File 0.10.18 - Goodbye Watson
"Watson, ayo turun. Aleena datang." Noelle berseru di ruang tamu. "Nak Aleena, apa kamu sudah sarapan? Mari kita makan pagi bersama."
"Dengan senang hati, Tante." Aleena menjawab ramah, bergabung ke meja makan. "Kudengar Tante ikut ke New York."
Noelle tersenyum. "Iya. Kami khawatir membiarkan Dan pergi sendiri. Nak Aleena tidak terbebani membawa satu penumpang lagi?"
"Ya ampun, Tante." Aleena menggeleng. "Tidak sama sekali kok. Malahan aku senang Tante ikut. Setidaknya Watson dalam pengawasan. Anak itu suka membuat orang-orang khawatir."
Mereka terkekeh.
"Mama pulangnya kapan?" tanya Naoi.
Noelle mengusap lembut kepala Naoi. "Secepatnya, Sayang. Begitu Kak Dan sembuh, kami langsung pulang kok. Kamu jangan nakal atau merepotkan Papa. Jaga baik-baik adikmu."
Naoi hormat. "Siap, Ma! Apa pun demi kesembuhan Kak Watson!"
"Ngomong-ngomong Tuan Beaufort di mana?" Aleena celingak-celinguk. Terlalu sepi di rumah itu.
"Noah berulah." Noelle mengembuskan napas. Ketika dia bilang akan berangkat ke New York bersama Watson, Noah menangis, tidak mau berpisah dari Watson dan Sang Ibu. "Beaufort menghiburnya dan mengajaknya ke taman bermain."
"Berarti beliau tidak mengantar kalian?"
"Sepertinya tidak bisa, tapi kami sudah berpamitan semalam. Barang-barang juga selesai dikepak. Kita tinggal berangkat."
"Bagaimana dengan pendidikan Watson di Madoka? Apa dia akan pindah lagi?"
"Suamiku sudah mengurusnya."
"Lalu bagaimana dengan Naoi?"
Noelle menatap jam tangan. "Harusnya sebentar lagi Mika datang..."
Teng Nong! Panjang umur, senyum Noelle mengembang. Bel rumah berbunyi. Yang ditunggu akhirnya tiba, masuk membawa dua tas, secepat angin menyambar Naoi, menciumi pipinya.
"Bibi kangen sekali denganmu, Naoi!" Mika menoleh ke Noelle dan Aleena. Tatapannya dipenuhi cinta. "Di mana Watson? Di mana dia?! Aku harus menciumnya sebelum terbang ke New York!"
Empunya nama datang dengan elegan setelah mengunci kamar, menuruni santai tangga marmer. Watson memakai hoodie putih dengan tulisan 'welcome to new york', syal pemberian Tiara, membungkus badan sekali lagi dengan jaket. Dibanding Aleena, tampaknya Watson yang paling antusias terhadap prospek pulang.
"Kenapa kamu tidak merapikan rambut kusutmu itu? Biar tambah ganteng 'gitu? Bagiku tidak ada yang setampan Lupin!" Aleena mendengus masam.
Tahu lah bagaimana reaksi Watson. Hanya menampilkan wajah datar. Seolah Watson peduli dengan opini tentang penampilan.
"Dan, ayo sini sarapan bareng-"
Mika memakai jurus pemungkasnya, melompat memeluk Watson, tatapan berbinar. "Kamu semakin manis, Wat-wat. Bibi dengar suaramu hilang karena keparat bajingan Child Lover. Semoga kamu menemukan dokter yang tepat."
Sendok makan Noelle terjatuh, sedikit tersedak. Aleena ternganga. Watson memasang wajah tak rela yang konyol. Kalimat Mika kontras dengan ekspresi polosnya.
"Kita akan berangkat jam delapan. Pengawalku sudah parkir di gerbang. Sekarang pukul tujuh lewat sepuluh menit. Masih ada waktu. Kamu takkan berpamitan dengan teman-teman klubmu?"
Watson meniup sup panas, mengangkat binder. Dia cepat menyesuaikan cara berkomunikasi lewat kertas. [Mereka tidak menjawab pesanku kecuali Bari.]
