CHAPTER 7
Title: BIGHIT BLOODY STREET
Cast: Kim Namjoon, Kim Seokjin, Min Yoongi, Jung Hoseok, Park Jimin, Kim Taehyung, Jeon Jungkook, Choi Soobin, Choi Yeonjun, Choi Beomgyu, Kang Taehyun, Huening Kai
Lenght: Chapter Part
Rating: 15+
Author: Tae-V
.
CHAPTER 7
.
JUNGKOOK POV – JANUARI 2019
"Uh? Kau..." sahutku dengan nada terkejut. Pria itu juga sepertinya agak terkejut ketika melihat keberadaanku.
Pria itu memiringkan kepalanya, seolah berusaha mengenaliku.
"Taehyung-sshi..." sahutku pelan. "Aku Jungkook, sahabat Jimin hyeong, tetanggamu..."
"Aaaah... Majjayo.." sahutnya sambil menganggukan kepalanya pelan. "Pantas saja sepertinya wajahmu tidak asing."
"Hmmm..." Aku berusaha mengajaknya bicara, padahal aku rasanya ingin segera kabur dari sana. Entah mengapa, setiap menatap wajah Taehyung hyeong, aku merasakan ada hawa – hawa yang aneh.
Auranya... Mengerikan.
"Kau... Sedang apa malam – malam begini duduk disini sendirian?" tanyaku.
Taehyung hyeong menatapku dengan tatapan tajamnya sejenak, lalu ia menjawab, "Aku suka udara di malam hari. Semakin larut malam, suasananya semakin tenang. Aku suka dengan ketenangan."
"Aaaaahhh..." Hanya itu yang keluar dari mulutku.
"Kau sendiri? Mengapa selarut ini kau berjalan sendirian?"
Aku terkejut. Tidak menyangka Taehyung hyeong akan menanyaiku. Kupikir, ia terlalu dingin dan tidak berniat mengajakku bicara.
"Ah.. Aku sedang dalam perjalanan menuju rumah Jimin hyeong." sahutku.
"Selarut ini?" tanyanya,
Aku menganggukan kepalaku. "Ada hal yang membuatku harus segera menghampiri rumah Jimin hyeong malam ini.."
Taehyung hyeong menganggukan pelan kepalanya, lalu berkata, "Hati – hati. Ini sudah terlalu larut. Kau kan terhitung belum lama tinggal disini. Aku hanya ingin mengingatkan saja, daerah ini agak menyeramkan dan berbahaya di malam hari."
Aku terkejut untuk kesekian kalinya. Aku tidak menyangka, ucapan sepanjang itu bisa keluar dari mulut seorang Kim Taehyung, yang bahkan menurut Jimin hyeong saja orang ini tergolong dingin dan pendiam.
"Ah.. Ne, araseo... Hyeong?" sahutku dengan agak canggung. "Bolehkah aku memanggilmu hyeong?"
Taehyung hyeong menganggukan kepalanya. "Senyamanmu saja." sahutnya dengan gaya yang dingin, namun entah mengapa bagiku saat itu ia terlihat sedikit hangat. Sedikit.. Manusiawi?
"Gumawo, hyeong... Hehehe~" Tanpa sadar aku tersenyum. Ini pertama kalinya kurasa, aku merasa tidak canggung berada di dekat Taehyung hyeong. "Kalau begitu, aku pamit ya, hyeong. Aku harus segera ke rumah Jimin hyeong, ia sudah menungguku."
Taehyung hyeong menganggukan kepalanya.
Aku berjalan beberapa langkah, lalu aku berhenti sejenak dan menoleh ke arah tempat Taehyung hyeong tengah terduduk.
"Kau juga hati – hati ya, hyeong! Ini sudah terlalu malam, segeralah kembali ke rumahmu!" teriakku sambil melambaikan tangan.
Aku bisa melihat dari kejauhan, Taehyung hyeong menganggukan kepalanya.
Aku kemudian melanjutkan langkahku menuju rumah Jimin hyeong.
.
.
.
AUTHOR POV – JANUARI 2019
Setelah Jungkook tiba di rumah Jimin, ia segera diajak Jimin masuk ke dalam kamar Jimin agar kedua orang tua Jimin tidak terbangun.
"Jinjja? Kim Taehyung?"
