File 0.10.5 - Aiden and Jeremy's Talks

Watson tidur di ruang kesehatan.

"Jamos Rotloz Horrori..." Aiden berpaling dari kaca kamar. Air mukanya berubah.

Jeremy mengedikkan bahu. "Dia membuat Watson terus gelisah."

"Orang ini sepertinya entitas yang mengganggu. Bagaimana bagusnya?"

Jeremy menatap Aiden. Suaranya pun berubah, tak sama dengan Aiden biasa yang berseri-seri. Dan Jeremy tahu persis maksudnya.

"Tapi, Aiden, kita tidak tahu apa-apa tentangnya. Takutnya nanti jadi bumerang. Aku tidak ingin terlibat masalah dengan orang yang tidak kita ketahui latar belakangnya."

"Jeremy, kamu tahu prinsip keluarga Eldwers, kan?"

Bagaimana Jeremy tidak tahu? Keluarga Aiden akan melindas semua tokoh-tokoh pengganggu. Ini juga bukan pertama kalinya Jeremy melihat aura Aiden memberat. Dia selalu begitu andai "pengganggu" itu mengusik orang yang dia anggap spesial.

Aiden bisa saja memberantas Komisaris Raum atau para koruptor di Moufrobi, jika dia mau melakukannya—tapi gadis itu sibuk dengan Watson, Watson, dan Watson. Keluarga Eldwers sangatlah berpengaruh di kota tersebut.

Pernah ketika Anlow masih memimpin klub detektif Madoka, seseorang nekat mencelakakan Aiden dan Grim terluka sebab melindunginya. Aiden marah sekali waktu itu. Tanpa basa-basi dia meminta Ayahnya mendeportasi pelaku penyerangan ke desa kumuh.

Jeremy tidak bisa membayangkan apa yang akan Aiden lakukan pada CL karena berani menculik Hellen. Itulah yang dia cemaskan selain Hellen—mana tahu Aiden melakukan sesuatu lebih berbahaya.

"Kurasa kita harus mencari tahu dulu, Aiden. Kita bahkan tidak tahu betul tentang Watson." Jeremy berkata.

"Kamu yang paling tahu kalau aku tidak suka menunggu, Jeremy," katanya datar melangkah pergi. "Aku tidak ingin gara-gara orang itu Watson jadi blank dan mentok. Melihatnya seperti itu membuatku kesal. Aku ingin secepatnya menemukan Hellen."

Oke, Jeremy menelan ludah. Aiden tidak memanggil Watson pakai 'Dan' lagi. Artinya Aiden benar-benar tidak suka dengan situasi sekarang.

"Pak Dolok?" Aiden menelepon kepala pelayan keluarga Eldwers, tanpa basa-basi. "Bisakah kamu mencari informasi seseorang? Namanya Jamos Rotloz Horrori. Beritahu aku tentangnya."

Waduh, kacau nih. Jeremy mengusap anak rambut. Merujuk cerita sepintas Watson selama ini, sosok Jam adalah rivalnya semasa sekolah dasar. Watson mengaku kalah pintar dari Jam—dialah duluan diterima oleh Akademi Alteia dalam ujian termin pertama sebelum Watson.

Apa baik-baik saja 'menyerang' tokoh misterius sepertinya? Telapak tangan Jeremy berkeringat, mengelapnya ke celana. Semoga tidak terjadi apa-apa.

*

Dua jam kemudian.

Watson memutar posisi berbaring (dia sudah bangun lima belas menit lalu), menatap langit-langit kamar kesehatan. Lampu neon sumber pencahayaan redup, mati-menyala.

Sekarang bagaimana? Ke mana mereka harus mencari petunjuk? Watson mendesah. Level kasus terakhir selalu sulit seolah sudah jadi hukum tersendiri.

Kenapa kamu harus ada? Aku yang bertemu Mela pertama kali! Gara-garamu Mela meninggal. Kamu yang harusnya mati.

Entah kenapa Watson teringat mimpinya.

Jam benar. Yang lain benar. Fakta jika Jam orang pertama berhubungan dengan Mela adalah benar. Mereka berteman sebelum bertemu Watson. Mereka bertiga; Jam, Mela, dan Lupin. Berada di kelas sama.

Sedangkan Watson? Sendirian. Mela lah yang mengajak Watson bergabung ke game detektif-detektifan. Itu pun dipicu oleh kelompok usil yang mempertele Watson di perpustakaan, meledek kutu buku.

Mereka damai bertiga, namun Watson datang merusak. Itu juga terjadi kini. Dasar orang baru asing! Watson menghardik dirinya sendiri.

Lampu ruang kesehatan mati-hidup lagi.

