File 0.3.4 - Hidden Message in The Flute

"Saya Ketua Tim Penyelidikan Regional Satu Kepolisian Moufrobi, Deon Ernest. Maksud kedatangan saya ke sini karena saya hendak meminta tolong bantuan kalian, para detektif Madoka."

"Wah, sepertinya itu kasus yang besar sampai Inspektur langsung mendatangi kami." Aiden yang menjawab, mewakili ketiga teman-temannya. "Tetapi tidakkah Inspektur berpikir bahwa ini salah? Kenapa Inspektur meminta tolong pada remaja seperti kami?"

Bagus, Aiden, tolong usir si ular ini untukku. Jangan sampai kita berurusan dengan muka dua itu! Watson menyeringai dalam hati, mengikat kembali sapu tangannya ke ransel.

Jeremy hanya menonton, malas menanggapi. Hellen sedang membuat teh.

Deon menghela napas panjang, sudah menduga mereka takkan menerimanya semudah itu. Apalagi Watson yang 'mengendalikan' secara tidak langsung. Maka, hanya satu cara menang melawan mereka. Yaitu moralitas.

"Aku tidak ingin berbasa-basi," sahut Deon tidak memakai bahasa formal lagi. Dia menatap ke luar pintu klub. "Masuklah."

Semua atensi di dalam ruangan itu terarah ke pintu yang dibuka pelan dari luar, menampilkan satu sosok berpakaian bersih dan cerah. Tidak ada kulit kusam lagi, tidak ada baju robek-robek lagi. Pria itu masuk ke ruang klub dengan percaya diri.

Watson terdiam.

Itu adalah Isu, si pengemis yang tak menyerah menyebarkan poster tentang adiknya (Vio) sampai-sampai dibawa ke kantor polisi. Sosok yang 'menyerang' Aiden kemarin, memohon mencari keluarganya yang hilang. Kenapa dia ada...

Keringat dingin mengalir dari kening Watson. Ditatapnya Deon lewat ujung mata yang kebetulan Deon juga sedang menatapnya. Pemuda berprofesi Ketua Divisi Penyelidikan itu tersenyum culas.

Si sialan itu benar-benar ingin mengekangku. Watson mengepalkan tangan. Dia kehabisan akal untuk mengusir Deon dari sana. Deon sepertinya tahu tentang Aiden yang pemurah hati, takkan tega membiarkan seorang pengangguran yang pagi-siang-malam mencari adiknya pulang tanpa sebuah petunjuk.

Watson bangkit dari kursi. "Aku pulang."

Deon tersenyum miring. "Bukankah kamu tidak sopan pergi begitu saja setelah klien tiba? Detektif macam apa meninggalkan kliennya yang sedang kesusahan?"

Watson menghela napas pendek. "Pertama, aku bukan detektif. Kedua, aku hanya anggota klub yang masuk secara paksaan. Ketiga, aku tidak peduli dengan semua ocehan Anda karena aku tidak mengerti hal-hal yang berhubungan dengan jeruji besi (polisi). Keempat, sejak kapan kami membuka slot klien? Sebelum masuk kemari Inspektur pastilah melihat label yang kami tempeli di dinding luar."

"Dia benar," Jeremy membantu membela Watson. "Kami tidak sedang open slot permohonan kasus. Tetapi Anda malah membawa klien asing yang bahkan tidak kami akui sebagai klien. Ini jelas pertemuan terencana. Anda ingin kami membantu menyelesaikan kasus pengemis itu? Zaman sudah berubah, Inspektur. Sekarang sistemnya Take-or-Pay."

Isu menundukkan kepala ke bawah. Kalimat Jeremy telak meruntuhkan rasa percaya dirinya yang sudah susah payah dia bangun. Benar juga. Meski Deon 'membedahnya' jadi rapi karena akan bertemu Detektif Madoka, tetap saja itu tidak menutup fakta jati dirinya; seorang pengemis yang tidak punya apa-apa.

"Ng?" Mata Watson memandangi Isu secara menyeluruh. Kulit putih susu. Mode rambut tren. Bola mata Hazel. Kening yang lebar. Wajah khas campuran luar negeri. Apa-apaan orang ini? Apa dia benar-benar seorang pengemis?