Jimin terkejut ketika Jungkook menceritakan siapa yang ditemuinya dalam perjalanan menuju rumah Jimin tadi.
Jungkook menganggukan kepalanya. "Ia bahkan mengajakku bicara... Dan..."
Jungkook terdiam sejenak, terlihat sedang berpikir, lalu melanjutkan ucapannya, "Ia terlihat sedikit lebih ramah dari biasanya. Ia bahkan mengingatkanku agar tidak berkeliaran malam – malam karena daerah ini agak berbahaya."
Jimin semakin terbelalak. "Ia mengatakan hal itu kepadamu?"
Jungkook menganggukan kepalanya.
"Aneh... Setahuku, sejak kejadian itu, ia berubah menjadi sangat dingin, cuek, dan pendiam. Ia hanya bersikap sedikit ramah terhadapku karena dulu aku sangat dekat dengannya." sahut Jimin.
"Apa karena ia tahu aku sahabatmu? Makanya ia juga bersikap sedikit ramah terhadapku?" tanya Jungkook.
Jimin menganggukan kepalanya. "Bisa jadi..."
"Ah! Aku baru ingat tujuanku sebenarnya datang kesini!" sahut Jungkook tiba – tiba.
Jungkook pun mulai memarahi Jimin karena kesal atas penampakan yang mengganggunya tadi di dalam kamar.
.
.
.
Jarum jam di dinding kamar Jin menunjukkan pukul 02.45 AM.
TUK~ TUK~ TUK~
Terdengar suara seperti sebuah jari telunjuk yang tengah mengetuk meja yang ada di dalam kamar Jin.
TUK~ TUK~ TUK~
Bunyi itu semakin keras, membuat Jin terbangun dari tidurnya malam itu.
Perasaan Jin langsung saja tidak enak.
"Apa lagi kali ini, yaishhh!" gerutu Jin. Jin nyaris menangis ketika melihat ke arah meja di kamarnya itu, asal suara itu terdengar.
TUK~ TUK~ TUK~
Sesosok pria muda, mungkin berusia sekitar 23 tahunan, tengah terduduk tepat di lantai disamping meja itu.
Jari telunjuknya terus mengetuk meja itu, sementara tatapannya menatap tajam ke arah Jin.
Apakah itu manusia?
Tentu saja bukan!
Karena wajah pria muda itu dipenuhi luka memar. Keningnya yang nyaris hancur itu mengeluarkan banyak darah. Sepertinya kening pria muda itu dipukul oleh benda keras, seperti palu besi atau semacamnya.
Kedua bola matanya juga dipenuhi cairan kemerahan, sepertinya darah membasahi kedua bola matanya.
Sekujur tubuhnya pun dipenuhi luka memar dan luka sayatan yang mengerikan.
Dan Jin refleks melihat ke arah kakinya. Ke arah telapak kaki kanan pria muda itu.
Sesuai dugaannya. Telapak kaki kanannya hanya memiliki empat jari. Jari kelingkingnya hilang, seperti sosok – sosok mengerikan lainnya yang mengganggunya selama ini.
"Sampai kapan kalian akan terus menggangguku, yaishhhh! Aku ingin bisa tidur nyenyak seperti manusia pada umumnya!" Kali ini Jin berteriak sambil mengeluarkan air mata.
Semua rasa takut dan kesal yang sudah lama menumpuk di dalam hatinya membuatnya kehilangan kontrol malam itu. Jin tiba – tiba kehilangan rasa takutnya. Ia justru memarahi sosok penampakan di hadapannya itu saking kesalnya.
Namun sosok itu terus saja menatap ke arah Jin sambil mengetuk jari telunjuknya di meja.
TUK~ TUK~ TUK~ TUK~
Membuat Jin semakin kesal mendengar suara ketukan itu di dalam kamarnya.
"Kumohon, jangan pernah mendatangiku lagi! Aku bahkan tidak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk kalian, imma!" Jin terus berteriak sambil menangis di atas kasurnya.
TOK! TOK! TOK!
Untung saja Ibu Jin mendengar teriakan Jin dan terbangun. Ibu Jin segera berlari dari kasurnya dan mengetuk pintu kamar anaknya. Ia tahu persis, apa yang membuat anaknya itu berteriak sambil menangis malam itu.
