CHAPTER 4
Title: BIGHIT BLOODY STREET
Cast: Kim Namjoon, Kim Seokjin, Min Yoongi, Jung Hoseok, Park Jimin, Kim Taehyung, Jeon Jungkook, Choi Soobin, Choi Yeonjun, Choi Beomgyu, Kang Taehyun, Huening Kai
Lenght: Chapter Part
Rating: 15+
Author: Tae-V
CHAPTER 4
.
AUTHOR POV – OKTOBER 2018
.
Namjoon, Sungjae, Jisoo, dan seluruh anggota tim itu, segera turun dari mobil setibanya mereka di lokasi dan langsung berlari kecil menghampiri lokasi mayat korban tergeletak.
Mayat kali ini ditemukan oleh sekelompok anak muda yang sedang berkemah di sebuah hutan kecil yang terletak tak jauh di belakang kompleks perumahan Bighit Street.
Menurut kesaksian para anak muda itu, mereka menemukan sang mayat tergeletak bersimbah darah di bawah tumpukan dedaunan kering.
Salah satu dari anak muda itu sedang mencari kayu bakar untuk membuat perapian, dan tiba – tiba kakiknya tersandung batu dan terjatuh di atas tumpukan dedaunan itu.
Saat itulah tubuhnya menyentuh tubuh sang mayat, hingga ia berteriak sangat kencang, membuat teman – temannya bisa mendengar teriakannya dari tempat mereka berkemah, dan segera berlari menghampiri ke lokasi dimana mayat itu ditemukan.
Namjoon segera memeriksa kondisi sang mayat setibanya ia di tempat dimana mayat itu tergeletak.
Kali ini mayatnya seorang pria, berusia sekitar awal 30 an.
"Kepalanya mengeluarkan darah sangat banyak, kurasa ini akibat pukulan dahan pohon yang besar itu.." sahut Jisoo sambil menunjuk ke sebuah dahan pohon yang berlumuran darah yang terletak tak jauh di samping kanan mayat itu tergeletak.
"Banyak luka tusukan di perut dan dada korban..." sahut Sungjae. "Dasar psikopat biadab! Ia menusuk tubuh korbannya seperti anak kecil yang tengah bermain – main menusuk badan boneka mainan tanpa rasa bersalah! Cih!"
"Tanda itu!" sahut Namjoon. "Apa ada tanda itu?"
Jisoo segera mengecek telapak kaki sang korban. Dan nafasnya terhenti beberapa detik lamanya.
"Benar? Ia pelakunya? Psikopat biadab itu?" tanya Namjoon.
Jisoo menganggukan kepalanya.
"Jari kelingking telapak kaki kanan korban... Hilang... Seperti yang sudah – sudah..." sahut Jisoo.
Namjoon refleks menendang sebuah batang pohon yang agak cukup besar yang berada di sebelah kirinya. "Sial!"
Ekspresi wajah Namjoon benar – benar diliputi amarah besar, membuat wajahnya menjadi sangat merah. "AKAN KUTANGKAP KAU, PSIKOPAT SIALAN! TUNGGU SAJA, AKU AKAN SEGERA MENGHABISIMU DAN MEMBUATMU MENERIMA HUKUMAN YANG SETIMPAL!" teriak Namjoon dengan penuh emosi.
Membuat semua anak buahnya disitu hanya bisa menatap Namjoon dalam diam.
Mereka semua tahu betul, seberapa gigih usaha Namjoon untuk menangkap sang pelaku, namun sama sekali belum membuahkan hasil hingga saat ini.
.
.
.
"Kau diganggu lagi beberapa hari yang lalu, hyeong?" tanya Namjoon ketika ia sedang makan siang berdua dengan Jin siang itu.
Jin menganggukan kepalanya. "Kali ini, sosok mengerikan itu bahkan menyentuhku... Tangannya mencengkram kakiku.. Membuatku tidak bisa bergerak, Namjoon ah..."
"Jinjja? Bagaimana bisa, hyeong?" Namjoon terbelalak mendengar ucapan Jin.
"Terkadang, mereka bisa mengangguku hingga menyentuhku seperti itu, Namjoon ah..." sahut Jin sambil menghela nafas. "Dan sejujurnya, aku selalu menangis ketakutan setiap mereka menggangguku seperti itu..."
"Lalu, bagaimana kau bisa terlepas dari cengkraman sosok itu, hyeong?" tanya Namjoon.
"Eomma..." sahut Jin sambil menatap Namjoon. "Malam itu, seperti biasa, eomma terbangun dan mengecek keadaanku.. Ketika ia berteriak di depan kamarku, sosok mengerikan itu menghilang.."
