CHAPTER 3
Title: BIGHIT BLOODY STREET
Cast: Kim Namjoon, Kim Seokjin, Min Yoongi, Jung Hoseok, Park Jimin, Kim Taehyung, Jeon Jungkook, Choi Soobin, Choi Yeonjun, Choi Beomgyu, Kang Taehyun, Huening Kai
Lenght: Chapter Part
Rating: 15+
Author: Tae-V
.
CHAPTER 3
.
AUTHOR POV - 2016
"Apa aku... Bisa mempercayai ucapan Jin hyeong?" gumam Namjoon ketika ia sudah berbaring di atas kasurnya malam itu.
Keningnya sedikit dikerutkan, kedua mata kecilnya memicing kecil. "Apa benar... Semua yang dikatakan oleh Jin hyeong?"
Tiba – tiba ia teringat ucapan Hoseok, pria yang seusia dengannya.
"Hoseok memang pernah bilang.. Tapi, apa itu memang benar?" gumam Namjoon sambil memejamkan kedua matanya karena rasa kantuk itu mulai menyerang hebat.
Kejadian tadi di cafe pun kembali terputar ulang di benak Namjoon.
"Kau... Sedang menginterogasiku? Detektif Kim Namjoon?" sahut Jin dengan nada sedikit sarkastik.
"Kalau kau bukan pelakunya, bagaimana mungkin kau bisa tahu sedetail itu? Penemuan mayat itu baru diberitakan setelah kita berbincang pagi tadi. Itu artinya, selain pria yang menemukan mayat itu dan para polisi yang sudah terlebih dulu ada disana, hanya sang pelaku yang bisa mengetahui persis kondisi sang mayat." sahut Namjoon, masih dengan nada penuh kecurigaan.
Jin menghela nafas sejenak, lalu menatap dengan tatapan serius ke arah Namjoon. "Lalu, apa masuk akal? Jika aku pelakunya, apa itu masuk akal bagimu? Aku, sang pelaku, menceritakan sedetail itu, kepadamu yang notabene adalah seorang detektif. Apa itu terdengar normal, Kim Namjoon? Untuk apa aku melakukan gol bunuh diri seperti itu? Jika memang aku pelakunya.."
Namjoon memiringkan sedikit kepalanya.
Ucapan Jin ada benarnya.
Jika memang Jin pelakunya, sama saja dengan ia menyerahkan diri kepada Namjoon!
"Lalu.. Mengapa kau bisa tahu secara detail seperti itu, hyeong?" tanya Namjoon. Tatapannya sudah tidak setajam tadi.
"Kau lupa? Atau tepatnya.. Kau belum dengar kabar mengenaiku? Dari orang – orang yang ada disini?" sahut Jin.
"Kabar apa? Aku kan baru sebulan tinggal disini, hyeong. Dan kau juga tahu, aku jarang berkumpul karena banyak kasus yang harus kuhadapi selama sebulan ini.." sahut Namjoon.
"Ah.. Majjayo.." sahut Jin sambil menganggukan pelan kepalanya. "Kau sangat sibuk, Detektif!"
Namjoon kembali menatap Jin. "Apa kau... Seprang dukun? Peramal? Bisa menerawang masa depan?"
"Hahahahaha!" Jin refleks tertawa, cukup kencang, membuat beberapa pengunjung lainnya di cafe itu menoleh ke arah mereka. "Yaaaa, Kim Namjoon! Jalan pikiranmu mengapa selucu itu? Hahaha~"
Namjoon menggaruk kepalanya, yang tidak terasa gatal sebenarnya, sambil menatap Jin dengan tatapan semakin penuh tanda tanya. "Lalu... Apa kalau bukan seperti yang kusebutkan tadi?"
Jin menghela nafas, dan terpaksa menjelaskan hal itu kepada Namjoon.
"Dengarkan aku baik – baik, Kim Namjoon.. Aku.. Memiliki kemampuan bisa merasakan keberadaan para makhluk kasat mata.. Bahkan terkadang, sialnya, aku bisa melihat sosok – sosok yang tidak bisa kau lihat dengan kedua mata normalmu itu.." sahut Jin.
Namjoon terbelalak. Ia ingat beberapa waktu lalu, ketika ia tidak sengaja berpapasan dengan Hoseok di mini market dan memutuskan berjalan berdua menuju rumah mereka masing – masing yang terletak di gang yang sama, Hoseok mengatakan bahwa Jin memiliki kemampuan bisa melihat sosok mengerikan yang kasat mata itu.