Dan seperti yang sudah – sudah, sosok itu segera menghilang ketika terdengar ketukan di pintu kamar Jin.
Jin segera membuka pintu kamarnya, dan memeluk erat tubuh sang ibu yang tengah berdiri di hadapannya itu.
"Eomma... Aku lelah dengan semua ini, jinjja..." sahut Jin sambil terus menangis dalam pelukan ibunya.
.
.
.
Pagi – pagi sekali, Jin menghampiri Namjoon di rumahnya.
"Eoh? Ada apa kau kesini sepagi ini, hyeong?" Namjoon terkejut ketika membuka pintu rumahnya pagi itu dan melihat sosok Jin tengah berdiri disana.
"Apa kau belum mendapat kabar apapun pagi ini, Namjoon ah?" tanya Jin.
Namjoon memiringkan kepalanya. "Apa... Ada yang mengganggumu lagi semalam, hyeong?"
Namjoon tiba – tiba menyadari, wajah Jin terlihat jauh lebih lemas dari biasanya.
Jin menganggukan kepalanya. "Majjayo..." sahut Jin dengan suara sangat lemah.
"Kau... Tidak apa – apa, hyeong? Kau terlihat pucat dan lemas..." sahut Namjoon. "Ayo masuk, kita bicara sambil duduk saja di ruang tengah."
Jin berjalan masuk ke dalam rumah Namjoon dan terduduk di atas sofa yang ada di ruang tengah rumah Namjoon. Sementara Namjoon berjalan ke arah dapur untuk membuatkan Jin secangkir teh hangat.
Taehyun yang tengah menggoreng telur di dapur bisa melihat sosok Jin dari tempatnya berdiri.
"Eoh? Seokjin hyeong? Ada apa pagi – pagi kesini?" tanya Taehyun, menyapa Jin.
"Ada yang ingin kubicarakan dengan Namjoon.." sahut Jin sambil berusaha tersenyum, menjawab sapaan Taehyun. "Kau belum berangkat ke sekolah?"
"Setengah jam lagi. Aku masih menunggu Beomgyu dan Kai. Kau sendiri, hyeong? Tidak berangkat ke kampus untuk mengajar?" tanya Taehyun.
"Aku ijin tidak mengajar hari ini. Badanku sepertinya agak kurang sehat." sahut Jin.
"Benar kan apa yang kubilang? Kau terlihat sedang tidak sehat, hyeong." sahut Namjoon sambil mengaduk teh di gelas, melarutkan gula yang ada di gelas itu.
"Whoa! Soobin hyeong pasti sangat kecewa karena kau tidak mengajar hari ini." sahut Taehyun.
Jin tersenyum kecil mendengar ucapan Taehyun.
"Kurasa, Soobin sangat menyukaimu, hyeong.." sahut Namjoon sambil berjalan keluar dari dapur, menghampiri Jin sambil membawa secangkir teh hangat.
"Siapa di Bighit Street yang tidak menyukaiku, Namjoon ah?" sahut Jin sambil tersenyum, padahal badannya sedang sangat lemas saat itu, "Aku kan pria paling manis di kota ini, hehehe~"
"Aigoo... Walaupun sedang sakit, kurasa jiwa narsismu tetap dalam kondisi yang sangat baik, hyeong.." sahut Taehyun sambil duduk di meja makan, bersiap menyantap sarapannya sebelum ia berangkat ke sekolah.
Namjoon tertawa mendengar ucapan Jin dan Taehyun barusan.
"Lalu, apa yang ingin kau bicarakan padaku, hyeong?" tanya Namjoon.
Jin melirik ke arah Taehyun, lalu berbisik ke telinga Namjoon. "Nanti, tunggu Taehyun berangkat saja.."
Namjoon paham apa maksud Jin. Namjoon menganggukan kepalanya. "Ah, araseo..."
Tak lama kemudian, Taehyun berpamitan dan berangkat ke sekolah bersama Beomgyu dan Kai.
.
.
.
NAMJOON POV – JANUARI 2019
"Jam dua pagi tadi, aku didatangi lagi..." sahut Jin hyeong sambil menundukkan kepalanya.
"Jinjja?" Aku terbelalak. "Bukankah baru kemarin ditemukan mayat? Psikopat biadab itu... Membunuh lagi tadi pagi – pagi buta?"
