File 0.10.17 - Get Ready to New York

Besok, ya? Baiklah. Mari berkemas.

Tidak banyak yang Watson bawa. Toh, di sana kan rumahnya. Ketika pindah ke Moufrobi pun Watson hanya membawa beberapa barang. Selebihnya keperluan Watson disediakan Beaufort.

Aleena menelepon. Anak itu peka kesulitan Watson dan memilih video call. Tidak sama seperti pacarnya, si Lupin.

Awas kalian berdua. Aku akan ledek habis-habisan setiba di sana! Watson menerima panggilan itu sambil terus merapikan kopernya.

"Sudah beres berkemas, belum? Kita berangkat besok pagi jam tujuh. Yah, itu tergantung kamu juga sih. Kita bisa berangkat kapan saja. Pesawat pribadi."

Dasar anak orang kaya. Sesuka hatinya saja. Watson menggerutu, menulis balasan di kertas. [Lupin di New York, kan?]

Aleena mengangguk, sibuk menyalon rambutnya. "Aku sudah mengabari tentangmu akan pulang besok. Dia sangat senang. Ukh, wajahnya saat gembira amat menggemaskan."

[Dia pasti menyiapkan banyak sulap dan menungguku membongkar triknya. Tidak kapok-kapok.] Watson menggelengkan kepala, jengah terhadap kawannya yang satu itu.

"Tapi aku juga senang sekali, Watson." Aleena menatap Watson penuh penghargaan. "Awalnya aku mengira kamu akan menolak kembali, tak kusangka kamu setuju ke New York."

[Aku punya sedikit urusan.]

Watson tak bisa menampik fakta dia merindukan tempat itu. Terlebih orangtuanya meninggalkan misteri, dengan tambahan keberadaan Jerena Bari yang misterius. Banyak yang harus Watson selesaikan di negara kelahirannya.

"Anu, Watson..." Aleena mengetuk-ngetuk jari, sok imut. Maaf saja itu tidak berlaku pada Watson. "Mengenai permintaanku waktu itu, kamu mau kan membantuku?"

[Kenapa kalian mengambil kasus sulit jika tahu tidak mampu?] Watson mendengus, memasukkan buku-buku kesayangan ke koper. Dia ke New York buat berobat, bukan bermain-main dengan mayat.

"Habisnya kita diremehkan, Watson. Mereka menghinaku dan Lupin." Aleena bersungut-sungut, cemberut, menggelembungkan pipi, merajuk. "Tidak ada lagi detektif hebat kebanggaan. Masa-masa mereka sudah habis. Kini tiba waktu detektif remaja terkenal yang baru bersinar. Aku tidak bisa menerimanya! Enak saja posisi kita dilengserkan. Akan kutunjukkan kehebatan kita masih sama seperti dulu. Mereka bertiga tidak ada apa-apanya dibandingmu."

Mereka bertiga? Jangan-jangan persaingan detektif. Mengingatkanku pada Taran di Distrik Uinate. Watson menulis balasan di lembar berikut. [Sejak kapan kamu peduli pandangan massa?]

"Ini bukan tentang massa, Watson! Ini tentang harga diri! Kamu tega dua temanmu ini diremehkan?" Aleena memakai wajah melas dan puppy eyes terbaik.

Bukan wajah tergiur, ekspresi Watson malah tampak jijik. [Baik, baik. Hentikan itu. Kamu terlihat mengerikan.]

"Watson jahat!"

[Aku juga tertarik terhadap kasus itu. Kamu bilang mereka bertiga dalam tahap penyelidikan, maka kita masih punya kesempatan menyalip.] Watson menutup koper. Selesai berkemas.

"Benarkah?" Aleena jarang melihat Watson langsung tertarik pada suatu kasus.

Watson diam. Otaknya mengingat kembali bisikan Aleena. Sorot matanya menjadi datar-serius, menulis di kertas.

[Yeah. Aku akan mencari kebenarannya.]

*

Jam empat sore, di ruang tamu.

Watson menghela napas. [Itu kedua kalinya Tante memeriksa. Aku sudah membawa semua daftar barang yang Tante buat.]

"Tante sangat cemas, Dan. Kamu pergi sendiri ke New York. Tante dan Paman tidak bisa menemanimu. Kamu bisa jaga diri baik-baik? Ah, tidak bisa begini. Tante akan ikut denganmu!"

Beaufort mencubit pinggang istrinya. "Dia tidak sendiri, dia bersama temannya. Jangan memanjakan Watson, Noelle."

"Sayang, Watson masih dalam masa pertumbuhan. Aku tidak bisa membiarkan Watson tinggal seorang diri di New York. Biar aku ikut dengannya, ya?"

"Kamu ini..." Beaufort mengacak rambut frustasi. Punya istri tidak sadar umur. "Bagaimana dengan si kembar? Aku tidak bisa merawat mereka sekaligus."

"Jangan khawatir. Aku akan memanggil Mika. Dia tangkas soal pekerjaan rumah."

"Anak adikmu? Ya ampun, Noelle..."

"Boleh, ya? Ya? Ya? Kamu tidak khawatir dengan Watson? Lihat dia, terlihat rentan celaka. Aku khawatir dia tersesat bahkan sebelum sampai di New York. Atau bagamana ada penjahat yang bisa menculik Watson? Aku tidak bisa!"