Menyadari perubahan raut wajah Watson, Deon tersenyum kecil, mengeluarkan sebuah surat dari jas. "Tenang. Aku sudah mendapat izin untuk datang pada kalian kapan saja. Kenapa? Karena klub detektif Madoka sekarang mendapat perlindungan resmi dari Kepolisian Moufrobi."

"Benarkah?!" Bola mata Jeremy terbelalak, menyambar segera surat di tangan Deon. Matanya berbinar-binar. "Wah! Itu berarti kami dibayar oleh Departemen Penahanan?!"

Deon mengangguk mantap. "Itu benar. Mereka berharap banyak kalian bisa menemukan Child Lover," Aku butuh perjuangan panjang menyakini Pak Kepala bahwa mereka ini lebih dari kata remaja biasa. Aku yakin mereka bisa diandalkan, terutama anak itu... lanjutnya dalam hati. Pikiran Deon terputus melihat Watson sudah sibuk dengan aktivitasnya sendiri.

Watson menatap brosur lembaran anak hilang yang dibawa oleh Isu dengan wajah datar. Sedang apa dia? Deon mengernyit.

Hellen datang dengan enam cangkir teh. Wajahnya terlihat berseri. "Nah! Bagaimana kalau kita menikmati pembicaraan ini dengan secangkir teh wangi? Aku yakin solusinya pasti ketemu."

*

"Dan? Hei, Dan!"

"Ya?"

Aiden menepuk dahi. "Kutebak, kamu pasti tidak mendengar dari tadi."

Watson menoleh ke jam yang sudah menunjukkan pukul empat sore. Dia terlalu hanyut dalam pikiran sampai-sampai melamun tak sadar waktu.

"Seorang pemimpin tidak seceroboh ini," celetuk Deon memancing. "Bagaimana dia memandu rekan-rekannya jika mengatur diri sendiri saja belum bisa? Masa depan klub ini sudah terlihat."

Apa sih? Watson mendengus.

Aiden menengahi. "Sudah, sudah. Maafkan kami, tapi bisa tolong ulangi dari awal?"

Isu menganggukkan kepala. Kali ini Watson mendengarkan dengan baik. Ada sesuatu yang mengganggu kepalanya tentang pria yang menjadi klien mereka.

"Vio biasanya pulang pukul dua siang. Aku selalu memperhatikan jadwal kepulangannya. Dia tidak pernah terlambat kembali ke rumah. Dia juga tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler atau acara-acara sekolah yang lain karena Vio itu anti-sosial. Dia bahkan tidak punya teman. Makanya dia pulang duluan daripada murid-murid lain begitu bel berbunyi.

"Tetapi hari jumat, hari dimana para pelajar dipulangkan lebih awal, aku yang sudah menunggu Vio di luar gerbang tidak dapat menemukan sosoknya. Tidak mungkin Vio telat keluar karena aku ingat jadwal piketnya bukan hari itu. Kupikir dia dijahili sama teman-teman sekelasnya, namun tidak. Aku hapal semua wajah murid di kelas Vio jaga-jaga kalau mereka melakukan sesuatu pada adikku. Dan mereka semua sudah keluar dari gedung sekolah. Perasaan cemas pun mengusikku karena Vio tak kunjung keluar juga sampai sore. Aku pun memaksa masuk ke dalam dan guru sudah mengatakan bahwa Vio sudah pulang." Isu menjelaskan panjang lebar, menggenggam erat celananya.

"Klise."

"Dengarkan dulu sampai habis!" sembur Aiden menarik telinga Jeremy.

"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" Deon bertanya, tidak memedulikan kebisingan di sekitar. Dia memaklumi karena Aiden dan yang lain itu masih golongan anak-anak. Dia tidak boleh protes kalau-kalau penyelidikan tak berlangsung dengan baik.

"Seminggu berlalu, Vio tetap tidak pulang. Sekolah juga tidak tahu bagaimana cara mengurus insiden hilangnya salah satu murid. Tidak ada petunjuk tertinggal. Jadi, tidak salah lagi, Vio telah diculik oleh Child Lover. Penjahat kelamin yang menyukai anak-anak."

Yah, jika bersangkutan dengan anak kecil, kasus itu pasti langsung tertuju pada CL. Watson menyimak saja.