"Jadi.. Yang Hoseok katakan padaku, itu benar?" tanya Namjoon.
"Jung Hoseok?" Jin memiringkn kepalanya. Ia dan Hoseok bahkan baru berkenalan dua bulan yang lalu, karena Hoseok pindah kesana hanya sebulan lebih dulu daripada Namjoon.
Dan kejadian itu melintas di benak Jin.
"Ah! Majjayo! Hoseok tahu betul akan kondisiku! Aku pernah tidak sengaja menarik tangannya dan membuatnya terjatuh. Karena ia hampir bertabrakan dengan sosok kasat mata itu, hehehe~" sahut Jin sambil tertawa kecil ketika mengingat kesan pertamanya yang kurang baik dengan Hoseok.
Namjoon menggaruk lagi kepalanya, yang tidak gatal itu, karena bingung melihat Jin tiba – tiba tertawa.
"Lalu.. Mengapa kau bisa melihat persis sosok mayat itu?" tanya Namjoon, ketika tawa Jin sudah mereda.
"Tadi pagi, sekitar jam satu kurasa? Aku didatangi sosok itu.." sahut Jin.
"Kau? Didatangi sosok mayat pembunuhan itu?" Namjoon terbelalak.
Jin menganggukan kepalanya.
"Dulu, awal – awal pertama kasus pembunuhan berantai itu terjadi di pertengahan tahun 2015, aku sering didatangi sosok yang ternyata merupakan arwah para korban pembunuhan berantai sialan itu.." sahut Jin.
Namjoon mendengarkan dengan seksama.
"Lalu, sejak akhir tahun 2015 kemarin, aku tidak pernah lagi didatangi mereka. Aku masih sering merasakan hawa keberadaan para roh halus itu. Bahkan masih sering melihat para arwah bergentayangan itu. Namun, mereka memang makhluk halus yang berada di sekitarku, bukan para arwah korban pembunuhan berantai."
Namjoon terus mendengarkan sambil menghirup mocha latte yang dipesannya.
"Makanya, aku curiga tadi pagi. Mengapa sosok itu tiba – tiba mendatangiku? Menggangguku di tengah tidurku? Dan aku jadi yakin, sosok itu memang arwah sang korban, ketika kau memberitahuku tadi pagi bahwa kembali ditemukan mayat di wilayah Bighit Street ini."
Tanpa Namjoon sadari, ia pun sudah terlelap dalam alam mimpi.
.
.
.
"Yaaaaa! Kim Namjoon! Apa kau ada waktu pagi ini?" tanya Hoseok dengan sedikit berteriak ketika ia baru saja berjalan keluar dari rumahnya dan melihat Namjoon sedang menyirami tanaman di halaman rumah Namjoon.
"Eoh? Hoseok ah.. Ada apa?" sahut Namjoon, juga dengan sedikit berteriak.
Hoseok segera berlari kecil menuju halaman rumah Namjoon.
"Masuk saja, gerbangnya tidak kukunci." sahut Namjoon.
"Araseo.." Hoseok langsung membuka pintu gerbang rumah Namjoon dan berjalan menghampiri Namjoon.
"Ada apa, Hoseok ah?" tanya Namjoon.
"Kemarin... Kasus pembunuhan itu..." sahut Hoseok sambil menatap Namjoon dengan sedikit ketakutan.
"Waeyo?" Namjoon memiringkan kepalanya, bingung melihat ekspresi di wajah Hoseok.
"Apa kasus itu kau yang menanganginya?" tanya Hoseok dengan sedikit ragu.
Namjoon menganggukan kepalanya. "Majjayo. Waeyo?"
"Aku.. Uhm..." Hoseok mengacak pelan rambutnya, kebingungan.
"Kau kenapa? Ada apa dengan kasus itu? Apa kau mengenal korbannya?" tanya Namjoon.
Hoseok segera menggelengkan kepalanya. "Aniya~ Tapi..."
Hoseok kembali terdiam.
"Yaaa, Jung Hoseok.. Ada apa? Katakan padaku.." Namjoon gemas melihat Hoseok yang kesulitan berbicara.
