Vers 0.6 -- Impossible I'm Possible

Atmosfer tegang terasa lebih kuat dengan cengkeraman tangan Willem pada Frances, seperti belenggu yang mencekik napasnya. Frances, meskipun terlihat kesulitan, tetap tegar, menahan rasa sakit yang menyeruak dari cengkeraman itu. Dia tidak melawan, hanya melakukan sedikit perlindungan dengan tangannya.

Willem, dengan napas terengah-engah akibat kemarahan, memperhatikan Frances dengan mata yang berbinar penuh amarah. Namun, Frances tetap bungkam, kebisuannya menjadi senjata yang tidak terduga, memperkuat kesan misteriusnya.

Sementara itu, Vesta dan Thomas bergegas ke tengah-tengah pertarungan, Vesta dengan langkah cepat menarik Frances menjauh dari cengkeraman Willem yang mematikan, rambut hitamnya berkibar liar saat dia bergerak dengan cepat dan penuh tekad. Di sisi lain, Thomas menjangkau Willem, mencoba meredakan amarahnya sebelum itu meledak menjadi ledakan yang tak terkendali.

Ketika mereka akhirnya berhasil memisahkan Frances dari Willem, Vesta memandang tajam ke arah temannya yang terengah-engah, matanya mencari jawaban di balik keheningan yang mencekam. "Frances, kau ... juga seorang 'player'?" tanya Vesta, suaranya dipenuhi dengan campuran kekhawatiran dan ketakutan.

Frances terdiam sejenak, membiarkan kata-kata itu menggantung di udara, wajahnya mencerminkan pertarungan batin yang dalam. Akhirnya, dengan suara yang rendah namun penuh tekanan, dia mengakui, "Dengarlah, Vesta. Aku mungkin salah satu 'player' yang terlama di antara kita. Sudah sejak tahun pertama, aku tidak bisa lagi kembali ke masa depan."

Mata Vesta melebar, menangkap pentingnya pengakuan itu. "Jadi, kau juga termasuk di antara kami?" tanyanya, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengarnya.

Frances mengangguk pelan, wajahnya tertekan oleh beban masa lalu yang mungkin tidak pernah dia bagikan dengan siapapun sebelumnya. "Ya, asal kau tahu, kami yang berada di asrama prestasi, kebanyakan dari kami adalah 'player'," katanya dengan nada pahit. "Tapi sekarang, tidak ada yang bisa kembali. Tidak ada yang tersisa termasuk kita, terperangkap dalam waktu yang terjebak, tanpa harapan."

Vesta mengepalkan tangannya, matanya menyipit tajam dalam upaya mencerna segala informasi yang baru saja diungkapkan oleh Frances. Tersirat di balik keraguan yang mendalam, ada kebutuhan yang mendesak untuk memahami dan memilah kebenaran dari kebohongan.

Tapi baginya, kepercayaan pada orang di sekelilingnya telah terhempas oleh pertarungan antara Willem yang mendominasi dan Frances yang tampaknya terlalu lihai dalam menyembunyikan sesuatu. Maka, Vesta sadar, saat ini dia harus menggenggam teguh pendiriannya sendiri.

Dalam keheningan yang tegang, pikiran Vesta terbang ke kemungkinan-kemungkinan yang ada, bermain-main dengan ide-ide tentang kemungkinan memiliki keterampilan mind reader, yang mana dia tidak ambil saat pemilihan tadi. Bayangkan jika dia bisa membaca pikiran orang lain dengan mudah, mengetahui setiap kebenaran yang tersembunyi. Namun, dia cepat menyadari bahwa kekuatan semacam itu juga membawa beban dan tantangan sendiri.

"Lalu, apa kau tahu alasan di balik semua ini?" Vesta bertanya dengan hati-hati, suaranya bergetar sedikit oleh ketegangan yang melingkupi mereka.

Frances hanya menggeleng, wajahnya mencerminkan keputusasaan atas keadaan yang sulit ini. Tidak lama kemudian, Willem yang telah agak mereda kemarahannya mendekati mereka, diikuti oleh Thomas yang berdiri di belakangnya.

