Vers 0.4 -- Binary Fission

Frances membuka pintu kamarnya, dia membawa handuk yang tersampai di bahunya serta peralatan mandi tersimpan di sebuah gayung yang ada di genggamannya. Matanya mengernyit, menebak-nebak hal ajaib apa lagi yang akan dilakukan oleh Vesta. Sedangkan, lelaki yang semula berteriak memanggil nama Frances itu terlihat terengah-engah.

Vesta menggeleng dengan cepat, dia meminta maaf sekali lagi pada Frances sebelum kehebohannya dimulai kembali. Vesta segera menutup pintu kamarnya, dan tanpa bilang apa-apa langsung menarik tangan Frances dengan keras, sampai lelaki itu hendak tersungkur.

"Tiga lagi ... tiga lagi ...," gumam Vesta seraya jalan terburu-buru.

Frances yang merasa tidak nyaman itu pun memaksa Vesta untuk melepaskan genggaman tangannya. "Apa maksudnya ini, ada apa, Vesta? Kau benar-benar bertingkah aneh." Dia berhenti berjalan dan menarik tangan dengan paksa.

"Tolong aku, Frances, tolong aku." Vesta berbalik dan menggosok kedua telapak tangannya untuk meminta permohonan.

"Iya tolong apa? Kau sangat berbeda, ada apa denganmu?" tanya Frances. "Selama aku mengenalmu aku tahu persis kau adalah orang yang santai, tidak banyak bicara, bahkan ketika ada masalah apa pun poker face adalah raut wajahmu. Bukan seperti ini, Vesta."

Mendengar hal itu Vesta langsung terdiam. Dia kembali bertanya-tanya apakah ini tubuh seseorang yang berbeda, tetapi dengan nama dan bentuk fisik sama dengannya?

"Bantu aku, Frances. Aku mendapatkan sebuah ...," Belum selesai Vesta menyelesaikan kalimat tersebut, hologram biru langsung muncul di hadapannya dengan kelap kelip warna merah.

[Attention! Side quests are prohibited from leaking. Leaking side quests = failing the mission]

"Mendapatkan apa?" tanya Frances kemudian, tangannya membetulkan handuk yang hampir terjatuh di pundaknya.

"Tidak. Hanya saja ... bantu aku, ya?" pinta Vesta masih belum mendapatkan alasan yang lebih logis.

"Aku bahkan tidak tahu apa permintaan pertolongan kamu, bagaimana bisa aku membantumu?" Frances mengedarkan padangan, dia melihat ke arah sebuah lorong yang penuh dengan kabut berasal dari kepulan air panas. "Aku mandi terlebih dahulu, kau tidak mandi?"

"T-tunggu! Sebentar saja." Vesta kembali menahan tangan Frances yang semula sudah melangkahkan kakinya. "Profesor Xander, beliau menyuruhku untuk datang ke ruangannya. Aku takut kalau pergi ke sana sendirian. Kau bantu temani aku, ya?" Kini, mata Vesta berbinar.

"Ah! Apa sulitnya itu? Profesor Xander bukannya dosen pembimbing skripsimu?"

Pertanyaan yang muncul dari Frances selalu membuat Vesta merasa bodoh. Dia benar-benar tidak ingat sedikit pun terkait hal tersebut. Jelas saja, dia baru sampai dari masa depan.

"Baiklah, lagi pula aku tidak ada kegiatan juga. Aku bisa mengantarmu." Frances menyetujui ajakan Vesta.

Mendengar hal tersebut, Vesta langsung menjulurkan tangannya untuk melakukan 'deal' dengan Frances. Awalnya si lelaki yang mau mandi itu kembali terheran-heran, tetapi dia sudah tidak tahu lagi kalau itu adalah keluar dari karakter seorang 'Vesta' yang telah dia lama kenal.

[Alert! Side quest: invite friends (1/4), time: 50 minutes, if you fail you will die]

Vesta sedikit lega, karena dia akhirnya mendapatkan satu teman untuk pergi ke ruangan Profesor Xander. Dia belum menemukan ide terkait pengakuan tujuan asli dia akan pergi ke ruangan dosennya tersebut. Pikirnya, yang terpenting saat ini adalah bisa mengumpulkan tiga orang lainnya.

"Frances, sepertinya aku perlu mengajak tiga orang lagi untuk pergi ke sana." Vesta mengikuti langkah Frances menuju kamar mandi. Padahal dia tidak membawa peralatannya.

