Chapter 4 - First Day
Author's POV
"Mengapa wajahmu kusut seperti itu?"
Yachi memandangi wajah sahabatnya yang terlihat tak enak dipandang itu. Sejak tadi pagi, (Y/n) tidak tersenyum sama sekali. Bibirnya selalu melengkung ke bawah.
"Tidak apa-apa," jawab (Y/n) sambil melenggang pergi.
"(Y/n)-chan!" panggil Yachi seraya mengejar (Y/n).
Ternyata (Y/n) pergi ke kantin. Ia sudah mengantri di salah satu stan yang menjual berbagai macam roti. Gadis itu berhimpitan dengan murid-murid lain meskipun mereka sudah mengantri menunggu giliran mereka tiba.
(Y/n) kembali dengan tiga buah roti di tangannya. Ia memberikan salah satunya pada Yachi. Yachi mengambilnya dengan raut wajah yang kebingungan seraya mengucapkan terima kasih.
"Yachi, ayo ke belakang sekolah."
"B-Baik." Yachi mengekori (Y/n) yang berjalan lebih dulu menuju belakang sekolah.
Yachi bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang akan (Y/n) lakukan di belakang sekolah? Tidak biasanya mereka makan di belakang sekolah semenjak atap sekolah menjadi tempat favorit mereka saat istirahat.
"Cepat, Yachi! Jangan melamun! Sebentar lagi istirahat berakhir!" seru (Y/n) yang sudah berdiri beberapa meter di depan Yachi.
Yachi mengangguk patuh. Ia berlari kecil mendekati (Y/n). Mereka pun akhirnya tiba di belakang sekolah.
Suasana yang sejuk dan asri menyambut mereka di sana. Sebuah pohon sakura yang mekar terlihat indah. Namun, pandangan (Y/n) tidak tertuju pada pemandangan indah di depan matanya, melainkan pada seseorang yang duduk seorang diri di sana.
"Oi, Kenma."
Si pemilik nama menoleh karena dipanggil. Ia menatap (Y/n) dengan tatapannya yang biasa.
"Apa?"
(Y/n) melempar roti berisi daging yang ia pegang sejak tadi pada Kenma. Kenma menangkapnya dengan sigap. Lalu, ia menatap bingung ke arah (Y/n).
"Tenang saja. Tidak ada racun di dalamnya," ujar (Y/n) santai seraya berjalan mendekati Kenma lalu duduk di sebelahnya.
"Terima kasih." Kenma tersenyum samar.
"Sama-sama," sahut (Y/n) sambil menggigit rotinya sendiri.
Yachi yang menyaksikan kejadian itu akhkrnya paham. Tenyata inilah alasan mengapa (Y/n) tiba-tiba mengajaknya ke belakang sekolah.
"Yachi, berapa lama lagi kau akan berdiri di sana?" tanya (Y/n) datar.
Yachi langsung gelagapan dan menghampiri mereka berdua yang tengah duduk bersandar pada dinding bangunan sekolah. Lalu, ia pun mulai memakan roti yang diberikan oleh (Y/n) tadi.
"(F/n)."
(Y/n) menoleh dengan roti yang masih ada di dalam mulutnya. "Aphwa?" tanyanya dengan mulut penuh. (Apa?)
"Kau tak menyuruhku untuk melakukan sesuatu?" tanya Kenma tiba-tiba yang membuat (Y/n) tersedak.
Panik, Kenma langsung memberikan botol air mineral miliknya pada (Y/n). Dengan cepat, gadis itu langsung menenggaknya hingga tandas.
"Nanti kubelikan yang baru," ujar (Y/n) sebelum Kenma protes tentang air mineralnya yang habis.
Yah, sebenarnya Kenma juga tak ambil pusing dengan air minumnya yang habis. Ia bisa membelinya sendiri tanpa perlu diganti oleh (Y/n).
"Dengar, kau tak perlu melakukan hal itu jika hanya ada kita berdua. Atau bertiga dengan Yachi. Jujur saja, sebenarnya aku tak ingin melakukannya juga di depan umum. Namun, itulah permintaanmu. Ya sudah, aku hanya perlu menurutinya saja," jelas (Y/n) panjang lebar pada Kenma.
"Baiklah jika itu maumu," ucap Kenma singkat.
Toh mereka hanya perlu melakukannya dalam waktu sebulan. Ya, hanya sebulan.
***
"Yachi!"
(Y/n) berseru memanggil sahabatnya itu. Gadis bersurai pirang yang ia panggil pun akhirnya menoleh.
"Hari ini kita pulang bersama kan?" tanyanya memastikan.
Raut wajah Yachi berubah sesaat setelah mendengar pertanyaan (Y/n). "Gomen, (Y/n)-chan. Hari ini tidak bisa. Aku harus ikut kegiatan klub dulu."
(Y/n) cemberut. Lalu, wajahnya kembali normal. "Ah, begitu. Baiklah, aku pulang lebih dulu. Jaa ne."
Ia melambaikan tangannya ke arah Yachi. Yachi pun membalasnya lalu ia kembali ke dalam gedung sekolah.