"Dahengiya, hyeong..." sahut Namjoon sambil menatap Jin dengan tatapan penuh rasa iba.
"Bahkan terkadang, Jimin berbaik hati menelepon handphoneku, hanya untuk memastikan aku baik – baik saja.." sahut Jin.
"Ah, majjayo... Seperti yang pernah kau ceritakan padaku dua tahun lalu.." sahut Namjoon.
"Ne..." Jin menganggukan kepalanya. "Awalnya, aku sempat terkejut, mengapa malam itu tiba - tiba ada missed call dari Jimin... Ternyata sore itu, eomma tidak sengaja bertemu Jimin di mini market. Lalu eomma meminta tolong Jimin, karena malam itu eomma dan appa harus menginap di rumah sepupuku, agar Jimin menghubungiku sejenak saat tengah malam untuk sekedar memastikan aku baik – baik saja di rumah."
"Aku sangat iri padamu karena bisa tinggal bersama orang tuamu, hyeong.. Setiap kau bercerita mengenai ibumu, aku jadi merindukan kedua orang tuaku.." sahut Namjoon.
"Sesekali pulanglah ke Ilsan, imma! Kau sudah setahun ini tidak pernah berkunjung ke rumah orang tuamu, kan?" tanya Jin.
"Kau kan tahu, setahun belakangan ini sangat banyak kasus yang harus kutangani..." sahut Namjoon.
Jin menganggukan kepalanya. "Benar juga katamu.."
"Hyeong.. Kau kan sudah sejak kecil bisa melihat sosok – sosok kasat mata itu.. Dan kau bilang, kau sudah terbiasa dan tidak takut lagi.. Mengapa kau jadi setakut ini?" tanya Namjoon sambil menatap Jin.
"Kalau hanya menampakkan wujudnya saja, aku memang sudah terbiasa dan tidak lagi merasa takut.. Tapi, jika mereka menyentuhku, aku benar – benar menjadi sangat ketakutan, Namjoon ah!" sahut Jin.
Namjoon mendengarkan penjelasan Jin dengan seksama.
"Awalnya kukira, lambat laun aku juga akan terbiasa jika mereka menyentuhku, seperti aku yang lama – lama terbiasa melihat sosok mengerikan itu lalu lalang dihadapanku.." sahut Jin sambil memainkan sedotan di gelas dihadapannya. "Tapi nyatanya, hingga saat ini, aku masih terus ketakutan setiap mereka menggangguku dengan cara menyentuhku..."
"Mianhae, hyeong.. Aku tidak bisa membantumu dari gangguan mereka..." sahut Namjoon.
"Segeralah kau tangkap pelaku biadab itu, Namjoon ah..." sahut Jin. "Setidaknya, para korban kebiadaban psikopat sialan itu tidak akan mendatangiku lagi jika pelakunya tertangkap, iya kan?"
Namjoon menatap Jin dengan tatapan tajam. "Tenang saja, hyeong! Aku pasti akan segera menangkap psikopat bedebah itu! Pasti!"
"Hwaiting, Kim Namjoon!" sahut Jin, menyemangati Namjoon.
.
.
.
TAEHYUNG POV – OKTOBER 2018
Malam itu, aku kembali tidak bisa tertidur.
Aku membuka pintu di dalam kamarku yang menuju ke arah balkon kamarku.
Angin malam seketika berhembus, mengusap wajahku, dan rasa dingin itu seketika menusuk tulangku.
Aku refleks menyilangkan kedua lenganku di dada karena rasa dingin yang tiba – tiba menyerang tubuhku.
Namun, walaupun merasa kedinginan, entah mengapa, aku sangat menyukai sensasi seperti ini.
Ketika dinginnya angin malam menyerang tubuhku.
Ketika kedua mataku menatap langit malam yang begitu indah dipenuhi ribuan bintang yang berkerlap – kerlip.
Ketika mendengarkan betapa sunyi dan heningnya suasana di malam hari.
Entah sejak kapan...
Aku jadi begitu menyukai suasana di malam hari.
Seolah, aku bisa menjadi diriku sendiri di tengah heningnya malam.
Tidak ada suara eomma yang terus berceloteh setiap aku mendiamkan Yeonjun.
Tidak ada celotehan dan ceramah ayah tiriku setiap aku mendiamkan mereka semua.
Bisa kukatakan...
Satu – satunya saat dimana aku menyadari bahwa aku masih hidup..
Adalah...
