File 0.3.7 - Smart Little Girl

Ruangan musik tidak memiliki AC atau kipas angin. Sepertinya anggota klub musik cenderung bermain di luar sekolah atau lebih menyukai angin alami. Dorias adalah Green School. Makanya mereka condong memanfaatkan alam.

Panas. Watson mandi keringat. Dia merasa gerah sementara otaknya masih bekerja.

Ini sedikit rumit. Tidak ada petunjuk yang menunjukkan lokasi korban, yang ada hanya petunjuk tentang korban mempunyai masalah. Bagaimana cara mereka menemukannya di Kota Moufrobi yang luas? Apa ada hubungannya dengan alat musik yang akan klub itu mainkan di kontes musikal? Watson menghela napas. CL sialan! Di mana dia menyembunyikan Vio? Watson harus memperluas wawasan.

"Bagaimana, Dan? Apa sudah ketemu?" tanya Aiden mendesak. "Kita harus cepat!"

Hellen menyikut lengan Aiden. "Biarkan Watson berpikir. Dia tidak bisa berpikir jernih kalau kamu mendesak seperti itu. Lihat, dia sampai mandi peluh tuh."

"Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau Vio boleh jadi sekarat karena kelaparan saat ini? Nyawa Vio ada di setiap langkah yang kita lakukan!"

"Tapi memaksa Watson untuk berpikir keras mencari posisi Vio itu salah, Den! Watson juga butuh waktu memikirkannya!"

"Dan itu pintar! Buktinya dia memecahkan kode sandi yang diberikan Vio! Dan pasti bisa menemukan lokasi korban!"

"Ini bukan soal kepintaran Watson, Aiden. Ini masalah kamu mendesak kemauanmu. Kamu jangan egois."

Watson manyun, lamunannya pecah. Kenapa Aiden dan Hellen jadi berantem? Dan itu tentangnya? Mana bisa Watson berpikir kalau suasananya seperti ini. Dia butuh udara di luar untuk menyegarkan kepala.

"Kenapa kamu memberikan suling ini pada Kakak Vio?" Di sisi kiri, Jeremy dan Vivi terlibat percakapan serius. Jeremy sepertinya masih menanyakan beberapa hal pada Vivi merujuk Vivi adalah saksi.

"Karena Vio yang menyuruhku."

Deg! Watson termangu. Vio menyuruh Vivi mengantarkan seruling itu pada Isu?

"Kenapa dia menyuruhmu?" Jeremy bertanya lagi, menggali informasi. Watson di tengah ruangan diam-diam menguping.

"Seruling ini akan dibawa ke kontes musik," jawab Vivi menunjuk alat instrumen tiup berwarna perak itu. "Ketika Vio sudah mulai absen sekolah, suling ini masih ada. Tetapi dua hari setelahnya suling ini menghilang."

"Orang-orang klub bingung ke mana perginya suling itu. Tidak mungkin dicuri. Secara, benda ini cuman alat musik biasa yang bisa ditemukan di toko musik mana saja. Kecuali seruling ini terbilang langka."

"Lalu apa yang terjadi?"

"Vio datang menemuiku saat pulang sekolah. Waktu itu hujan lebat, jadi aku tidak terlalu memperhatikan kalimat Vio. Dia hanya menyuruhku untuk mengantarkan seruling ini kepada kakaknya. Lalu hari berikutnya, Vio tidak datang lagi ke sekolah."

"Dia cerdas," gumam Watson menoleh. "Aiden, beri aku pertanyaan sulit."

Aiden berhenti adu mulut dengan Hellen. "Eh? Apa? Kenapa tiba-tiba?"

"Ayolah! Jangan buang waktu!"

"Satu tambah satu?" cetus Aiden polos

Hellen cengo. Jeremy menepuk dahi. Watson menatap tak percaya. "Sungguh?"

"Oke-oke, aku tadi bingung." Aiden berdeham malu. "50x64?"

"3,200."

Aiden terhenyak. "89x95?"

"8,455."

Jeremy dan Hellen terpegun. Itu Watson jawabnya ngarang atau...?