"Ya, Namjoon ah! Kurasa.. Aku ada di lokasi kejadian..." Hoseok berbicara dengan nada sedikit tersendat. "Aku.. Ada di dekat sana malam itu... Dan saat itu aku.. Uhm... Mendengar.. Suara botol pecah.. Menghantam sesuatu.."
Namjoon membelalakan kedua mata kecilnya. "Jinjja? Kau ada disana? Bukankah perkiraan kejadiannya larut malam?"
"Sekitar jam sebelas malam, aku berada di jalan dekat mini market itu.." Kali ini nada bicara Hoseok sudah jauh lebih tenang. "Sebelum tidur, ketika aku mau menyikat gigi, aku baru sadar sabun dan odolku habis. Jadi, kupikir, lebih baik aku ke mini market malam itu daripada keesokan paginya aku tidak mandi.."
Namjoon menatap Hoseok dengan serius. "Lalu?"
Hoseok menghela nafas sejenak, lalu kembali bercerita. "Tiba – tiba saja, ketika aku berjalan pulang dari mini market, aku mendengar suara itu. PRANG!" Hoseok sedikit berteriak, mereka ulang suara yang didengarnya malam itu. "Aku langsung terdiam di tempat, ketakutan.."
"Lalu, apa yang terjadi setelah itu?" tanya Namjoon. "Apa kau melihat sosok yang aneh? Pelakunya?"
"Aniya! Yaaa, jika aku melihat pelakunya, apa kau pikir aku masih bisa hidup seperti ini?" Hoseok bergidik ketakutan. "Aku pasti sudah ikut mati di tangannya!"
"Ah.. Majjayo.." sahut Namjoon.
Hoseok menggelengkan kepalanya. "Aku heran, bagaimana orang secerdas kau bisa sebodoh ini, Kim Namjoon?"
Namjoon terkekeh pelan. "Maaf, hehehe~ Aku terlalu bersemangat ingin menangkap psikopat biadab itu, Hoseok ah.."
Hoseok menepuk pelan bahu Namjoon. "Iya, aku paham. Kau kan memang sengaja dipindahkan kesini demi menangkap pelakunya.."
"Lalu, apa yang terjadi setelah kau terdiam disana?" tanya Namjoon lagi.
Hoseok mengernyitkan keningnya sejenak, berusaha mengingat kejadian malam itu.
"Ah! Beomgyu!" sahut Hoseok. "Tiba – tiba saja ada yang menepuk bahuku! Aku terkejut sampai jatuh terduduk di jalanan! Aigoo~ Dan ternyata Beomgyu yang menepuk pundakku malam itu.."
"Beomgyu? Aku seperti pernah mendengar nama itu..." sahut Namjoon.
"Choi Beomgyu, adik sepupu Yoongi hyeong, tetangga sebelah rumahku yang galak itu.." sahut Hoseok.
"Ah! Adik sepupu dari Yoongi hyeong, si pria berkulit pucat di sebelah rumahmu itu?" sahut Namjoon.
"Majjayo! Beomgyu yang menepukku malam itu. Untunglah ada Beomgyu! Kalau tidak, entah bagaimana nasibku, Namjoon ah!" sahut Hoseok dengan nada penuh rasa bersyukur.
Namjoon memiringkan kepalanya.
"Yaaa, Hoseok ah! Beomgyu.. Bukankah ia masih kecil?" tanya Namjoon.
"Majjayo.. Masih SMP.. Waeyo?" tanya Hoseok.
"Mengapa ia berkeliaran disana malam itu? Apa ia juga mendengar suara yang kau bilang itu?" tanya Namjoon.
"Aku bertanya padanya.. Katanya, ia tidak mendengar suara apapun. Kurasa, ia baru tiba disana setelah suara botol itu lenyap.." sahut Hoseok.
"Lalu, mengapa ia berkeliaran disana? Selarut itu?" tanya Namjoon.
"Yoongi hyeong menyuruhnya membeli makanan. Cih, Yoongi hyeong memang keterlaluan. Masa ia menyuruh anak sekecil itu membelikannya makanan di jam selarut itu! Nyawa Beomgyu juga bisa terancam jika malam itu ia berpapasan dengan sang psikopat!"sahut Hoseok dengan nada berapi – api.
"Berarti, diantara kalian, tidak ada satupun yang melihat pelakunya?" tanya Namjoon.
Hoseok menganggukan kepalanya. "Majjayo..."
.
.
.