Setiap aku membuka mataku di malam hari, dan menikmati duniaku sendiri, dengan caraku.
Tanpa ada seorang pun.. Yang bisa mengganggu ketenanganku.
.
.
.
JUNGKOOK POV – NOVEMBER 2018
Aku akhirnya tiba disini.
Di tempat yang sudah lama ingin kukunjungi.
"Jimin hyeong! Aku akan segera menemuimu!" teriakku pelan ketika aku turun dari bus dan tiba di depan gerbang kompleks perumahan Bighit Street.
Setelah Jimin hyeong pindah dari Busan 8 tahun yang lalu, aku seringkali merasa kesepian dan merindukan Jimin hyeong.
Sejak kecil kami bertetangga, dan Jimin hyeong selalu memperlakukanku dengan baik.
Bahkan ketika aku seringkali menjahilinya karena rasa penasaranku yang begitu tinggi, Jimin hyeong nyaris tidak pernah marah.
Kalaupun marah, aku cukup meminta maaf dengan wajah polosku, maka ia akan segera memaafkanku, hehehe~
Karena itu, aku sangat senang ketika kedua orangtuaku mengijinkanku untuk pindah kesini dan membantu usaha Jimin hyeong!
Aku terus berjalan masuk ke dalam kompleks perumahan itu, dan akhirnya aku pun tiba di depan rumah itu.
Rumah yang alamatnya sesuai dengan alamat yang diberikan Jimin hyeong kepadaku semalam via kakaotalk.
Aku segera membuka aplikasi kakaotalk di handphoneku dan menchat Jimin hyeong.
"Aku sudah tiba di depan rumahmu, Jimin-sshi! Sambut aku! Ppali!"
Tidak sampai semenit, pintu itu terbuka.
Aku tersenyum lebar ketika melihat sosok yang sudah lama kurindukan itu berdiri tepat dihadapanku.
Sosok pria manis bertubuh mungil, walaupun usianya 2 tahun di atasku, yang selalu tersenyum dan nyaris tidak pernah marah.
"Yaaaaa! Jeon Jungkook! Akhirnya kau sampai juga, imma!" teriaknya dengan ekspresi penuh rasa bahagia di wajahnya. Senyuman lebar terbentuk di wajahnya, membuat kedua matanya membentuk garis kecil seolah kedua matanya tengah terpejam. The charm of his eye smile...
"Jimin-sshi! Nega wasseo!" teriakku sambil ikut tersenyum, menampilkan sederetan gigi kelinciku.
Jimin hyeong segera berlari kecil, membuka gerbang rumahnya, lalu menghampiriku dan melompat kecil agar bisa memeluk tubuhku yang lebih tinggi daripada tubuhnya ini.
Kami berpelukan sambil melompat – lompat kecil beberapa saatnya, sambil terus berceloteh akan betapa kami saling merindukan satu sama lain selama ini.
Dan tiba – tiba.
PLAK!
"Ouch!" pekikku pelan.
Jari tengah dan ibu jari tangan kanan Jimin hyeong menyentil keningku cukup keras.
"Panggil aku hyeong, imma!" sahutnya, dengan memasang ekspresi berpura – pura marah. "Aku nyaris naik darah ketika membaca chatmu tadi!"
"Hehehehehe~" sahutku sambil tersenyum nakal. "Annyeong, Jimin-sshi!"
"Yaissshhh! Imma! Aku dua tahun lebih tua darimu!" sahutnya sambil berusaha mencekik leherku dengan lengan kanannya yang tengah dilingkarkan di leherku.
Tentu saja, ia harus berjinjit agar lengannya bisa melingkar di pundakku, hahaha~
.
.
.
AUTHOR POV – NOVEMBER 2018
Setelah sejenak menghabiskan waktu yang menyenangkan di rumah Jimin, Jungkook pun segera diajak Jimin ke toko milik Jimin, yang akan segera menjadi tempat tinggal Jungkook selama ia berada di Bighit Street.
"Whoaaaaa... Kau benar – benar menjadi pengusaha sukses rupanya, hyeong?" sahut Jungkook dengan penuh kekaguman ketika mereka berdua tiba di depan toko milik Jimin.
"Aniya... Aku hanya beruntung, karena disini tidak ada toko musik lain selain milikku.." sahut Jimin, merendah. "Bisa kukatakan, usahaku berjalan dengan baik karena tidak ada saingan disini, hehehe~"
Jimin pun segera mengajak Jungkook masuk dan mengajak Jungkook berkeliling, menjelaskan tatanan ruang yang ada disana, dan juga menjelaskan apa saja yang harus Jungkook lakukan untuk membantu Jimin.