"Untuk apa? Bersamaku saja sudah cukup. Kau mau pergi ke ruangan Profesor Xander untuk berdemo?" tanya Frances. Langkahnya terhenti ketika sampai di depan pintu yang bergambarkan simbol 'men'.

"Tidak juga. Tapi, aku benar-benar membutuhkannya. Ayolah bantu aku." Vesta bahkan ikut masuk ke ruang kamar mandi tersebut.

Sesampainya di dalam, Vesta bergidik. Dia benar-benar kaget dengan pemandangan yang sedang dilihatnya. Kamar mandi sedang ramai dengan orang-orang yang mandi. Sekiranya ada setengah lusin yang mandi di sana. Benar, Vesta bisa melihat dengan jelas orang-orang tanpa busana yang diguyur air hangat dari kepala sampai kaki tersebut.

Mata Vesta kembali terbelalak ketika melihat Frances membuka seluruh pakaiannya tepat di hadapannya. "Kau, g-gila?" tanya Vesta spontan.

"Gila? Bukankah kau yang menggila sejak siang tadi? Lagi pula, kau tidak memiliki teman banyak untuk di ajak menghadap ke ruang Profesor Xander." Setelah membuka seluruh pakaian, Frances menggantungnya di gantungan pakaian kemudian dia pergi meninggalkan Vesta sendirian dengan pikirannya.

Vesta jelas tidak akan mengikuti Frances ke sekumpulan orang tanpa busana dan mandi dibawah pancuran air. Dia pun melangkah ke luar kamar mandi. Pikirannya masih berkutat mencoba memikirkan siapa lagi yang perlu dia ajak. Sejauh ini, dia hanya mengenali Frances, dan ... Alecia yang sudah mati.

Ketika mengingat hal itu, Vesta langsung teringat. Bagaimana kondisi jasad Alecia di depan lobi gendung. Tanpa pikir panjang, Vesta pun pergi keluar asrama. Dia berjalan dengan cepat menuju tempat kejadian perkara. Jantungnya berdegup kencang, dia masih penasaran apakah kematian Alecia ada hubungannya dengan dia dan hologram biru?

Namun, saat Vesta sampai di tempat kejadian perkara, kebingungannya semakin melanda. Vesta sama sekali tidak melihat tubuh Alecia di mana pun, bahkan bekasnya saja tidak ada. Darah yang muncrat ke mana-mana pun turut menghilang. Lagi-lagi hanya keanehan hakiki yang bisa dirasakan oleh Vesta.

Vesta terdiam dan berpikir sejenak, "Aku pernah membaca terkait fenomena glitch in the matrix, apakah ini salah satu bukti adanya glitch in the matrix?"

Berdasarakan yang Vesta ketahui, glitch in the matrix adalah fenomena di mana seseorang mengalami suatu pengalaman yang aneh dan tidak masuk akal. Fenomena tersebut juga menjadi bukti kuat para teori konspirasi untuk menunjukkan sebagai tanda bahwa setiap makhluk hidup dalam sebuah simulasi sistem. Setidaknya, itu adalah hasil dari bacaan Vesta.

Namun, mengapa fenomena tersebut dialami oleh Vesta begitu sering dalam kurun waktu beberapa jam saja? Itulah yang sekarang menjadi tonggak pikiran Vesta.

"Aku akan ikut membantu kamu." Tiba-tiba terdengar suara dari seseorang yang kemunculannya sama sekali tidak disadari oleh Vesta.

Vesta menoleh. Dia mendapati seorang lelaki seusianya, mengenakan almamater yang sama dengan dirinya. Lelaki tersebut memiliki luka goresan yang cukup panjang dari kening tengah, melewati mata, sampai ke daerah tulang pipi kiri. Tingginya sama dengan Vesta, tetapi kulitnya putih pucat. Lelaki itu menjulurkan tangannya untuk melakukan perjanjian.

"K-kau siapa?" tanya Vesta, dia tidak langsung membalas salamnya.

"Ah, kau perlu tahu namaku ternyata." Dari perkataannya terdengar antusiasnya menurun, lelaki itu menurunkan jabatan tangannya yang menggantung. "Aku Willem. Willem Harrison."

"Harrison? Mengapa nama keluargamu sama denganku?" tanya Vesta.