Namjoon duduk di meja kerjanya.
Tangan kanannya diletakkan di atas meja sambil menopang kepalanya.
Telapak tangan kanannya diletakkan di keningnya.
"Choi Beomgyu?" gumam Namjoon.
"Apa masuk akal anak sekecil itu berkeliaran selarut itu?" gumamnya lagi.
.
.
.
JIMIN POV – OKTOBER 2018
Akhirnya malam pun tiba.
"Aaaargghhhh!" Aku berdiri, lalu mengangkat kedua tanganku ke atas, menstreching tubuhku yang terasa sangat pegal karena terlalu lama terduduk sejak sore tadi.
Suara berisik itu masih terdengar dari lantai 3 tokoku.
"Yaaaaa! Gantian! Aku! Giliranku!"
"Kau kan sudah menang! Sekarang giliranku!"
"Andwe! Ini giliranku!"
"Ayo, kita suit saja agar adil!"
"Ide bagus, hyeong!"
Aigoo~ Kelima bocah itu, hahaha..
"Yaaaaa! Anak – anak! Sudah waktunya kalian merapikan lantai tiga dan segera kembali ke rumah masing – masing! Sudah jam delapan! Waktunya aku menutup tokoku!" teriakku dari lantai 1.
Sebuah kepala berwajah blasteran itu mengintip ke bawah dari atas sana. "Yah! Masa sudah mau tutup, hyeong? Setengah jam lagi, bagaimana?"
"Aniya! Aku sudah lelah dan ingin istirahat. Ayo, besok lagi saja kalian kesini melanjutkan permainannya." sahutku.
"Ah, majjayo! Besok ada ujian! Ayo, kita pulang. Aku harus belajar!"
Aku yakin, yang bicara barusan adalah Kang Taehyun.
"Yaishhh! Ujian menyebalkan itu..."
Pasti Huening Kai yang menggerutu.
"Untung aku besok hanya ada satu kelas, itupun di siang hari! Hahaha~ Aku bisa bangun siang besok.."
Suara itu. Choi Yeonjun.
"Yaaaa! Aku juga ada tugas makalah yang harus dikumpulkan besok! Ottokaji?"
Siapa lagi yang sepanik itu kalau bukan Choi Soobin.
Sebuah nada notifikasi pesan terdengar dari atas sana.
Tak lama kemudian terdengar suara. "Ayo cepat kita pulang! Yoongi hyeong memintaku membawakannya sebotol soju dan beberapa bungkus snack... Aigoo.."
Siapa lagi yang selalu direpotkan Yoongi hyeong kalau bukan Choi Beomgyu.
"Cepat rapikan semuanya, aku tunggu sepuluh menit. Kalau kalian belum turun, aku akan mengunci kalian disini." sahutku.
Tak lama kemudian, kelima bocah menggemaskan itu sudah berkumpul bersamaku di lantai 1.
"Hyeong! Bukankah kau bilang, akan ada sahabatmu yang akan menjaga toko ini?" tanya bocah berkulit putih dan bertubuh tinggi menjulang itu.
"Majjayo, hyeong! Kau bilang ia bahkan akan tinggal disini!" sahut sang bocah berwajah blasteran itu. "Itu artinya, kami bisa main hingga larut malam, iya kan?"
"Aigoo~ Apa kau pikir ibumu tidak akan menyuruhmu pulang?" sahut Taehyun sambil menyentil pelan kening Kai.
"Setidaknya, kita bisa pulang agak malam, bukan jam delapan.." sahut Beomgyu.
"Hahaha~" Aku tertawa melihat kelakuan kelima bocah itu. "Majjayo.. Akan ada sahabatku yang akan pindah kesini, membantuku menjaga toko ini, dan ia yang akan menempati kamar di lantai tiga sana."
"Lalu, kapan sahabatmu itu akan pindah kesini, hyeong?" tanya Yeonjun.
"Sekitar bulan depan kurasa.." sahutku sambil tersenyum. Mereka berlima benar – benar terlihat lucu dan menggemaskan di mataku.
Walaupun.. Ya. Tubuh mereka lebih menjulang daripada tinggi badanku. Aigoo~
Aku pun segera menutup tokoku.
Kelima bocah itu berpamitan untuk kembali terlebih dulu karena mereka harus menemani Beomgyu ke mini market membeli pesanan Yoongi hyeong. Padahal biasanya kami pulang bersama menaiki mobilku.