Setibanya mereka di lantai 3, Jungkook langsung melompat kecil sambil bertepuk tangan, kegirangan, ketika melihat seperangkat peralatan games di tengah sana.
"Aku tahu kau sangat suka bermain games, jadi anggap saja kusiapkan ini untukmu.." sahut Jimin. "Walaupun sebenarnya mainan ini sudah cukup lama ada disana, karena selalu menjadi tempat bermain kelima bocah berisik itu, hehehe..."
"Kelima bocah?" Jungkook menatap Jimin dengan ekspresi kebingungan.
"Ada lima bocah yang tinggal di bertetangga denganku." sahut Jimin, menjelaskan. "Dan mereka berlima selalu mampir kesini untuk bermain hampir setiap sore. Kurasa mereka akan senang karena kini ada kau yang akan menemani mereka disini hingga larut malam, hehehe~"
"Aaaahhhhh~" Jungkook membuka lebar mulutnya sambil menganggukan kepalanya.
"Ayo, cepat rapikan barang bawaanmu. Kau akan kuajak berkenalan dengan semua temanku yang tinggal satu gang denganku, termasuk kelima bocah yang kuceritakan barusan.." sahut Jimin. "Aku yakin kau bisa berteman dengan baik, karena mereka orang – orang yang sangat baik dan cukup menyenangkan!"
"Ah, jinjja? Baguslah kalau begitu!" sahut Jungkook dengan antusias.
"Walaupun beberapa diantara mereka ada yang memiliki sifat yang... Uhmm.. Cukup aneh.." sahut Jimin.
.
.
.
"Kim Taehyung." sahutnya singkat, ketika Jimin memperkenalkan Jungkook kepada pria berambut biru cerah itu.
Jungkook sedikit merasakan hawa – hawa yang tidak enak. Ia sedikit bergidik melihat sosok Taehyung dihadapannya.
Pria dihadapannya itu terlihat sangat tampan, namun ada aura yang cukup mengerikan yang dirasakan Jungkook dari sosok dihadapannya itu.
"Jeon.. Jeon Jungkook.." sahut Jungkook dengan sedikit terbata.
"Aku Choi Yeonjun. Senang berkenalan denganmu, Jungkook hyeong.. Hehehe~" sahut pria berambut biru lainnya sambil tersenyum. "Kita akan sering bertemu kelak!"
Jimin tersenyum menatap Yeonjun. "Kau bisa bermain sampai malam, Yeonjun ah~"
"Majjayo, hyeong! Hehehe~" Yeonjun tersenyum kecil sambil menatap Jimin.
Setelah berkenalan sejenak, Jimin dan Jungkook pun berpamitan.
Mereka berdua kini tengah berjalan kaki, kembali menuju ke toko milik Jimin.
Matahari mulai tenggelam. Membuat langit di atas mereka berubah warna menjadi oranye kemerahan.
"Hyeong.." sahut Jungkook sambil merangkul pundak Jimin.
"Waeyo?" sahut Jimin, membiarkan tangan Jungkook merangkul pundaknya.
"Aku.. Agak takut dengan pria itu.." sahut Jungkook.
"Ah... Kim Taehyung?" sahut Jimin.
"Ummm... Majjayo.." sahut Jungkook sambil menganggukan pelan kepalanya.
"Taehyung... Dan Yoongi hyeong.." sahut Jimin. "Mereka berdua yang kukatakan tadi, yang memiliki sifat agak aneh..."
"Kurasa, aku harus berhati – hati jika sedang berbicara dengan mereka..." sahut Jungkook.
"Yoongi hyeong sebenarnya menyenangkan.. Hanya saja, jika emosinya sedang tidak baik, ia akan terlihat cukup menyeramkan.." sahut Jimin. "Sementara Taehyung..."
Jimin terdiam sejenak.
Ingatannya kembali ke masa itu, ketika pertama kali Jimin pindah ke Bighit Street pada tahun 2010.
Taehyung adalah sahabat terbaiknya. Taehyung lah yang pertama kali menyapa Jimin dengan sangat ramah dan menjadi orang pertama yang menjadi sahabat Jimin di Bighit Street.
Mereka bahkan bersekolah di sekolah yang sama, dan kebetylan mereka duduk semeja di kelas yang sama saat itu.
Membuat mereka berdua menjadi sangat dekat.
Namun, semua berubah sekitar pertengahan tahun 2011, ketika Taehyung mengetahui kenyataan mengenai perceraian kedua orang tuanya.