"Apakah itu menjadi masalah besar dan sangat penting untukmu?" Lelaki yang bernama Willem itu kembali menjulurkan tangannya. "Jika tidak ingin kubantu, aku akan pergi."

Vesta dengan sigap langsung meraih tangan tersebut. Mereka bersalaman tertanda setuju untuk bergabung ke misi Vesta.

[Alert! Side quest: invite friends (3/4), time: 30 minutes, if you fail you will die]

"Hah? Tiga per empat?" gumam Vesta secara perlahan, tetapi ternyata masih terdengar oleh Willem.

"Mungkin aku terhitung dua orang."

Tidak lama setelah Willem mengatakan demikian. Vesta melihat tubuh Willem sedikit bergetar, suhu yang ada di sekitar Vesta pun berubah menjadi sangat dingin. Saat Vesta memfokuskan pada seorang yang semula berdiri kurang lebih satu meter di hadapannya itu, hal yang mengejutkan terjadi.

Leher Willem terkoyak sepanjang dua pulun sentimeter sampai ke pundak. Luka nya berdenyut dengan robekan kulit dan daging yang penuh dengan darah. Se per sekian detik kemudian, muncullah segumpal daging berbentuk bulat yang tidak Vesta sadari sejak kapan gumpalan tersebut sudah berubah menjadi kepala.

Melihat pemandangan mengerikan tersebut, Vesta terbelalak. Matanya memelotot dengan mulut menganga. Hal ini sama persis seperti ketika Vesta melihat jasad Alecia yang tercerai-berai. Tidak, ini tidak sama karena lima detik kemudian Vesta pingsan.

Kepala Vesta sangat pusing, bahkan dia merasakan tubuhnya seolah-olah sedang menaiki komedi putar berkecepatan penuh. Hingga mata Vesta pun terpejam rapat, dia tidak bisa membuka mata saking pusingnya.

Astaga, tidak bisakah aku fokus menyelesaikan skripsiku saja dengan tenang?

Cukup lama, sampai akhirnya Vesta pun bisa mengendalikan diri dan membuka matanya. Posisi Vesta kini terbaring di sebuah kasur, tetapi ini bukan kasur yang sama dengan miliknya. Vesta belum mengetahuinya, tetapi ketika dia membuka mata terdapat empat sosok yang berdiri mengobrol memunggunginya.

"Akhirnya kau siuman." Frances yang menyadar Vesta sudah bangun pun segera menghampirinya. "Bagaimana bisa kau bisa pingsan di depan gedung program studi, dasar bodoh?"

Tidak ada jawaban dari Vesta.

"Sesuai yang kuceritakan tadi. Aku melihat dia seperti melihat hantu, kemudian pingsan," ujar seseorang yang tidak lain dan tidak bukan adalah Willem.

Vesta yang melihat Willem pun sedikit ketakutan. Matanya langsung melotot seolah-olah kaget. "Di mana ini?" tanya Vesta.

"Di kamarku dan kembaranku," ucap Willem, seraya menunjuk ke arah satu orang lagi yang wujudnya sama persis dengan dirinya.

Vesta jelas tahu siapa sosok yang disebut sebagai 'kembaran' itu oleh Willem. Itu adalah hantu yang Vesta lihat sehingga membuat dirinya pingsan. Tidak, Willem adalah hantunya.

[Congratulation! You have leveled up]

[Alert! Side quest: invite friends (5/5), time remaining: 1 minute, status: completed]

[Data! Player 1: Vesta001, Player 2: Frances010, Player 3: Willem100, Player 4: William101, Player 5: Thomas011, Name team: Catastrovesta]

Hologram biru kini menyatu dengan orang-orang yang ada di hadapan Vesta. Dia bisa melihat detak jantung Frances dari data yang disajikan oleh hologram biru. Dia juga bisa melihat kesehatan Willem dari data yang disajikan oleh hologram biru. Namun, semua itu seolah-olah hanya Vesta yang tahu. Sedangkan, keempat orang lainnya hanya berdiri tegak di hadapan Vesta sambil tersenyum.

"Jadi, kenapa kau meminta kami untuk membantumu menghadap ke Profesor Xander?" tanya Frances kemudian. "Ya, aku mengajak Thomas sebagai tambahan, karena kau ternyata sudah mengajak Willem dan William."

"Sebentar. Apakah kalian mengenali aku? Siapa aku sebenarnya?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top