"Sepertinya..." sahut Jin hyeong dengan nada sangat lemas. "Tidak ada jari kelingking di kaki kanan sosok yang menggangguku tadi pagi.."
"Yaishhhh! Kurasa psikopat biadab itu memang sedang mempermainkan pihak kepolisian! Ia membunuh dua hari berturut – turut?" Aku langsung geram memndengar ucapan Jin hyeong.
Kurasa, psikopat biadab itu sedang tertawa puas saat ini. Menertawakan kami yang tidak juga bisa menangkapnya!
Kemarin, ia menyiksa korbannya dengan cara yang lebih biadab dan bahkan sengaja meletakkan mayatnya di tempat terbuka, lalu hari ini ia membunuh lagi? Seolah ia benar – benar tengah berteriak memamerkan kesombongannya dan menertawakan kinerja timku!
"Aku benar – benar kehabisan kesabaran, hyeong!" sahutku.
"Aku juga, Namjoon ah..." sahut Jin hyeong dengan nada yang sangat lirih.
Jin hyeong menatapku, dengan kedua bola matanya yang mulai berair, "Kumohon... Segera tangkap pelakunya... Aku... Sudah lelah karena selalu diganggu oleh para korban dari psikopat biadab itu, Namjoon ah..."
Aku terdiam. Baru kali ini aku melihat Jin hyeong menatapku dengan tatapan serapuh itu.
"Aku... Ingin bisa merasakan tertidur pulas seperti manusia normal lainnya... Aku... Lelah dengan semua sosok yang menggangguku setiap kali psikopat sialan itu beraksi, Namjoon ah..." sahut Jin hyeong sambil menangis.
Aku langsung memeluk tubuh Jin hyeong dengan erat. Membiarkan Jin hyeong menangis sepuasnya di dalam pelukanku. Dari raut wajahnya saat itu, aku bisa merasakan, betapa lelah kondisi mentalnya karena semua sosok yang mengganggunya selama ini.
"Aku janji, hyeong! Aku akan terus berusaha sekuat tenaga agar segera bisa menangkap psikopat sialan itu dengan kedua tanganku sendiri!" sahutku sambil terus membiarkan Jin hyeong menangis dalam pelukanku.
Dan tak lama kemudian, terdengar nada dering dari ponselku.
Aku pun melepaskan pelukanku, dan segera mengambil ponselku yang kuletakkan tadi di meja makan.
"Dari anak buahmu?" tanya Jin hyeong sambil menatapku. Kedua tangannya tengah menghapus air mata di wajahnya.
Aku menganggukan kepalaku. "Ne.. Dari Sungjae, anak buahku.."
Aku segera menjawab panggilan itu, dan sesuai dugaanku, Sungjae mengabarkan bahwa ditemukan mayat lagi barusan, di hutan yang berada di belakang mini market dekat taman.
Jin hyeong pun berpamitan untuk pulang ke rumahnya, sementara aku langsung bersiap menuju ke TKP.
.
.
.
AUTHOR POV – MARET 2019
Ini masih sangat pagi.
Jarum jam masih menunjukkan pukul 04.15 AM.
Namun ponsel Namjoon sudah berdering.
Perasaan Namjoon tidak enak ketika melihat nama Yook Sungjae di layar ponselnya.
Benar saja dugaannya.
"Timjangnim, ada laporan penemuan mayat lagi barusan! Lokasi mayat ditemukan tak jauh dari gedung kantor kita! Di lapangan rumput yang terletak tak jauh di belakang gedung kantor kita." sahut Sungjae ketika Namjoon menjawab panggilan itu.
"Yaishhhh!" Namjoon langsung naik darah. Ini masih sangat pagi, matanya masih sangat mengantuk, namun kabar yang diterimanya itu membuatnya langsung terbangun penuh. Rasa kantuknya hilang seketika, berganti dengan amarah dan kesal. "Araseo, aku akan segera kesana!"
Namjoon segera mencuci muka dan menggosok gigi, lalu segera berganti pakaian dan berjalan keluar dari rumahnya.
BRAK!
Taehyun, yang sedang berada dalam di kamar mandi untuk buang air, bisa mendengar suara pintu rumah itu tertutup dengan sangat kencang.