Isu mengeluarkan sesuatu dari kantong plastik yang dia bawa. "Salah satu murid dari kelas lain datang ke rumahku. Aku tidak mengenalnya. Dia memberikan ini," ucapnya menyodorkan sebuah seruling besi berwarna silver. Mata Aiden dan Hellen spontan berbinar. Itu seruling asli buatan yamaha! "Aku tidak paham apa maksudnya, namun anak itu hanya mengatakan bahwa dia turut bersedih akan hilangnya Vio."

"Biarkan aku memeriksanya." Isu memberikan suling itu kepada Deon. Ketua Divisi Penyelidikan Tim Satu itu manggut-manggut memperhatikan benda tiup tersebut, lantas lima menit kemudian, Deon pun meletakkannya kembali ke atas meja. "Tidak ada yang aneh. Kamu yakin anak itu tidak ada hubungannya dengan adikmu, Vio?"

Isu menggeleng. "Seperti yang saya bilang, saya mengenal semua wajah murid di kelas Vio. Tetapi aku tidak kenal anak yang menyerahkan suling ini."

Deon mengelus dagu, mulai berpikir. "Itu berarti adikmu menjalin tali persahabatan di luar pengetahuanmu."

"Itu tidak mungkin! Vio patuh pada semua ucapanku termasuk perintah dan peringatan dariku. Dia takkan mau melanggarnya," sergah Isu menaikkan volume suara. Kenapa dia mendadak kesal?

Selagi Deon dan Isu bercakap-cakap, Aiden dan Hellen mengamati seruling perak dengan saksama. "Tidak ada yang aneh. Tidak ada yang spesial. Ini cuman seruling biasa," ucap Aiden mendesah panjang.

"Mungkin anak itu mencoba menyampaikan sesuatu secara tidak langsung?" celetuk Jeremy menebak-nebak.

"Apa maksudmu?"

"Yeah, misalnya dia tahu kalau Vio punya masalah seperti dikuntit oleh seseorang tapi tidak bisa meminta tolong karena suatu alasan. Dan klimaksnya Vio pun berhasil diculik. Dia merasa bersalah dan memberi petunjuk pada kakaknya Vio." Jeremy menjelaskan sembarang.

"Maksudmu suling ini petunjuk?" ucap Hellen menangkap maksud kalimat asal Jeremy. "Tapi ini cuman seruling biasa."

Aiden tak habis pikir, dia menyerahkan suling itu kepada Watson yang sama sekali tidak tertarik pada percakapan. "Bagaimana menurutmu, Dan? Apa kamu tahu sesuatu?"

Deon dan Isu berhenti mengobrol, menoleh kepada Watson. Semua mata di ruangan itu tertuju pada satu orang; Watson Dan.

Merasa dirinya menjadi pusat perhatian, Watson berdeham kikuk. "Kalian saja tidak tahu apa maksudnya, bagaimana aku tahu?"

"Kan kamu pintar!" jawab Aiden polos, mendesak. "Kamu pasti tahu sesuatu sama alat musik ini!"

Mau tak mau Watson menerima seruling itu karena Aiden terlanjur mendorongnya. Semua orang menatap Watson, menunggu hasilnya. Yang ditatap hanya memperhatikan benda di tangan secara acak. Memeriksa dari atas sampai bawah.

"Ini hanya seruling biasa."

Desahan panjang lolos dari mulut Aiden. Padahal satu-satunya harapan memecahkan permulaan kasus itu adalah Watson, tapi Watson sendiri tidak tahu.

"Ng?" Mata Watson melirik logo sekolah di seruling. "Vio berasal dari Dorias?"

Isu menjawab gelagapan, menggaruk tengkuk. "Benar. Aku dengar salah satu murid dari sekolah itu dibunuh oleh CL."

Watson termangu.

"Ada apa?" Deon bertanya kilat saat sadar bahwa ada yang janggal pada mimik muka Watson. "Kamu mendapatkan sesuatu?"

"Ini Steganografi (pesan tersembunyi)."

"APA?!" Deon bangkit dari kursi saking kagetnya. Tentu tindakannya membuat yang lain terlonjak kaget. "Kalau begitu dia ada di mana sekarang?!"

"Eh? Kenapa?" Aiden bertanya bingung.

Watson menjawab datar, "Di mana pun Vio sekarang, dia dalam bahaya dan boleh jadi sekarat. CL pasti menyembunyikannya di suatu tempat minim oksigen."



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top