"Willem, Frances sudah mengakui semuanya. Dia bagian dari kita," ucap Vesta dengan mantap, berusaha membawa kedamaian ke dalam kekacauan yang terjadi.

"Bagian dari kita? Bagaimana kau bisa percaya padanya setelah tingkah konyolnya yang tak berujung?" Willem memotong dengan nada tajam, mengabaikan perasaan Vesta seolah itu tak berarti.

Vesta menarik napas dalam-dalam, menekan dorongan untuk menanggapi dengan keras. Dia tahu dia harus menjaga rahasia tentang kemampuannya, tidak ingin menarik perhatian Willem yang mungkin saja berujung pada kekerasan. Sementara itu, dia sendiri tidak memiliki gambaran tentang keterampilan apa yang dimiliki oleh Willem, membuatnya semakin merasa rentan di tengah pertarungan ini.

"Biarkan saja, Willem tidak akan menyakiti Frances," ujar Thomas tiba-tiba seraya mendekat ke arah Vesta. Langkahnya terasa santai meski atmosfer yang tegang masih melingkupi mereka.

Vesta memandang Thomas dengan pandangan campuran antara harapan dan kebingungan. "Kau tahu dari mana?" tanyanya dengan nada ragu, mencoba mencerna informasi baru yang datang begitu saja.

"Bicaralah padaku, kau dari sistem yang mana?" potong Willem tajam pada Frances, menghentikan percakapan sebelum Vesta bisa mendapatkan jawaban dari Thomas.

Frances, meski berdiri di antara kalimat intimidasi Willem, tetap tenang, wajahnya tidak berkedut meskipun tekanan semakin terasa. "Bagian itu, sudah tidak penting. Sekarang lebih baik kita mencari Catas Monitor milik Vesta," katanya dengan suara tenang, mencoba mengalihkan perhatian dari pertikaian yang sedang terjadi.

"Tidak penting? Jika kau sudah lama menjadi 'player', kau pasti paham apa yang aku lakukan, kan?" Suara Willem berdesis rendah, tapi Vesta dengan jelas mendengarnya.

Tepat pada saat itulah, kemampuan Super Hearing milik Vesta terbukti berguna. Dengan telinga yang tajam, dia bisa merasakan setiap getaran suara dengan kejelasan yang luar biasa, bahkan pada level desibel terendah sekalipun. Tetapi, dia juga sadar akan risiko menggunakan kemampuan ini secara berlebihan, yang mungkin berujung pada cedera telinga yang serius.

"Aku paham, tetapi kita tetap harus membantu Vesta," kata Frances dengan mantap, matanya berkilat tanda keyakinan kuat yang tertanam di dalamnya. Dia melirik ke arah Vesta yang masih mengernyitkan dahinya.

Willem pun ikut menoleh, matanya menyiratkan ketegasan yang membuat udara seolah membeku. "Baiklah, urusan kita belum selesai!" ucapnya sambil meninggalkan Frances sendirian, langkah kakinya terhentak dengan keras menuju Vesta. "Ayo, lanjutkan pencarian Catas Monitor-mu," ajaknya, suaranya membawa desakan yang meyakinkan.

Tengah malam telah berlalu, dan keempat lelaki itu akhirnya tiba di depan gedung program studi kimia murni yang sepi. Cahaya remang-remang menyelimuti tempat tersebut, menambah suasana yang mencekam. Kini, Vesta baru menyadari, alasan dibalik jasad Alecia yng tiba-tiba menghilang. Hatinya berdegup kencang dalam ketidakpastian, menyadari betapa gelapnya situasi yang mereka hadapi.

"Tubuh Alecia lenyap, mungkin ada seorang 'player' dengan skill janitor," gumam Vesta, pikirannya mulai mengelaborasi kemungkinan-kemungkinan yang ada. "Aku baru sadar akan situasinya. Baiklah, akan aku anggap semua orang di sini memiliki kekuatan super."

Vesta mengedarkan pandangannya, mencoba menilai siapa yang mungkin menjadi ancaman. Tatapan matanya akhirnya berhenti di arah Thomas. Dia melihat Thomas mengangguk-angguk, matanya berbinar seakan menyimpan sebuah rahasia. Vesta merasakan kehati-hatian mendalam di dalam dirinya, menyadari bahwa Thomas kemungkinan besar memiliki keterampilan yang tidak biasa. Dia harus tetap waspada.