Sejak saat itu, Taehyung menjadi sosok yang sangat pendiam dan selalu menyendiri.
Ia masih sesekali bermain dengan Jimin, namun tidak lagi seceria biasanya. Dan entah sejak kapan, sosoknya terkadang menjadi cukup mengerikan untuk didekati.
"Ada apa dengan Taehyung hyeong?" tanya Jungkook, membuyarkan lamunan Jimin.
"Ia... Awalnya adalah pria yang sangat baik dan ramah..." sahut Jimin.
"Jinjja?" Jungkook terbelalak. "Lalu, mengapa ia terlihat menyeramkan seperti itu?"
"Akan kuceritakan padamu setelah kita tiba di tokoku, Jungkook ah~" sahut Jimin.
.
.
.
"Kurasa, Jungkook hyeong orang yang baik dan menyenangkan!" sahut Soobin ketika ia sedang berkumpul dengan keempat sahabatnya di teras rumahnya malam itu.
Kebetulan, malam itu kedua orang tua Soobin ada urusan keluar kota, jadi Soobin meminta keempat sahabatnya untuk menginap di rumahnya.
"Majjayo! Tadi aku sempat berbincang sejenak dengannya saat Jimin hyeong mengajaknya berkenalan ke rumahku, dan kurasa ia memang orang yang baik dan menyenangkan.." sahut Yeonjun.
"Dahengiya~ Kita jadi bisa bermain dengan tenang di toko Jimin hyeong! Hehehe~" sahut Kai dengan penuh antusias.
"Kalau perlu, kita bahkan mungkin bisa menginap di toko Jimin hyeong jika esoknya hari libur! Hahaha~" sahut Beomgyu dengan penuh semangat.
"Ide bagus! Apalagi kurasa Namjoon hyeong tidak akan masalah jika aku tidak pulang karena menginap di toko Jimin hyeong." sahut Taehyun.
"Whoaaaa! Membayangkannya saja sudah membuatku bersemangat!" pekik Yeonjun.
"Apakah semua orang yang berasal dari Busan ramah – ramah?" sahut Soobin. "Jimin hyeong contohnya.. Dan kini ada Jungkook hyeong, yang kurasa juga memiliki sifat sangat ramah seperti Jimin hyeong~"
"Tidak seperti orang yang berasal dari Daegu?" goda Yeonjun sambil menatap Beomgyu.
"Yaaa, hyeong! Geumanhae, jinjja!" gerutu Beomgyu sambil memicingkan kedua matanya, menatap Yeonjun.
"Araseo, Beomgyu ya~ Aku hanya bercanda, hehehe~" sahut Yeonjun sambil tertawa kecil.
"Jangan membuatnya badmood, hyeong... Bisa – bisa sifat pendiamnya kambuh!" bisik Kai di telinga Yeonjun.
.
.
.
KREK~ KREK~
Jungkook terbangun malam itu ketika mendengar suara pintu kamar mandi yang letaknya bersebelahan dengan kamarnya.
KREK~ KREK~
"Jimin hyeong?" gumam Jungkook sambil terduduk di atas kasurnya dan berusaha membuka kedua matanya.
Suara itu pun menghilang.
Jungkook memiringkan kepalanya.
"Nugu?" gumamnya pelan.
Jungkook pun kembali berbaring di atas kasurnya.
Dan suara itu kembali terdengar.
KREK~ KREK~
"Yaishhh!" gerutu Jungkook. "Hyeong, jangan menakutiku!"
Jungkook yakin, Jimin sedang menggodanya.
Jungkook menatap jam dinding di kamarnya.
Pukul 01.05 AM.
"Jamkkanman..." gumam Jungkook. "Untuk apa Jimin hyeong kesini selarut ini?"
Jungkook turun dari kasurnya dan berjalan menuju pintu kamarnya.
KREK~ KREK~
Bunyi itu kembali terdengar.
Jungkook segera membuka pintu kamarnya dan menoleh ke samping, ke arah kamar mandi.
Dan Jungkook langsung terlonjak melihat sosok mengerikan itu di depan kamar mandi.
Seorang anak kecil, tengah membuka dan menutup pintu kamar itu.
Namun, anak kecil itu bukan anak kecil biasa.
Wajahnya hancur dipenuhi dengan luka bakar, dan baju rok terusan berwarna coklat muda yang dikenakannya itu dipenuhi bercak darah.
Anak kecil itu tengah tersenyum, menyeringai lebih tepatnya, sambil menatap Jungkook. Seolah menyapa Jungkook, sang penghuni baru di toko itu.
.
-TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top