"Kalian kan bisa kuantar ke mini market dulu." sahutku ketika mereka bilang akan kembali lebih dulu.
"Aniya, gwenchana, hyeong. Kami sudah lama tidak berjalan kaki bersama, hehehe~" sahut Yeonjun.
"Ada beberapa hal yang ingin kami bicarakan berlima, hyeong.." sahut Taehyun. "Urusan anak muda. Hehe.."
Dan Taehyun mengatakan hal itu dengan wajah datar tanpa dosa. Savage.
"Araseo... Hahaha~ Ingat! Kalian harus berhati – hati. Pembunuh sialan itu masih belum tertangkap.." Aku memperingatkan kelima bocah itu.
"Ne! Araseo, hyung!" sahut kelimanya, serempak.
Membuatku tertawa kecil melihat betapa kompaknya kelima bocah itu.
.
.
.
YOONGI POV – OKTOBER 2018
"Yoongi hyeong! MIN YOONGI!"
Aku terbangun gara – gara teriakan kencang dari luar sana.
"BANGUN, HYEONG! SUDAH JAM BERAPA INI?"
Yaishhhh! Jung Hoseok! Hanya ia satu – satunya warga disini yang tidak ada takut – takutnya terhadapku.
"MIN YOONGI, PPALI! JAM BERAPA INI, HYEONG!"
Yaishhhh!
Aku segera turun dari kasurku dan berjalan menuju jendela kamarku.
Aku segera membuka jendela kamarku, dan pancaran sinar matahari itu langsung mengarah ke wajahku, membuatku kesulitan membuka kedua mata kecilku.
"HYEONG, AYO CEPAT!" teriak Hoseok dari bawah sana ketika ia menyadari aku sedang membuka jendela kamarku yang menghadap ke arah jalanan di depan sana.
"KAU BERISIK SEKALI, JUNG HOSEOK!" teriakku sambil mengernyit karena sinar matahari itu terlalu terik.
"SUDAH JAM SEMBILAN, HYEONG! KITA BISA TERLAMBAT!" teriaknya lagi.
Ah! Majjayo!
Hari ini ada pelatihan untuk para trainee baru di kantor!
"ARASEO! TUNGGU SEBENTAR, AKU SEGERA MANDI DAN TURUN KE BAWAH!" teriakku.
Aku langsung menutup jendela kamarku dan berlari kecil ke kamar mandi.
Mengapa aku bisa lupa jadwal hari ini, cih!
.
.
.
AUTHOR POV – OKTOBER 2018
Jin terduduk sambil mengatur nafasnya ketika terbangun pagi itu.
Ia nyaris tidak tertidur semalaman.
Ia baru bisa tertidur sekitar jam tiga dini hari, itupun tak bisa lelap.
Bahkan, dalam tidurnya, ia memimpikan sosok mengerikan yang mendatanginya semalam.
Jin memejamkan kedua matanya sambil terus berusaha menetralkan nafasnya yang agak tersengal – sengal.
Kejadian semalam kembali terlintas di benaknya ketika ia memejamkan kedua bola mata indahnya.
Sekitar pukul 00.15 AM, Jin tiba – tiba merasa hawa di dalam kamarnya menjadi sangat panas. Namun ia masih berusaha tidak membuka kedua matanya dan mencoba melanjutkan tidurnya.
Sekitar pukul 00.31 AM, tubuhnya mulai dibasahi oleh keringat.
Jin pun terpaksa membuka kedua matanya.
Kosong.
Tidak ada siapapun di kamar itu selain dirinya, namun mengapa udara di dalam kamar terasa sangat pengap?
Padahal AC di kamar Jin menyala, di suhu 16 derajat celcius.
Jin segera berjalan ke kamar mandi yang berada di salam kamarnya untuk membasuh wajahnya, berusaha menyingkirkan keringat yang membasahi wajahnya.
Mungkin, ia akan merasa lebih segar jika ia membasuh wajahnya dengan air dingin.
Namun, setibanya di dalam kamar mandi, ketika ia membuka keran wastafel di dalam sana, justru air berwarna merah gelap dan berbau amis yang mengalir keluar dari keran wastafel itu.
Jin terkejut, sampai terlonjak mundur beberapa langkah kebelakang.