Tiba-tiba, suara 'ting!' membuyarkan lamunannya. Vesta menoleh dengan cepat, hanya untuk melihat hologram biru muncul di kejauhan, jauh dari posisi biasanya. Matanya membelalak kaget.

"Lihat itu!" seru Vesta, suaranya terbawa angin malam yang gelap.

Frances, Willem, dan Thomas bergegas menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh Vesta, wajah mereka mencerminkan keheranan yang sama. Mereka tidak bisa mempercayai apa yang mereka lihat, tapi kenyataan hologram biru itu adalah nyata. Mereka saling pandang, pertukaran tatapan yang penuh pertanyaan dan ketidakpercayaan, seolah-olah mereka telah terjun ke dalam dunia yang sama sekali baru.

[Congratulation! The final game of Catastrophizing will start. all participants are complete.]

[Data! Team: 50, Final boss: 1, Victory: 1 team]

Suara hologram biru bergema di langit Oxfard Normal University, menciptakan dentuman yang menggetarkan udara malam. Seiring dengan itu, Vesta melihat kerumunan orang keluar dari asrama mereka, bergerak dalam serombongan yang tergesa-gesa.

Tatapan Vesta melintas di antara wajah-wajah yang dipenuhi kebingungan dan kepanikan, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di dalam kekacauan ini. Baru saja dia merasa yakin tentang satu situasi, sekarang situasi baru yang tak dikenal telah muncul, menjatuhkan dirinya ke dalam kekacauan yang lebih dalam.

"Willem, apa arti semua ini?" desak Vesta dengan suara yang gemetar, kepanikannya mulai merayap ke permukaan.

"Inilah saatnya," jawab Willem dengan tegas, tangannya menggenggam erat, wajahnya dipenuhi dengan ketegangan yang mengintimidasi. "Ayo, cepat!" Tanpa menunggu lebih lama, Willem bergerak menuju gedung program studi kimia murni dengan langkah tegap dan mantap.

"Vesta, cepatlah!" Frances bergabung dalam loncatan Willem, tubuhnya meluncur menuju arah gedung tersebut dengan cepat.

Dorongan panik membuat Vesta merasa tidak bisa tinggal diam. Dengan langkah tergesa-gesa, dia bergabung dengan rekan-rekannya yang sedang berlari. Namun, kebingungan masih terpatri di wajahnya, memancar dari matanya yang penuh pertanyaan.

"Kemana kita akan pergi?" tanya Vesta, mencoba menangkap sedikit kejelasan di tengah kekacauan.

"Tentu saja kita akan mencari Catas Monitor milikmu, bodoh! Aku yakin setiap tim memiliki satu Catas Monitor aktif, dan tim kita, Catas Monitor milikmu yang masih aktif," Willem menjelaskan sambil terus melaju dengan langkah yang mantap.

"T-tapi, kita harus mencari di mana?" kebingungan Vesta semakin terlihat, menyebabkan Willem semakin frustrasi.

"Sudahlah, ikuti saja aku! William akan menunjukkan arah dari baunya," kata Willem, suaranya mencerminkan ketegangan yang mendalam. Sesekali, dia menoleh ke belakang, memastikan bahwa seluruh tim Catastrovesta mengikuti dengan mantap.

Vesta mencoba untuk bertanya lebih lanjut, "B-bagaimana bis—,"

"Sekali lagi kau bertanya, akan kupenggal kepalamu!" potong Willem tajam. "Sudah ikuti saja terlebih dahulu."

Mendengar hal itu, diam-diam, Vesta membungkam mulutnya, merenung tentang apa yang baru saja terjadi. Di sampingnya, dia bisa merasakan Thomas yang menertawainya, membuat kekacauan di sekitarnya terasa semakin nyata.

[Alert! First quest: defeat the entire team. Time: 5 months

Reward: Freedom, and continue the mission

Pinalty: Death

Quest: Begin]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top