"Ada apa sih dengan listrik sekolah ini? Watt-nya minim atau apaan?" gumam Watson kesal, beranjak bangun.

Tidak hanya sekali berulah tapi berulang kali. Seperti kasus Andeng, kasus Roxano, kasus Poorstag. Kepala sekolah tidak membayar tagihan listrik kah? Mengganggu pikiran saja!

Watson keluar dengan perasaan dongkol dan kernyitan di dahi, melewati klubnya, keluar dari bangunan sekolah. Sudah pikiran semak digentayangi Jam, ditambah lampu menyebalkan.

Setibanya, Watson membuka paksa kotak meteran listrik. Tipe meteran sekolah adalah model melcoinda. Terdapat enam kotak saling tali-menali menyebarkan aliran listrik. Angka KWH-nya bergulir lamban. Di masing-masing meteran ditampilkan total KWH yang membludak.

"Di bagian mananya yang salah, heh? Meterannya baik-baik saja tuh," rungut Watson berkacak pinggang. Dia menggaruk kepala, kemudian ingin balik ke klub. Mereka harus melanjutkan langkah selanjutnya.

Tunggu. Langkah Watson tertahan, menoleh kaku. Tatapannya jatuh pada kotak protokol listrik di depan.

Biasanya sosok yang menekan tombol kepala Watson adalah teman-temannya, Aiden, Jeremy atau Hellen. Deon pun pernah sesekali mengaktifkan tombol itu. Tapi kali ini dialah yang memencet.

Diperhatikannya KWH meteran, tepatnya ID token. 46-261-90-0.

Watson memutar kepala, menyelami pikirannya. Dia pernah melihat deretan nomor token ini.

Child Lover mempunyai 46 kasus. Melecehkan anak gadis 26 dan anak lelaki 19. Sekarang CL sedang mencari mangsa untuk mengenapkan rekor 19 kasus pelecehan anak laki-laki.

"Maklumin ya, Dan. Hellen memang punya kebiasaan nyamar jadi laki-laki. Tapi tenang saja, dia melakukannya di hari-hari tertentu kok."

"Kamu tidak tahu kan, Watson Dan, bahwa ada yang menguntit Hellen."

Mata Watson terbelalak, kembali menatap cepat kotak meteran. "Jangan bilang CL salah mengira Stern cowok?"

Tanpa babibu, Watson melesat ke klub. Aiden dan Jeremy terperanjat melihat Watson tergopoh-gopoh mengacaukan kardus-kardus, entah mencari apa.

"Ada apa, Watson? Apa yang kamu cari? Hei!" Jeremy berseru kesal. Cowok itu mengabaikan pertanyaannya.

Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Watson langsung melesat lagi ke belakang sekolah. Mau tak mau Aiden dan Jeremy mengikutinya. Sampai mengabaikan mereka berdua, tampaknya Watson menemukan sesuatu menarik. Begitulah pikir Jeremy.

Yang Watson cari adalah profil anggota klub. Dia menyamakan nomor ponsel anggota dengan digit token, terperangah. Semua nomor ponsel dan ID token meteran sama persis.

Inilah jawabannya. Mengapa Si Penelepon Darurat tahu nomor Aiden. Bukan dari kombinasi nomor ataupun kenalan. Pelaku itu memang tahu tentang klub detektif Madoka. Sejak awal mereka bertiga, sejak Watson belum bergabung, mereka berada dalam kendali Child Lover. Mungkin itu jugalah alasan kenapa CL menarik banyak inspirasi teka-teki dari Madoka. Dia menantang klub detektif.

Jemari Watson terkepal, menahan marah. Dia merasa dipermainkan. Si pedofil itu telah merancang aksinya di jauh hari. Bodohnya Watson tidak mencurigai.

Kenapa kelemahan Watson selalu tertumpu pada ketidakpercayaannya terhadap keraguannya? Watson tidak bisa menjadi detektif hebat jika dia senaif ini. Dia tidak bisa belajar dari kesalahan!

"Aku tahu siapa pelakunya. Aku tahu siapa Child Lover sebenarnya."

"Eh? Pelaku apanya?" Jeremy dan Aiden bersitatap.

Watson tidak segera menjawab. Hatinya benar-benar panas masuk ke permainan musuh. Dia mengepalkan tangan.

"Pelakunya sama sekali bukan dugaan kita. Seorang tokoh yang kita kira figur sampingan. Aku mengabaikan keraguan hatiku sehingga aku tidak mencurigai karakter ini." Watson mengusap wajah, menghela napas. "Memang begitulah dunia misteri. Sesuatu yang biasa bisa jadi menjadi penentu akhir."





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top