File 0.10.11 - Gloomy Detective vs Immoral Predator (1)
Ibu-ibu paruh usia memamerkan senyum kembang melihat tiang lampu pagar selesai diperbaiki. "Terima kasih, ya, Pak! Dengan begitu lampunya takkan padam lagi. Saya kasih tip deh. Pelayanan Bapak luar biasa."
"Kembali, Nyonya," kata CL tersenyum.
Ketika empunya rumah masuk ke dalam mengambil recehan, senyumnya pudar. Wajah ramahnya menjadi jijik, seakan habis melihat benda jorok. Baunya pahit. CL tidak menyukai aroma wanita dewasa.
"TUNGGU!" teriak seseorang. CL menoleh dingin. Asalnya dari remaja laki-laki mencak-mencak pada mobil yang meninggalkan kediamannya. "Aku tak pernah mengiyakan ajakanmu!"
CL terus memandangi anak tersebut. Dia kini menyumpah-serapah, menendang kerikil, menggerutu sebal. "Polisi sialan! Beraninya mengklaim secara sepihak."
Mereka bersitatap, tapi remaja itu mengalihkan pandangannya. CL langsung menyadari, bahwa remaja tersebut berbeda dari anak-anak yang dia 'mainkan' selama ini.
CL tidak suka jika targetnya langsung menyerah tanpa perlawanan. Sebaliknya, CL gemar menyiksa target yang mati-matian bertahan hidup. Ciri-ciri itu terlihat dari aura remaja di seberang.
Makanya CL menandai Watson Dan.
Dimulai dari pancingan pertama, Vio. CL menyamar menjadi salah satu wartawan yang pura-pura mengambil berita di Studio Musik Moufrobi. Dia terpekik senang Watson merespon tawanannya.
Pancingan kedua, Roxano Romaniza. CL sengaja mengentarakan bahwa dia mengincar Hellen Stern supaya estimasi Watson dijadikan target ke-200, tidak muncul di permukaan. Itu berhasil. Watson sendiri percaya kalau CL tidak pernah menargetkan dirinya.
Pancingan terakhir, Robin Poorstag, dengan bantuan mata-mata. Teman sekelas Watson, yakninya Konza Chuanlu.
"Tolong..." Kon bersujud di depan CL, tak peduli darah menetes di keningnya. "Lepaskan adikku. Hanya dia satu-satunya yang kupunya. Tolong jangan sentuh dia. Aku akan melakukan apa pun yang kamu pinta. Kumaohon lepaskan dia."
CL menyeringai, jongkok, menjambak rambut Kon. "Aku akan melepaskan adikmu jika kamu bergabung ke klub detektif Madoka," katanya melemparkan sebuah papan profil. "Berikan itu pada mereka. Lakukan dan besok adikmu bisa pulang."
Begitulah yang terjadi. CL sengaja meninggalkan kodenya, nomor loker Hellen, untuk memperdaya klub detektif Madoka. Dia menikmati keputusasaan Watson kala menjabarkan arti angka-angka itu.
Memang ada satu dua kasus menghalangi rencananya, namun tidak apa. Karena sekarang Watson Dan sudah berdiri marah di depannya.
*
Hellen berbinar-binar mendengar ocehan CL, tak menyangka akan begitu jalan ceritanya. Jadi Kon masuk sementara ke klub untuk mengarahkan mereka ke rencana CL? Menyedihkan.
"Kamu lihat, kan, bagaimana perjuanganku agar kita bisa bertemu berdua seperti ini. Aku tak peduli jika harus membunuh orang. Semuanya kulakukan untukmu!"
"JANGAN BERCANDA! Kamu tak lebih dari pedofilia brengsek! Jangan berkata seakan-akan kamu melakukan perbuatan baik. Kamu benar-benar sampah yang menjijikkan."
CL maju selangkah lagi. Matanya sama sekali tidak fokus. "Kenapa kamu memakiku? Harusnya kamu memuji perjuanganku, Watson. Aku membunuh orang supaya lebih dekat denganmu."
"Kamu menculik, menyetubuhi anak-anak tak berdosa, tidak hanya satu tetapi PULUHAN. Menyiksa sampai trauma, lantas memperkosa mayat mereka. Tindakan nekrofili bejat. Kamu sangat pantas dihukum mati." Watson berkata dengan intonasi marah nan kental.
"Aku sudah siap mati, jadi kamu tak perlu mengkhawatirkanku. Aku hanya perlu mewujudkan keinginan terakhirku."
Watson tersentak, cekatan mendorong Hellen. CL berlari ke arahnya, mencengkeram lehernya kemudian menjatuhkan Watson ke lantai.
Seiring mereka bergulat di lantai, retak di bangunan bertambah. Ibarat kapal di tengah-tengah tebing. Sedikit perbedaan massa akan menentukan nasib kapal.
CL mengunci kedua tangan Watson dengan satu tangan, tertawa puas. Tangan satunya mengeluarkan belati, menyingkap seragam sekolah Watson.
"LEPASKAN AKU, BAJINGAN!"