"Mulai deh hiperbolis."

Kenapa kesannya aku terdengar menyedihkan? Watson tertusuk sana-sini.

Beaufort kalah. Dia mendesah. "Baiklah, kamu menang. Kamu boleh ikut menemani Watson. Aku akan mengatasi si kembar."

"Hore!" Noelle kegirangan, memeluk Watson yang berdiri dengan wajah konyol-lemas. "Kita bisa bersama-sama ke New York! Jangan khawatir, Danna, Tante kuat kok merawatmu."

Watson menulis di buku, menunjukkannya ke Beaufort. [Apa ini tidak apa, Paman?]

Beliau mengusap rambut, masygul. "Tidak apa, biarkan saja dia. Aku juga khawatir melepasmu sendiri ke sana."

Watson diam. Dia bingung harus berterimakasih atau terharu. Susah sekali untuknya berekspresi. Terlampau lama bermimik datar membuatnya lupa bagaimana cara tersenyum.

Teng Nong! Bel rumah berbunyi.

Adalah Deon.

*

Deon mengajak Watson ke rumah sakit Atelier. Cowok itu sempat bingung mengapa mereka ke situ. Siapa yang terluka? Kenapa harus mengajak Watson? Deon mau apa kemari?

"Sebelumnya aku minta maaf telah membohongimu selama ini." Deon memimpin jalan ke ruang inap. "Aku pernah bilang aku belum berkeluarga. Itu kebohongan besar."

Oh, dia membicarakan tentang Mook, ya? Aku agak kaget sih. Watson cuek. Mana mungkin pria sepertinya punya anak.

Mereka berhenti di kamar nomor 044. Deon tersenyum sedih. "Aku akan memperkenalkan istriku, Anneth Ernest."

Watson tertegun. Seorang wanita terbaring lemah di ranjang dengan penuh banyak selang di tubuhnya. Kulit putih pucat, rambut rontok, kurus sekali, susah bernapas. Mook berada di sampingnya.

"Kak Watson!" sapa Mook berlarian ke Watson, memeluk kakinya. "Kakak datang."

Wanita itu tersenyum pada Watson. "Jadi kamu Watson... Maaf kalau kamu melihatku dalam kondisi payah seperti ini..."

Watson menggeleng, mengusap-usap kepala Mook, menulis sesuatu di kertas. [Senang bertemu dengan Anda.]

Deon membisikkan yang ditulis Watson kepada istrinya. Beliau terkekeh-meringis. "Aku juga senang bertemu denganmu... Terima kasih sudah menyelamatkan Mook. Terima kasih menolong putri kami..."

Watson mengepalkan tangan, menarik Deon ke tepi ruangan, cepat-cepat bertanya di kertas. [Kenapa kamu menunjukkan ini padaku?]

"Kamu salah paham, Watson. Aku hanya ingin memperkenalkan Anneth sebelum kami pergi ke Kanada."

Eh? Kanada? Watson mengerjap.

"Setelah Mook berhasil diselamatkan, seperti keajaiban, Istriku punya peluang untuk pulih karena semangat hidupnya yang besar. Dokter menyarankan memindahkan Anneth ke luar negeri. Aku dan Mook berencana pergi ke Kanada minggu depan."

Begitu. Deon ternyata juga akan bepergian. Sherlock pemurung itu bergumam tak jelas dalam hati.

Deon memegang bahu Watson. "Tidak hanya menyelamatkan anakku, tapi kamu membuat istriku bertahan hidup. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi cara berterimakasih padamu, Watson."

Watson hanya membalas pendek dengan anggukan, tidak banyak memberi respon.

"Papa! Mama panggil nih."

"Ah, iya."

Watson bergeming di sudut kamar, memandang datar mereka bertiga. Walau sakit-sakitan, walau latarnya tak enak, mereka bertiga tampak bahagia dan harmonis. Andai di kamar itu adalah Watson dan orangtuanya...

Plak! Deon dan Mook menatap kaget. Watson menampar pipinya sendiri, lalu meringis sendiri. Sakit juga, demikian maksud wajahnya.

"Kenapa, Watson?" Sherlock pemurung itu menggeleng. "Ah, kudengar besok kamu kembali ke New York."

"Eh?" Mook cemberut. "Kak Watson mau pergi ke luar negeri?"

"Iya, Mook. Kak Watson harus terapi di sana, seperti Mama." Deon yang menjawab, menyerahkan Mook pada Anneth. "Berarti ini perpisahan."

"Mook jangan menangis... Kita akan bertemu lagi dengan Watson suatu hari nanti." Anneth mengusap kepala putrinya.

Meski berat, Mook mengangguk.

Deon mengulurkan tangan. "Terima kasih atas kerja kerasmu. Kita takkan bisa menangkap CL tanpa dirimu. Aku dan keluarga kecilku takkan berkumpul lagi tanpa kedatanganmu ke Moufrobi. Terima kasih semua kontribusimu."

Watson menerima jabatan itu.

"Kita berpisah di sini, Watson. Semoga kamu sudah bisa bicara sampai kita bertemu lagi. Sekali lagi terima kasih. Selamat tinggal."





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top