Dan ketika ia berusaha membalikan tubuhnya untuk berjalan keluar dari kamar mandi, sebuah tangan tiba – tiba mencengkram pergelangan kaki kanannya.
Jin melihat ke bawah, dan mendapati sesosok pria berusia sekitar awal 30 an, dengan darah mengalir deras dari batok kepalanya yang hancur akibat pukulan keras bertubi – tubi, dan tubuh yang dipenuhi sangat banyak luka tusukan, tengah berbaring di lantai kamar mandinya.
Tangan kanan pria itu mencengkram erat pergelangan kaki kanan Jin, membuat Jin tidak bisa melangkah.
"Tolooooongggggg... Akuuuuuu..." Sebuah suara merintih pilu terdengar.
"Toloooonggggg... Akuuuuuuuu..."
Sekujur tubuh Jin langsung berkeringat dingin. Nafasnya menjadi sesak dan tenggorokannya tercekat, tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali.
Sosok mengerikan itu terus menatap Jin dengan tatapan memohon, namun Jin tidak bisa berbuat apa – apa.
Jin berusaha memberontak agar terlepas dari cengkraman sosok mengerikan itu, namun tubuhnya kaku, tidak bisa digerakan sama sekali.
Air mata Jin mulai menetes. Walau ia terbiasa melihat penampakan sosok mengerikan, tapi ia sangat jarang diganggu hingga bersentuhan seperti ini.
Dan tentu saja, bersentuhan seperti ini rasanya jauh lebih mengerikan ketimbang ketika hanya melihat sosok mengerikan itu dari kejauhan.
Jin terus berusaha berteriak, namun sia – sia, tak ada sedikitpun suara yang keluar.
Hingga tak lama kemudian sosok itu tiba - tiba menghilang begitu saja ketika terdengar suara di depan kamar Jin.
"Seokjin ah~ Kau sudah terlelap kan?" Terdengar suara Ibu Jin dari depan kamarnya.
Karena sang ibu tahu betul, Jin seringkali diganggu setiap malam, maka setiap Ibu Jin terbangun di malam hari, ia pasti akan mendatangi kamar anak semata wayangnya itu untuk mengecek kondisi anaknya.
Ketika sosok itu menghilang, tubuh Jin otomatis kembali bisa digerakan.
Tanpa berpikir apa – apa, Jin langsung berlari menuju pintu kamarnya, membukanya, dan memeluk erat tubuh ibunya yang tengah berdiri di depan sana.
"Eomma... Kau menyelamatkanku lagi dari gangguan mereka..." sahut Jin sambil menangis dalam pelukan ibunya.
.
.
.
Hoseok terus saja berceramah sepanjang perjalanan dari kompleks Bighit Street menuju ke Bighit Music And Arts, membuat kepala Yoongi mulai terasa pening akibat frekuensi suara Hoseok yang cukup nyaring.
"Aigoo! Kau kan tahu, kita harus ada disana sebelum jam sepuluh kurang lima belas menit!" gerutu Hoseok sambil menatap Yoongi yang sedang fokus menyetir mobil kesayanganya.
"Kau memang tukang tidur abadi, hyeong! Aigoo, ckckck~"
Yoongi terus fokus menatap jalanan yang agak macet dihadapannya.
"Lihat kan? Aku sudah menebak, hari Sabtu begini pasti jalanan macet."
Yoongi memiringkan lehernya ke kanan dan ke kiri, meregangkan otot lehernya yang terasa agak kaku, sepertinya semalam ia salah posisi ketika tertidur, sementara kedua tangannya masih menggenggam setir.
"Kalau kita terlambat, pasti kita kena tegur! Apa kau lupa? Empat bulan lalu, ketika mobilmu ini tiba – tiba mogok dan kita terlambat, kita dihukum harus bekerja hingga hari minggu selama dua minggu berturut – turut, tanpa istirahat.."
Kesabaran Yoongi mulai habis.
Yoongi menoleh ke kursi penumpang di sebelahnya.
"Yaaaaa, Jung Hoseok!" Yoongi memicingkan mata kecilnya sambil mengerutkan sedikit dahinya. "Belum selesai menceramahiku?"
Hoseok terdiam sejenak.
"Wah, Yoongi hyeong mulai kesal rupanya. Kurasa, sudah saatnya aku terdiam..." gumam batin Hoseok.
"Masih ada lagi yang ingin kau katakan?" tanya Yoongi dengan nada dingin.