Tak lama kemudian suara mesin mobil Namjoon terdengar semakin menjauh dari rumah itu.
"Ada kasus lagi? Sepagi ini?" gumam Taehyun sambil terus menguap karena semalaman itu ia nyaris tidak bisa tertidur.
.
.
.
"Kau tidak apa – apa, hyeong?" tanya Hoseok pagi itu ketika ia berpapasan dengan Jin.
Jin hendak berangkat ke kampus untuk mengajar, sementara Hoseok tengah menunggu Yoongi di teras rumahnya agar mereka bisa berangkat bersama menuju tempat mereka bekerja.
"Barusan ada berita lagi di televisi, ditemukan mayat lagi pagi tadi." sahut Hoseok.
Jin menganggukan kepalanya. Dari raut wajahnya, Hoseok tahu betul apa yang terjadi di dalam kamar Jin semalam.
"Ia mendatangimu semalam?" tanya Hoseok.
"Sekitar pukul satu dini hari..." sahut Jin. "Wanita paruh baya, dengan luka tusukan di sekujur tubuhnya dan luka benturan keras di kepalanya."
"Aigoo... Hyeong, aku melihat di televisi saja sudah ketakutan..." sahut Hoseok. "Bagaimana denganmu yang melihatnya secara langsung, dari jarak sedekat itu?"
"Aku rasanya ingin pindah saja ke kota lain, Hoseok ah..." sahut Jin dengan ekspresi seperti ingin menangis.
"Uljima, hyeong... Aku yakin, Namjoon akan segera menangkap psikopat biadab itu.." sahut Hoseok.
Jin menganggukan kepalanya. "Ia selalu berjanji setiap kali ia menemuiku, bahwa ia akan terus melakukan yang terbaik agar bisa segera menangkapnya, Hoseok ah.."
Baru saja Hoseok berusaha menghibur Jin, Yoongi berjalan menghampiri mereka.
"Ada apa?" tanya Yoongi.
"Aniya~ Jin hyeong sedang tidak enak badan." sahut Hoseok.
"Pagi, Yoongi ah~" Jin menyapa Yoongi.
Yoongi mengangkat tangannya dengan ekspresi datar di wajahnya. "Pagi juga, Jin hyeong."
"Tidak bisakah kau lebih ramah sedikit, hyeong?" sahut Hoseok sambil tertawa kecil melihat ekspresi datar di wajah Yoongi.
"Aku sudah terbiasa melihatnya sedatar itu, Hoseok ah.." sahut Jin sambil tersenyum kecil.
"Hoaaahhhmmmm~" Tiba – tiba saja Yoongi menguap.
"Kau tidur larut lagi semalam?" tanya Hoseok.
Yoongi menganggukan kepalanya.
"Membuat lagu?" tanya Jin.
Yoongi kembali menganggukan kepalanya.
Tiba – tiba terdengar teriakan dari samping rumah Jin.
"Jin hyeong! Kami berangkat naik mobilmu ya!" teriak Soobin.
Soobin dan Yeonjun segera berlari kecil menuju ke arah ketiga pria itu berdiri.
"Araseo~" sahut Jin. "Untung saja aku belum berangkat."
"Bilang terima kasih padaku. Kalau bukan aku yang mengajaknya mengobrol ia sudah berangkat sejak tadi, hehehe~" sahut Hoseok.
"Gumawo, Hoseok hyeong!" sahut Soobin dan Yeonjun bersamaan sambil tertawa kecil.
"Ayo, kita juga harus segera berangkat. Kalau terlalu siang nanti macet jalanan." sahut Yoongi sambil menepuk pelan bahu Hoseok.
.
.
.
Malam itu, Jin dan Hoseok mengajak Jimin makan malam bersama di teras rumah Hoseok karena tadi sore mereka bertiga tidak sengaja bertemu ketika sedang berbelanja di swalayan terbesar yang ada di Bighit Street.
Mereka memutuskan untuk memasak shabu – shabu di teras rumah Hoseok sambil mengobrol.
"Semalam, kau diganggu lagi, hyeong?" tanya Jimin sambil memasukkan sayur – sayuran ke dalam panci kecil yang berada di atas kompor kecil itu.
