa yang tidak tahu aksi mencolok itu?" Beliau terkekeh teduh.
Gadis itu mengambil alih dengan cepat. Watson stuck di pojokan, tidak bisa berkata. Seolah kemampuan berbicaranya mendadak menghilang.
Mereka berempat keluar dari ruang Miss Amberly. Watson berdecak sebal rencananya digagalkan. Kenapa dia tidak beruntung pagi ini? Apa karena niatnya jelek? Watson hanya ingin keluar!
"Suratmu ini ...." Aiden pertama membuka suara, menatap Watson datar. "Tidak akan kuizinkan," lanjutnya merobek kertas itu dan membuangnya ke tong sampah.
"Aku minta maaf karena melibatkan perasaan pribadi ke pekerjaan, namun tidak. Kita punya musuh besar saat ini, Child Lover. Para orangtua di Moufrobi membutuhkan bantuan kita untuk menemukan anak mereka yang menghilang. Kamu tidak bisa keluar sebelum kasus ini selesai."
"Permintaan egois apa itu?"
"Paling tidak bantu kami sampai masalah Child Lover," kata Aiden melangkah pelan menuju Watson. "Selanjutnya kuserahkan padamu. Apa kamu mau menetap di klub atau tidak. Kamu bebas memilih dan aku takkan memaksa lagi. Mau, ya?"
Belum sempat Watson menjawab, seorang remaja lelaki berambut merah menyala merangkul Watson dari belakang, berseru riang, "Tentu Watson akan membantu kalian! Anak ini sangat jago dalam misteri lho! Cuman dia sedikit pendiam dan pemalu. Lihat, senyum saja tidak bisa."
Kesal, Watson melepaskan rangkulan Lupin. Sementara Aiden dan yang lain menatap bingung. Siapa laki-laki merah ini? Kenapa dia terlihat akrab dengan Watson?
"Kenapa kamu masih di sini? Tugasmu sudah selesai. Pergi sana."
Lupin terkekeh. "Jangan dingin begitu. Kita kan sudah lama tak bertemu. Masa sih kamu kejam sama sahabat sendiri."
"Tsk.
Hellen menyeletuk, "Kamu siapa?"
"Aku?" Lupin mengibas rambut, memancarkan karismanya. "Namaku Lupin Matrixcube. Aku teman detektif-nya Watson selama di New York."
Aiden, Hellen dan Jeremy tampak tertarik. Teman detektif? Mungkinkah...?
"Tepat sekali." Lupin mengangguk-angguk senang. "Kami dulu juga sama seperti kalian, mempunyai klub detektif sendiri. Tapi tidak di sekolah melainkan langsung di bawah pengawasan polisi. Tahu tidak, Watson dulu amat antusias jika mendapat kasus baru. Anak-anak seharusnya senang diajak bermain atau diberi permen dan mainan. Ini tidak, senang diberi asupan kasus. Anak yang aneh."
Ctik! Wajah datar Watson berubah sebal. Bisa-bisanya Lupin mengarang cerita. "Apa sebenarnya maumu?"
"Eh?" Lupin menoleh.
"Kamu ada maunya, kan? Setelah kupikir-pikir kembali, tidak mungkin Lupin seorang penipu ulung mau membantuku tanpa jual mahal. Katakan. Anggap saja aku lagi balas budi karena membantuku kemarin." Watson bersedekap.
"Penipu ulung? Kasar sekali. Aku dengar ada kontes sulap di kota ini. Makanya aku datang mumpung kau juga pindah kemari."
"Ah! Aku juga tahu acara sulap itu!" Jeremy berseru, mengetuk telapak tangan. "Katanya mereka mengundang tamu spesial. Jangan bilang tamu itu adalah kamu?"
Lupin berdeham menyebalkan. "Sesuai perkataanmu, Wahai Engkau yang Berotot, aku pesulap ternama ini datang ke Moufrobi—"
"Apa-apaan kalimatmu yang eksesif itu?" sanggah Watson ketus. "Kamu pikir aku percaya?"
"Tapi aku bersungguh-sungguh! Temanmu saja tahu mengenai acara sulap itu!"
"Yeah, selain itu kamu masih punya keluhan. Apa aku salah?"
Lupin tersenyum malu-malu. "Kamu cepat tanggap, At. Itulah yang kusuka darimu," ucapnya mencolek bahu Watson.
"Kalau begitu kenapa kita tidak ke klub saja?" usul Aiden setelah diam menyimak dari tadi.
"Kamu tidak akan mengakuinya sebagai klien, kan?" Watson mendesah kecewa melihat Aiden mengangguk.
"Orang-orang yang punya masalah dan datang ke kita, maka mereka adalah klien."
*
"Hebat sekali! Ruangan ini mirip dengan kantor penyelidikan resmi!" seru Lupin menggebu-gebu, toleh kiri-kanan, loncat sana-sini. Kagum.
"Jangan buang-buang waktu. Katakan." Watson dongkol melihat Lupin malah heboh sendiri, melupakan tujuannya.
"Kamu ini dari dulu bawaannya serius mulu. Tidak asyik." Lupin akhirnya duduk, menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya perlahan. "Sebenarnya aku dituduh mencuri—"
"Yak! Aku tidak terima kasus ini," potong Watson datar bahkan sebelum Lupin menyempurnakan kalimatnya. "Aku ke kantin dulu."
Lupin mendahului langkah Watson, berdiri di depan sambil merentangkan tangan. Lima menit kemudian, Lupin pun memelas. Mengangkat jari telunjuk. "Tolong, kumohon. Satu kali saja. Aku akan melakukan semua perintahmu."