"Aniya, hehehe~" Seperti biasa, Hoseok akan berpura – pura tidak takut, dan memilih tersenyum dengan polosnya, setiap mood Yoongi mulai memburuk. Karena ia tahu, jika ia ketakutan, suasana akan segera berubah menjadi sangat canggung.
Dan seperti biasa juga, Yoongi mana tahan berlama – lama marah kepada Hoseok? Apalagi, setiap melihat senyuman polos di wajah Hoseok itu, bagaimana mungkin hati Yoongi tidak luluh?
"Kalau begitu, kusarankan kau tidur saja daripada terus berceloteh." sahut Yoongi dengan nada dingin, padahal hatinya sudah tidak emosi. Tipikal tsundere sejati memang.
Hoseok bukannya tertidur, ia malah menatap Yoongi, kali ini ia bersiap memulai wawancaranya.
"Ya, hyeong! Semalam kau tidur jam berapa sampai kau benar – benar tidak mendengar alarm di handphonemu?"
"Alarm?" Yoongi mengernyitkan keningnya.
"Kau tidak mendengarnya, ya kan? Kalau dengar, kau pasti sudah terbangun, lalu memarahiku.. Hehehe~" sahut Hoseok dengan wajah tanpa dosa.
Yoongi menatap Hoseok sejenak, lalu ia teringat kejadian kemarin sore di ruang kerjanya, ketika Hoseok menghampiri Yoongi di ruangannya.
"Yaaaa! Imma! Jadi, kau meminjam handphoneku bukan untuk membrowsing internet, tapi untuk memasang alarm di handphoneku?" sahut Yoongi.
Hoseok tersenyum sambil menganggukan kepalanya yang tengah bersandar ke sandaran kursi yang didudukinya.
"Yaishhhh! Sudah kubilang, jangan mengutik – utik handphoneku!" gerutu Yoongi.
"Aku tidak membuka apa – apa selain untuk menyetel alarm. Dan kau tetap saja tidak terbangun, cih! Pasti kau bergadang semalaman kan?" tanya Hoseok.
Yoongi menganggukan kepalanya. "Aku tertidur jam empat pagi."
"Jam empat? Apa yang kau kerjakan hingga tidur selarut itu, hyeong?" Hoseok terbelalak. "Pantas saja kau tidak mendengar alarmnya!"
"Kau pasang alarm jam berapa?" tanya Yoongi.
"Jam tujuh pagi, hehehe~"
"Aku sedang lelap – lelapnya pada jam itu." sahut Yoongi sambil kembali fokus menatap jalanan dihadapannya.
"Memangnya, apa yang kau kerjakan semalaman, hyeong?" tanya Hoseok lagi.
Yoongi terdiam, tidak menjawab.
"Pasti membuat lagu patah hati lagi, hehehe~" celetuk Hoseok dengan polosnya.
.
.
.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.21 PM.
Namjoon tengah merapikan meja kerjanya dan bersiap untuk pulang.
Tiba – tiba suara telepon berdering di ruangan itu.
"Dengan Bighit Street Criminal Division, ada yang bisa kami bantu?" sahut Yook Sungjae, salah satu staff, anak buah Namjoon.
"Ah, jeongmal? Ne, araseo! Akan segera kami kirim tim kami ke sana segera!" sahut Sungjae dengan ekspresi yang sudah bisa ditebak oleh Namjoon.
"Ada laporan lagi?" tanya Namjoon sambil menatap tajam ke arah Sungjae. "Korban psikopat sialan itu?"
"Kurasa iya, tapi kita harus mengecek kondisi mayat korban terlebih dahulu untuk mengetahui apakah mayat itu memang korban sang psikopat brengsek itu, atau ada kasus pembunuhan lain." sahut Sungjae.
"Yaishhh! Siapa sebenarnya psikopat sialan itu, cih!" gerutu Kim Jisoo, asisten kepercayaan Namjoon. "Bagaimana mungkin sudah tiga tahun ini kita belum juga berhasil menangkapnya! Padahal Bighit Street bukan kota besar!"
Namjoon tanpa sadar mengepalkan tinju di tangan kanannya dan tinju itu diarahkan ke meja kerjanya.
DUG!
"Aku benar – benar merasa dibodohi oleh psikopat sialan itu!" sahut Namjoon dengan ekspresi penuh rasa kesal di wajahnya.
.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top