"Aku maklum sih. Habisnya kamu menghabiskan hampir genap setahun dengan mereka, lalu tiba-tiba kamu pergi. Kalau itu Lupin, aku tak sanggup berpisah."
Watson tidak menulis jawaban. Asyik menghabiskan sarapan terakhir di Moufrobi.
*
Selama perjalanan menuju kediaman (sementara) keluarga Aleena, gadis itu memberikan latar belakang tiga detektif yang sedang panas-panasnya di New York. Baguslah untuk mengisi waktu.
"Anggotanya dua perempuan satu laki-laki. Nama kelompok mereka STAREISIA, anagram dari nama masing-masing. Sejauh ini aku mendapat informasi mereka sudah menyelesaikan tujuh kasus berantai sama sekali berbeda pelakunya.
"Si pemimpin tim bernama Eigma Lisbet Asgensen, 17 tahun. Berhasil memasuki Akademi Alteia dengan peringkat ke-7 dan menjalani pendidikan selama dua tahun hingga harus berhenti karena suatu sebab.
"Member kedua yaitu Roesia Rostlogi, 17 tahun. Peringkat ke-9 pada ujian masuk Alteia. Keahliannya sama seperti Hellen temanmu, menafsirkan sebuah penyakit.
"Anggota terakhir si laki-laki, Horstar Runtour, 16 tahun. Menduduki peringkat ke-5 saat ujian masuk Akademi Alteia..."
Watson dan Aleena menelan ludah melihat kolom keahliannya sama seperti Watson sendiri. Suasana dalam mobil terasa gerah mendadak, entah pakaian Watson terlalu bertumpuk atau sesuatu yang lain. Aleena juga merasakan hal sama.
Mereka bertiga berhasil diterima di akademi super elit dengan peringkat fantastis, sepuluh besar. Jelas mereka bukan remaja biasa. Perbedaan pengalaman dan pengetahuan kentara setelah membaca keterangan tiga detektif tersebut.
"T-tapi Watson," Aleena memutus keheningan yang menyebalkan. "Kamu dan Jam sama-sama beda tipis kan sewaktu pengumuman nilai ujian..." Aleena diam. Mencoba mengingat-ingat.
Jamos Rotloz Horrori peringkat 1 dari 250 pendaftar pada termin pertama.
Watson Dan peringkat 1 dari 200 pendaftar pada termin kedua.
Mata Aleena sparkling, mengepal tangan senang, menyeringai. Tiga detektif itu bukan tandingan Watson. "Tidak apa, mereka masih di bawahmu! Fufufu, kita bisa menang. Tunggu saja kalian. Temanku akan mengalahkan kalian, hahaha!"
Kenapa dia malah senang? Watson mengembuskan napas. Baginya peringkat tidak penting. Watson lulus di Alteia berkat kerja keras, hanya itu.
Mobil berhenti melaju. Watson sampai di lokasi tujuan. Pintu dibuka oleh orang-orang berjas hitam.
"Ayo. Pesawat kita sudah menunggu."
*
Dua puluh menit sebelum pesawat lepas landas, Aleena berpamitan dengan orangtuanya. Begitu juga Watson dan Noelle mengucapkan terima kasih mau menumpangi mereka secara legal.
"Keponakan Anda sudah banyak membantu putri kami. Ini hanya hal kecil."
Aleena sekali lagi memeluk obunya—orangtuanya punya kerjaan terpisah. "Ma, Lena pergi dulu ya. Jangan lupa tetap berkunjung ke New York kalau kalian melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri."
"Iya, Sayang. Berhati-hatilah selalu. Jangan gunakan bakatmu pada sesuatu yang salah, tapi lindungilah orang lemah."
Aleena menyeringai, menendang kaki Watson. Cowok itu menatapnya datar-sinis. "Seperti dia kan, Ma? Siap!"
Tempat itu diselingi tawa singkat.
"Barang-barang kalian sudah diangkut ke pesawat. Apa kita bisa berangkat sekarang?" tanya pramugari pribadi datang memotong percakapan.
"Ya, tentu saja." Noelle mengangguk, menarik tangan Watson. "Ayo, Dan."
Memejamkan mata, Watson melangkah menyusul Noelle. Sebenarnya Watson sedikit berharap mereka bertiga datang mengucapkan salam perpisahan, tapi sepertinya tidak—
"TUNGGU, WATSON DAN!"