"Ti-da-k," kata Watson tegas. "Kamu yang paling tahu aku tidak suka kasus pencurian. Tidak, lebih tepatnya, aku PALING benci kasus mencuri. Aku akan menolong jika itu kasus pembunuhan, tapi mencuri? Lupakan saja."
Lupin merengek. "Terus aku harus bagaimana? Dia memakai namaku, beraksi dengan namaku, apa-apa dengan namaku. Ini perusakan nama orang. Kalau terus begini, aku bisa dipenjara!"
"Kamu kan bisa bilang itu bukan dirimu. Kenapa repot?"
"Sudah, Watson," Lupin mendesah singkat. "Bahkan mereka sudah memeriksa sidik jariku, DNA, dan lain-lain berkali-kali. Tetap saja hasilnya sama!"
"Itu berarti memang kamu pencurinya."
Lupin mendelik. "Apa?! Enak saja! Kamu tidak mempercayai temanmu yang tampan tiada tanding ini? Wow, betapa kejamnya kamu, At. Hiks! Aku akan mengadu pada Lena bilang Watson sudah berubah karena dapat teman baru!"
"Kenapa kau bawa-bawa Lena sih..."
"Sudah, sudah." Aiden melerai. Mereka bertiga tidak paham apa yang terjadi sebab Watson dan Lupin mengabaikan. "Untuk pertama-tama, kenapa kalian berdua tidak duduk dulu? Mari kita dengarkan seksama."
Menghela napas pendek, Watson patuh. Masalah ini jadi rumit, bukan? Watson yang tadinya ingin keluar dari klub secepat kilat dibatalkan Aiden. Lalu mengapa Lupin malah jadi kliennya?
"Singkat cerita, ada seorang pencuri yang memakai namaku di Distrik Uinate setiap kali melakukan aksi. Mengambil lukisan berharga, merampok berlian di bank, mencuri emas. Dan dia melakukan itu semua dengan menggunakan namaku. Namaku! Aku dicurigai, terancam dikeluarkan dari sekolah dan akan disidang untuk pendisiplinan remaja."
"Kenapa tidak kamu jelaskan saja bahwa itu bukan dirimu? Seperti kata Watson, lakukan DNA atau sidik jari." Jeremy menanggapi.
"Seperti kataku, hasil sidik jari atau apalah itu menunjukkan aku yang bersalah. Bukankah itu aneh?"
"Mungkin pencuri itu membuatmu pingsan dan membawamu ke tempat curiannya lalu meninggalkan sidik jarimu di sana," simpul Aiden masuk akal. "Untuk melindungi diri dari tuduhan, dia memanfaatkan identitas orang lain."
Kamu percaya saja, Aiden? Dia jelas-jelas mengarang! Watson menepuk dahi, setengah penasaran kenapa bisa klub detektif berdiri. Apa mereka bertiga tidak sehebat Watson kira? Menyebalkan!
"Nah, iya benar! Itulah mengapa tiap aku terjaga aku selalu di tempat asing! Tadinya kupikir aku mimpi berjalan, ternyata betulan diangkut."
"Sudah cukup sandiwaramu, Lu. Aku takkan menerima permohonanmu." Watson gemas melihat Lupin mengelabui mereka bertiga. "Katakan yang sebenarnya atau pergi dari sini. Aku mengusir."
"Aku sudah mengatakannya kok." Lupin menyeringai. "Kamu mau bantu, kan?"
"Tidak."
"Sherlock Holmes volume 12 edisi pre-order," tawarnya menyeringai.
"Tidak."
"Tiket liburan ke Baker Street."
"T-tidak.
"Miniatur Holmes dan Dr. Watson."
"A-aku bilang tidak ya tidak!"
Lupin gregetan. Ingin merobek Watson jadi dua. Aiden, Hellen dan Jeremy bersitatap. Apa yang sedang mereka lakukan? Tawar-menawar?
"Lalu kamu maunya apa sih?!"
"Percuma menyogokku. Takkan berhasil."
"Bagaimana kalau undangan acara tanda tangan Penulis Han!"
Watson tersentak.
"Eh? Penulis Han? Mungkinkah maksudmu si pembuat dongeng thiller itu?" celetuk Aiden, menatap Watson antusias. "Kamu juga fans sama dia, Dan?"
Lupin melirik Watson lewat ujung mata, menyeringai penuh kemenangan.
"Tidak—"
"Bohong!" Lupin menyergah, membekap Watson agar anak itu tidak berbicara. Satu-satunya cara agar cowok itu membantunya adalah dengan membuat Aiden mendesaknya!
"Selain Holmes dan Dr. John, Watson amat mengidolakan Penulis Han. Beliau adalah penulis dongeng anak-anak bergenre thiller yang sedang naik daun. Semua ilustrasi dongengnya mempunyai konten unik dan sadis. Tetapi, meski begitu, banyak pesan moral tertanam di setiap dongeng. Aku kenal sekali tabiat Watson. Dia suka bohong untuk hal seperti ini."
Orang ini. Watson mendesah jengkel, menepis tangan Lupin.
"Yah, itu tergantung pada keputusan Dan. Apa dia mau menerima tawaranmu?"
Hening sekejap.
Lho? Biasanya Aiden akan jingkrak-jingkrak, meloncat ke arah Watson sambil bilang 'bagaimana menurutmu, Dan?' lalu heboh laksana festival. Kenapa dia mendadak kalem?
Ah, mungkin dia sedang menepati ucapannya tadi, untuk tidak terlalu memaksa Watson. Untuk tidak bersikap egois dan mengikut campurkan pribadi. Suaranya terdengar tak bertenaga.
Watson memalingkan wajah. Mendengus. "Terserah saja."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top