Setelah berpisah dengan Yachi, (Y/n) duduk termenung di halte bus. Ia mengayunkan kakinya berlawanan arah. Karena mulai bosan menunggu bus yang masih lama tiba, ia merogoh tas sekolahnya mencari keberadaan ponselnya. Setelah menemukannya, ia membuka layar kuncinya dan mulai memainkan game yang sudah ia mainkan sejak beberapa hari yang lalu.
Karena terlalu larut dalam permainan di ponselnya, (Y/n) tak menyadari jika bus yang ia tunggu telah tiba. Pintu bus itu terbuka. Salah satu penumpang keluar dari sana. Tak lama kemudian, pintu itu tertutup dan bus berjalan kembali. Meninggalkan (Y/n) yang larut dalam kegiatannya sendiri.
Suara kendaraan yang memecahkan keheningan membuat (Y/n) tersadar. Saat ia mengalihkan pandangannya dari ponselnya, bus yang ia tunggu sudah berjalan menjauh dan bus itu adalah bus terakhir yang menuju rumahnya. Percuma saja jika ia ingin mengejarnya. Bus itu hanya akan berhenti di halte selanjutnya sesuai dengan rute perjalanan.
"Ya sudahlah," ucapnya pasrah.
(Y/n) bangkit dari posisi duduknya. Lalu ia memasukkan ponsel ke dalam tasnya dan mulai berjalan ke arah rumahnya. Semoga saja staminanya yang tersisa hari ini masih cukup hingga ia tiba di rumah.
Pandangan (Y/n) mengitari apa yang ada di sekitarnya. Pepohonan yang tumbuh di sepanjang jalan. Bangunan-bangunan sederhana berupa restoran maupun minimarket.
Suara bel sepeda yang nyaring cukup mengejutkan (Y/n). Gadis itu menoleh untuk siapa pelaku yang membunyikan bel tersebut.
Melihat si pengendara sepeda, (Y/n) pun hanya bisa terdiam. Ia tak tahu harus mengatakan apa.
"Naiklah."
Kenma mengatakannya dengan datar seperti biasa. (Y/n) yang mendengarnya hanya bisa terdiam selama beberapa saat. Otaknya mencerna satu kata yang dilontarkan oleh Kenma.
"Mengapa aku harus naik? Kau tak perlu repot-repot melakukannya," tukas (Y/n).
"Apa salahnya mengantar pacarku sendiri pulang ke rumahnya?" tanyanya spontan.
Sontak wajah (Y/n) berubah memerah. Ia membuang wajahnya ke samping, menghindari tatapan Kenma. Dan juga ia tak ingin lelaki itu melihatnya saat ini.
"Naiklah. Aku akan mengantarmu pulang," ujarnya sambil menatap lurus ke depan, bukan ke arah (Y/n) lagi.
(Y/n) pun naik dengan hati-hati. Ia duduk menyamping sambil berpegangan pada sisi tempat duduk yang ia duduki.
"Memangnya kau tahu di mana rumahku?"
Pertanyaan (Y/n) itu membuat Kenma mengerem sepeda tiba-tiba. Lelaki itu menoleh ke belakang lalu berkata, "Tidak. Aku tidak tahu."
"Sudah kuduga," ucap (Y/n) datar.
Mereka sama-sama terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Aku akan memandu jalannya. Kau hanya perlu mengikuti instruksi dariku," titah (Y/n) pada akhirnya yang disetujui oleh Kenma.
Setelah melewati beberapa zebra cross dan tersesat berkali-kali, akhirnya mereka tiba tepat di depan rumah (Y/n). Gadis itu langsung melompat turun. Kenma menstandarkan sepedanya.
"Terima kasih banyak, Kenma-kun!" (Y/n) tersenyum lebar.
"S-Sama-sama," sahut Kenma sambil memandang ke arah lain.
"Apa kau tak suka jika aku menambahkan suffix -kun pada namamu?" tebak (Y/n) ketika ia melihat Kenma diam saja.
"Bukan begitu. Hanya saja itu... terdengar aneh di telingaku," jawabnya jujur.
"Lalu, apa salahnya memanggil pacarku sendiri dengan suffix -kun?"
Kenma menjadi salah tingkah. (Y/n) terkekeh geli melihatnya.
"Kenma, ada satu hal lagi yang ingin kukatakan padamu." Wajah (Y/n) berubah serius.
"Apa itu?"
"Mulai besok kau harus memanggilku dengan (Y/n), bukan dengan (F/n). Mengerti?" titahnya.
"Apakah ini salah satu keinginanmu?"
"Anggap saja begitu. Pokoknya, turuti saja keinginanku ini. Lagipula, aku juga memanggilmu dengan nama depanmu kan?"
Kenma mengangguk pasrah. "Baiklah."
(Y/n) tersenyum puas.
Ternyata, berpacaran dengannya tidak buruk juga.
***
Yo minna!
Sebelumnya, terima kasih banyak karena kalian mau baca serta vomment di cerita ini. I really appreciate it!!❤✨
Dan, semoga kalian bisa terhibur dengan keberadaan cerita ini🗿
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top