Watson berhenti melangkah, tercenung. Menoleh ke belakang dirinya sudah dipeluk Aiden, Hellen, dan Jeremy yang berseragam sekolah. Mereka membolos.
Melirik masam Aleena, Watson mendengus. Pasti ulah gadis itu. Mereka mana tahu ini kediaman keluarga mafia.
"Maafkan aku, Dan. Aku telah bersikap egois. Aku tidak memikirkan perasaanmu karena terlalu takut kamu pergi meninggalkan kami... Benar. Kamu tidak pergi selamanya. Kamu hanya pergi sementara. Kamu akan kembali, kan?"
Watson mengangguk.
"Pergilah, Watson." Hellen menyeka air matanya, tersenyum ikhlas. "Sembuhkan suaramu. Kami akan menunggumu di sini bersama semua keluarga korban yang kamu selamatkan."
Watson menggeleng, menulis balasan yang bersifat ralat. [Bukan aku. Tapi kita. Klub detektif Madoka.]
Hellen tersenyum. "Umm! Tentu!"
"Aku takkan menangis! Aku takkan menangis!" Watson menatap Jeremy yang memunggungi, menepuk bahunya, Jeremy menoleh dengan air mata bercucuran dan ingus menjijikan. Aleena terkikik.
"Kamu pria yang baik, Watson, walau tidak punya emosi. Maaf first impression antaramu dan aku tidak baik. Terima kasih atas semua bantuanmu pada klub detektif."
Watson mengangguk.
"Sudah waktunya, Dan." Noelle memanggil. Deru mesin pesawat terdengar sampai ke ruangan itu.
Watson menulis cepat di binder. [Bari, jaga Stern dan Aiden. Jika ada kasus, pilihlah yang sesuai standar kemampuan kalian jangan memilih yang sulit. Tidak perlu menyombong walau kalian sedang berada di atas saat ini.]
Mereka hormat. "Dimengerti, Pak Ketua!"
[Dan satu lagi,] Watson sudah memikirkan ide ini dari kasus Robin. [Kalian, carilah member. Buka lowongan pendaftaran anggota baru.]
Mereka mengangguk serempak.
Kalau begitu aku pergi. Watson menyimpan bindernya, melambaikan tangan, mendekat pada Noelle dan Aleena.
"Watson...!" Mereka berseru lagi. Berlinang air mata. "Berjanjilah tetap sehat dan kembali secepatnya!"
Watson menundukkan kepala. Dalam suatu event perpisahan, tokoh utama selalu memberi fan service apa pun bentuknya. Apa gunanya? Satu, untuk meninggalkan impresi yang kuat. Dua, untuk mengatakan bahwa dia sudah bertekad.
Hanya setengah menoleh, Watson tersenyum. Aku akan kembali, demikian maksud ekspresinya.
Aiden, Hellen, dan Jeremy mematung. Sosok Watson menghilang ditelan jarak.
"D-dia barusan tersenyum? Aku tidak salah lihat, kan? Mataku masih berfungsi, kan?" Jeremy menggosok kacamatanya yang tidak berlensa.
"Astaga! Damage-nya luar biasa! Senyuman dari kepribadian pendiam memang berbeda." Hellen menutup mulut.
"Ya..." Aiden tersenyum, mengangguk serius. "Ayo kembali ke sekolah. Kita mulai membuat pamflet pendaftaran member baru generasi dua."
"Baik!"
Mereka berempat mengambil jalan yang berbeda, tetapi ikatan pertemanan tetap terhubung satu sama lain.
Berpisah bukan berarti misteri berhenti merongrong para detektif. 'Mati satu tumbuh seribu', begitu kata peribahasa. Masih banyak penjahat di luar sana akan berdatangan menghantui Kota Moufrobi. Satu per satu misteri akan bermunculan dengan sendirinya.
Namun, tidak perlu terburu-buru. Mereka masih memiliki banyak waktu sebelum bencana baru datang. Mereka masih memiliki waktu merenovasi kapal ke tingkatan lebih keren sebelum badai baru menerjang.
Sampai hari itu tiba, biarkan mereka tenang dan bersantai menjalani kehidupan remaja normal.
THE END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top