Jin menganggukan kepalanya sambil mengiris tipis – tipis daging yang akan mereka makan malam itu. "Majjayo..."
Tiba – tiba terdengar suara dari depan gerbang rumah Hoseok.
"Whoaaa~ Ada wangi apa ini? Sepertinya enak..."
Hoseok menoleh ke arah suara itu berasal. "Ah! Kim Namjoon! Kau baru pulang?"
Namjoon menganggukan kepalanya.
"Ayo, hyeong, masuk saja! Bergabung dengan kami!" sahut Jimin sambil melambaikan tangannya ke arah Namjoon.
"Kebetulan, aku belum makan malam." sahut Namjoon sambil berjalan masuk ke halaman rumah Hoseok.
"Kebetulan, kami juga belum lama memulai memasak, hehehe~" sahut Jin sambil tersenyum ke arah Namjoon.
Mereka pun mulai memotong bahan – bahan lainnya dan memasukkan semua ke dalam panci.
Sambil memasak, mereka berbincang – bincang akan beberapa hal. Salah satunya, membahas mengenai psikopat yang belum juga berhasil tertangkap itu.
"Aku benar – benar tidak mengerti, dimana ia bersembunyi! Aku dan timku sudah memeriksa ke seluruh bagian di kota ini, namun kami tetap tidak bisa menemukan jejaknya, cih!" gerutu Namjoon.
"Bagaimana... Jika benar seperti yang Hoseok katakan beberapa waktu lalu?" sahut Jin.
"Eoh? Apa yang aku katakan?" Hoseok memiringkan kepalanya ketika mendengar ucapan Jin.
"Ah! Bahwa mungkin saja pelakunya orang terdekat kita disini? Makanya kemanapun Namjoon hyeong mencarinya, sosoknya tetap tidak bisa ditemukan?" tanya Jimin.
"Ah, majjayo! Aku sempat terpikirkan akan hal itu beberapa waktu yang lalu." sahut Hoseok sambil menatap Namjoon. "Apa menurutmu, ucapanku masuk akal, Namjoon ah?"
Namjoon langsung mengernyitkan keningnya dan menatap Hoseok dengan tatapan sangat tajam. "Kurasa... Ucapanmu masuk akal, Hoseok ah..."
Dan tiba – tiba saja, Jimin teringat akan sesuatu.
"Yaaaa! Aku tiba – tiba teringat akan suatu hal!" sahut Jimin.
"Mwoya?" Jin, Hoseok, dan Namjoon menatap Jimin.
"Haruskah aku mengatakan hal ini?" sahut Jimin sambil memiringkan kepalanya.
"Ada apa, Jimin ah?" tanya Namjoon.
"Tadi siang... Jungkook mengatakan padaku.. Bahwa ia bertemu dengan Taehyung semalam, waktu Jungkook ke mini market untuk membeli ramyeon cup, sekitar jam setengah sebelas malam.." sahut Jimin.
"Lalu? Kenapa? Bukankah kata Yeonjun, Taehyung memang sering pergi dari rumahnya kalau malam?" sahut Hoseok.
"Iya, Yeonjun juga pernah bercerita padaku. Katanya ia mencemaskan Taehyung karena sering pergi dari rumah di malam hari. Yeonjun bahkan pernah hampir menangis ketika bercerita padaku, karena ia berpikir, Taehyung benar – benar sangat membencinya sampai tidak ingin tidur di rumah yang sama dengannya." sahut Jin.
"Masalahnya, bukan hanya semalam..." sahut Jimin. "Sekitar dua bulan lalu kurasa.. Waktu itu Jungkook ketakutan karena ada yang mengganggunya di toko, makanya malam – malam ia ke rumahku."
"Lalu?" Namjoon terus menatap ke arah Jimin dengan tatapan serius.
"Jungkook bilang, ia melihat Taehyung sedang duduk sendirian malam itu di taman dekat mini market..." sahut Jimin. "Dan keesokan harinya... Bukankah ada mayat yang ditemukan di hutan yang terletak di belakang mini market?"
Kali ini, Jin, Hoseok, dan Namjoon terbelalak mendengar ucapan Jimin.
"Maksudmu..." sahut Hoseok.
"Bisa saja... Kim Taehyung pelakunya?" sahut Namjoon sambil mengernyitkan kembali keningnya.
.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top