"Urine dari rongga ginjal, menuju ke kandung kemih melalui?" Aiden melempar pertanyaan sains.

"Ureter."

"Pemimpin fasisme Jerman?"

"Hitler."

Aiden gregetan, mengepalkan tangan kesal. "Proses penyerapan kembali zat-zat yang masih digunakan tubuh?"

"Reabsorbsi."

"Bakteri thiobacillus ferroooxidans dapat dimanfaatkan untuk?"

"Memisahkan logam dari bijinya."

Jeremy dan Hellen saling tatap. Ini mereka berdua sedang apa? Cerdas cermat? Kenapa Aiden terlihat tidak terima begitu?

"Lactobasillus bulgaricus, Mycobacterium tuberkolosis, Salmonella thyposa, Acetobacter xylinum, Streptococcus thermophilus. Di antaranya yang mana bakteri patogen pada manusia?"
 
Hening. Watson tidak menjawab. Aiden tersenyum menyeringai karena Watson tidak mengetahui jawabannya.

Begitu-begitu, Aiden adalah perwakilan Madoka dalam berbagai olimpiade. Jelas dia pintar di kalangan siswi dan tidak tertandingi di pengetahuan. Melihat ada orang yang menyeimbangi kepintarannya, tentu Aiden tidak terima!

Aiden tertegun sendiri. Mungkinkah dia sekarang sedang semangat?! Ah, Watson benar-benar lawan yang tangguh!

Di sisi lain, Watson sibuk menerawang. Tidak peduli akan kuis barusan.

Benar juga. Vio tidak mau Vivi ikut masuk ke dalam masalahnya karena Vivi adalah satu-satunya teman dekat yang dia punya. Dia juga tidak mau merepotkan Isu. Jadi Vio hanya memberi sinyal pertolongan yang sayang sekali Vivi dan Isu tidak mengerti. Kenapa Isu tidak sadar kalau ada yang aneh dengan adiknya?

"Dan? Ada apa?" seru Aiden melambaikan tangan ke wajah Watson. Anak itu malah diam kayak dirasuki.

Padahal dia masih kecil, namun berani menanggung resiko taruhan nyawa. Dia memilih untuk tidak memberitahu siapa-siapa agar orang terdekatnya aman tak peduli nyawanya terancam. Watson terkantuk-kantuk.

"Hoi! Kenapa kamu jadi setengah bangun begitu?!" Jeremy berseru.

"Aku menemukannya," ucap Watson menatap Jeremy dan Aiden. Hellen bangkit dari sofa. Di luar sana, langit hitam mengusir awan putih, menutupi tata surya paling besar.

"A-apa maksudmu, Dan? Kamu menemukannya? Maksudmu lokasi Vio?!"

"Studio Musik Pusat Kota," jawab Watson menguap dan ambruk.

Aiden dan Jeremy spontan menangkap tubuh Watson. "Hei, Dan?! Kamu kenapa?!"

"Dia ... tertidur?"

*

Baru saja Aiden membuka pintu ruang kepala sekolah, tangisan Isu menjuru ke sudut-sudut ruangan membuat Aiden batal masuk, menatap Isu yang menangis sejadi-jadinya di lantai.

"Kenapa ... kenapa bisa aku tidak menyadarinya? KAKAK MACAM APA AKU YANG TIDAK SADAR KEINGINAN ADIKNYA SENDIRI?!" pekik Isu menyalahkan diri. "BUKANNYA MENDUKUNG AKU MALAH MEMBATASI PERGAULANNYA!"

"Kamu hanya tidak mempercayai adikmu, Isu. Dia tulus hendak menolong membantumu soal biaya hidup. Kamu terlalu proktetif padanya. Dia juga butuh kebebasan." Kepala sekolah berkata maklum, memejamkan kedua mata. "Vio adalah salah satu murid pintar di sekolah."

"Ini salahku. Ini semua salahku!"

Deon menoleh ke arah pintu yang terlanjur terbuka. "Oh, kalian di sini. Apa kalian sudah menemukan petunjuk?"

Aiden menggeleng kemudian mengangguk. "Dan telah memecahkan kodenya. Kami berhasil mendapatkan lokasi Vio."