"Sangat halus," gumam CL terkikik. Watson merinding merasakan jemari CL menyentuh perutnya. "Kamu pasti pandai merawat tubuh. Bagaimana jadinya ya kalau kuukir namaku di kulit mulus begini? Pasti sangat indah."
CL mengangkat pisaunya, menyeringai lebar. Watson menelan ludah. "T-tunggu... Apa yang mau kamu lakukan? Hen—"
Tanpa belas kasih, CL menggores kulit Watson. Goresannya semakin dalam, membuat lengkung huruf C. Darah merembes.
"AKHHH!!!!"
"HAHAHAHA! ITU YANG KUINGINKAN, WATSON! TERIAKANMU YANG MERDU! TERUSLAH BERTERIAK!" CL terbahak-bahak, membentuk huruf selanjutnya. Darah perlahan mulai tergenang.
Hellen bangkit dengan lutut bergoyang, mengambil paralon tua. Dia tak bisa diam saja. "LEPASKAN TEMANKU, BEDEBAH GILA!"
CL mudahnya menyambut ayunan paralon, melemparnya sekuat tenaga. Hellen terjerembab ke bangku-bangku.
"Hentikan..."
"HAHAHA! Jangan lemas secepat itu, Watson. Ini baru huruf kedua. Tahan, ya?" CL kembali menusuk. Darah mencoret ke pipinya. "Ah, sepertinya tusukanku terlalu dalam deh. Kamu baik-baik saja, Nak?"
Watson tidak berteriak lagi, digantikan muntah darah. Organ vitalnya ditikam.
"Diammu kuanggap iya. Nah, selanjutnya huruf L. Tahan sebentar. Ini akan sakit." CL belum berhenti, siap-siap melukis huruf.
"TUNGGU!" Hellen berseru. Pergerakan CL terhenti sesaat. "P-paling tidak, biarkan kami melihat anak-anak yang kamu culik... Watson menginginkan itu."
Mata kosong CL mengerjap, tersenyum. "Wah! Idemu boleh juga!"
CL menarik lengan Watson dan rambut Hellen, menggeret mereka berdua layaknya koper, berjalan santai seraya bersenandung menuju ruangan belakang.
Setibanya, CL melepaskan Watson dan Hellen, melempar mereka ke kamar gelap gulita. Melambaikan tangan. "Kalian bisa melihat anak-anak itu kok," katanya tersenyum kosong. Menutup pintu.
Hening sesaat.
"Watson, kamu baik-baik saja? Maaf aku tak bisa apa-apa. Aku hanya mengulur..." Ucapan Hellen terhenti sebab Watson membekap mulutnya.
Watson menahan ringisannya, menekan pendarahan di perut. "Jangan teriak."
"Ke-kenapa?"
"Pejamkan matamu," kata Watson ambigu. Suaranya datar. Tampaknya dia tahu sesuatu. "Buka mata hanya ketika aku minta. Aku akan mencari sakelar lampu."
"Katakan. Apa yang kamu tahu?"
"Kamar ini luas. Aku tak bisa mendengar gema suara kita. Berarti, ada yang menutup aliran udara hingga akses lantunan bunyi terganggu." Watson meraba-raba dinding, berhasil menemukan saklar. "Kamu sudah tutup matamu?"
Hellen mengangguk—walau Watson tidak dapat melihatnya. "Kamu juga, kan?"
"Iya." Watson memegang kotak sakelar. "Buka begitu kusuruh, oke? Aku akan menghidupkan lampunya."
Hellen menelan ludah gugup.
"Dengar, kita tidak dapat melihat dengan jelas jika sekeliling mendadak terang. Kita harus membiarkan mata kita terbiasa dengan cahaya dulu."
"Aku paham, Watson."
Klik, Watson menekan tombol sakelar. Lamat-lamat terdengar suara nyala lampu. Kamar gelap tersebut perlahan namun pasti beranjak terang.
"Sekarang boleh buka mata?"
Watson berdeham sebagai jawaban. Mereka berdua mengerjap, menyesuaikan penerangan.
Sesuai perkataan Watson, yang pertama mereka lihat bungkus hitam tergantung. Mengerjap lagi, bungkus-bungkus itu makin tampak banyak. Mengerjap ketiga kalinya, ratusan bungkus hitam tergantung di langit-langit.
"Tes! Tes! Apa ini masuk?" Suara CL berkumandang di speaker. "Ah, kalian sudah melihatnya!"
Hellen terduduk. Watson mematung. Matanya melihat mainan gantung tas Monarz Gift di salah satu bungkus hitam.
"Kalian bertanya bagaimana keadaan anak-anak yang kuculik?"
Hellen berbinar-binar, menutup mulut.
"TENTU SAJA AKU SUDAH MEMBUNUH MEREKA SEMUA!" sambung CL bersama meledaknya tawa puas.
"KYAAAAAA!!!!"
Ada banyak mayat menggantung di kamar seperti ajang pameran mayat. Seluruh korban culik CL dinyatakan tewas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top