Demi mendengar kabar baik itu, Isu berhenti menangis, refleks menoleh kepada mereka bertiga. "Kalian menemukan posisi Vio? Di mana dia sekarang? Katakan padaku!"

"Studio Musik Pusat Kota Moufrobi," Jeremy yang menjawab. "Tempat dimana kontes musikal diadakan. Di sanalah Vio dikurung oleh CL."

"KALAU BEGITU KITA HARUS SEGERA PERGI KE SANA!" teriak Isu tanpa basa-basi menerobos keluar dari ruangan.

Deon merogoh ponsel dari saku, mengambil nomor darurat. "Ada apa dengannya?" tanya Deon menunjuk Watson yang digendong oleh Jeremy sambil menunggu panggilannya terjawab.

"Ah, dia tertidur."

Dia berhasil mendapatkan letak posisi korban dan langsung jatuh tertidur. Dia punya tabiat (kelemahan) juga, pikir Deon menatap Watson lamat-lamat.

"Ada apa, Pak?" jawab rekan Deon di seberang.

"Segera kirim bantuan ke Studio Musik Pusat Kota. Aku mendapat petunjuk ada korban penculikan Child Lover tersekap di sana." Deon berkata datar.

"Apa?! Child Lover?! Dia berulah lagi?! Roger, Pak!"

Deon mematikan ponsel secara sepihak, menoleh kepada ketiga anggota klub detektif Madoka. "Kita juga harus pergi ke sana. Kita tidak bisa membiarkan Isu sendiri. CL boleh jadi masih bermain-main dengan korban."

"BAIK!"

*

Pusat Kota Moufrobi, pukul 15.30

JRASH! Hujan lebat mengguyur kota. Mobil-mobil terjebak macet. Para penduduk yang berdagang pontang-panting mencari sesuatu yang bisa menutupi kedai mereka.

"Tapi," desah Deon tidak bisa menggerakkan mobil karena macet luar biasa. "Bagaimana bisa Watson bisa menebak lokasi Vio? Apa saja yang kalian lakukan?"

Jeremy menghela napas panjang. "Ceritanya panjang. Kami mendapatkan saksi di ruang musik. Informasi pun bertambah. Tiba-tiba Watson bilang dia tahu di mana Vio berada, menyebutkan lokasinya dan langsung tertidur. Apa Inspektur yakin memanggil bantuan dengan hipotesis yang tidak jelas? Bagaimana kalau Watson salah menebak?"

Deon diam, menatap Watson yang masih terlelap di bangku depan.

"Aku percaya," ucap Deon setelah diam beberapa detik. Dia mengajak Watson bekerja sama dalam rangka menangkap Child Lover, tetapi dia tidak percaya padanya? Kalau begitu kenapa Deon susah-susah melakukan hal merepotkan bagi seorang Ketua Unit Tim Penyelidik seperti dirinya?

"Aku rasa aku paham maksud Dan," Aiden menceletuk kala petir menyambar membuat bumi terang sekilas.

"Oh, ya? Bisa kamu jelaskan?" imbuh Deon tersenyum menarik. Selain Watson rupanya anggota yang lain juga tidak kalah cerdik.

"Dan terlihat tertegun saat saksi membicarakan seruling perak. Puncaknya dia menunjukkan reaksi menakjubkan ketika saksi mengatakan bahwa seruling itu pernah hilang dan ternyata dibawa oleh korban." Aiden mulai menjelaskan. Jangan lupa, cewek ini hebat sekali dalam menyimpulkan sesuatu.

Semua orang di atas mobil (kecuali Watson) mendengar seksama.

"Dan juga berbisik, Vio itu cerdas. Dan pasti berpikir tidak ada yang mendengar gumamannya, tetapi aku mendengarnya. Jika kita kombinasikan kecerdasan Vio dan kenapa reaksi Dan seperti itu ketika menyinggung soal seruling, jawabannya hanya satu." Aiden berhenti berbicara. Suaranya nyaris terdengar samar saking lebatnya hujan di luar sana.

Watson berhenti mendengkur halus. Matanya terbuka pelan.

"Seruling itu adalah kunci posisi Vio."





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top